JAKARTA - Bank Indonesia (BI) merilis laporan terbarunya mengenai perkembangan indikator stabilitas nilai tukar rupiah pada Kamis, 13 Juni 2025, yang menunjukkan sejumlah data menggembirakan. Dalam laporan tersebut, rupiah tercatat menguat ke level Rp16.230 per dolar AS, menandakan tingkat stabilitas yang solid di tengah kondisi ekonomi global yang masih bergejolak.
Stabilitas nilai tukar ini didukung oleh arus masuk modal asing yang cukup signifikan dan indikator pasar keuangan lain yang bergerak positif. Sejumlah analis menilai bahwa data ini memperkuat optimisme pasar terhadap fundamental ekonomi Indonesia.
"Kinerja pasar keuangan yang positif mencerminkan tingkat kepercayaan investor terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia," ujar perwakilan Bank Indonesia dalam laporan resmi tersebut.
Modal Asing Masuk Rp5,20 Triliun dalam 3 Hari
Salah satu sorotan utama dari laporan BI adalah masuknya modal asing (nonresiden) sebesar Rp5,20 triliun dalam periode 10 hingga 12 Juni 2025. Dari jumlah tersebut, mayoritas dana mengalir ke pasar Surat Berharga Negara (SBN), sementara sebagian lagi masuk ke pasar saham.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
Pasar SBN mencatat beli neto sebesar Rp5,08 triliun
Pasar saham mencatat beli neto senilai Rp0,83 triliun
Sementara di pasar Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) terjadi jual neto sebesar Rp0,71 triliun
Aliran masuk ke pasar SBN dan saham mencerminkan pandangan positif investor asing terhadap prospek jangka menengah ekonomi Indonesia. Namun, tekanan jual di instrumen SRBI menunjukkan bahwa preferensi risiko investor masih selektif dan terpengaruh oleh dinamika global.
Kinerja Year-to-Date: Pasar Obligasi Tetap Primadona
Jika ditinjau dari awal tahun hingga 13 Juni 2025 (year-to-date), data aliran modal asing menggambarkan pergeseran preferensi yang lebih jelas:
Pasar SBN mencatat beli neto sebesar Rp53,91 triliun
Pasar saham mencatat jual neto sebesar Rp47,54 triliun
Pasar SRBI mencatat jual neto sebesar Rp21,8 triliun
Fakta ini memperkuat pandangan bahwa obligasi pemerintah Indonesia masih menjadi primadona bagi investor asing, terutama karena ekspektasi suku bunga yang tetap terkendali serta fundamental fiskal yang diyakini cukup kuat.
"Pasar SBN menjadi tempat yang paling menarik bagi investor global saat ini karena stabilitas yield dan outlook fiskal yang menjanjikan," ungkap laporan BI.
Penurunan Yield dan Indeks Dolar
Seiring dengan penguatan rupiah, beberapa indikator lain juga memperkuat tren positif. Yield SBN tenor 10 tahun turun ke 6,66%, sementara yield US Treasury juga turun ke 4,359%, menunjukkan tekanan inflasi global yang mulai mereda. Indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, juga tercatat melemah ke level 97,92.
Kondisi ini turut menopang stabilitas pasar keuangan Indonesia karena perbedaan imbal hasil (yield spread) tetap menarik bagi investor asing.
Premi CDS Indonesia Turun, Risiko Kredit Menyusut
Salah satu indikator penting yang kerap luput dari perhatian adalah Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun, yang mencerminkan persepsi pasar terhadap risiko gagal bayar utang negara.
Hingga 12 Juni 2025, premi CDS Indonesia berada di level 73,47 basis poin (bps), menurun dari 75,92 bps pada 6 Juni. Bahkan jika dibandingkan dengan level tertingginya tahun ini di angka 119 bps, premi CDS telah turun sebesar 37,6%.
"Turunnya premi CDS menunjukkan risiko kredit Indonesia yang semakin rendah di mata investor global, sekaligus memperkuat keyakinan terhadap stabilitas ekonomi nasional," kata analis pasar keuangan.
Tantangan Masih Ada, Tapi Optimisme Menguat
Meski sebagian instrumen seperti SRBI dan pasar saham masih mencatatkan arus keluar dana asing, hal itu dinilai sebagai bagian dari dinamika normal dalam pengelolaan portofolio global. Variasi sentimen terhadap risiko serta ekspektasi suku bunga eksternal masih menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan investor.
Bank Indonesia menegaskan bahwa pihaknya akan terus menjaga koordinasi erat dengan pemerintah dan otoritas terkait dalam memastikan stabilitas nilai tukar, menjaga daya saing ekonomi, serta memitigasi dampak volatilitas eksternal.
"Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tulis BI dalam laporan tersebut.