JAKARTA - Pemerintah akhirnya memulai langkah konkret untuk mengatasi salah satu jalur paling ekstrem di Sumatera Barat, yaitu Sitinjau Lauik. Proyek pembangunan Flyover Sitinjau Lauik resmi dimulai pada Mei 2025, dengan nilai investasi yang fantastis mencapai Rp5,8 triliun. Proyek ini digadang-gadang akan menjadi flyover tercantik di Sumatera Barat dan menjadi solusi atas persoalan keselamatan dan konektivitas jalur vital penghubung Kota Padang dengan Kabupaten Solok.
Jalur Sitinjau Lauik sudah lama dikenal masyarakat sebagai salah satu rute paling berbahaya di Pulau Sumatera. Dikenal juga dengan nama Jalur Jinjolo Wik, ruas jalan ini kerap menjadi momok bagi para pengemudi, terutama kendaraan besar seperti truk dan bus.
“Jalur Sitinjau Lauik memiliki tingkat risiko kecelakaan yang cukup tinggi karena memiliki tanjakan dan turunan curam, tikungan tajam, dan bahkan kemiringan jalan yang bisa mencapai 45 derajat. Kondisi ini diperparah dengan kabut tebal yang sering kali muncul sehingga membatasi jarak pandang pengemudi,” ungkap salah satu pengemudi truk yang rutin melintas.
Tak sedikit kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalur tersebut, mulai dari kendaraan yang tak kuat menanjak, rem blong, hingga terguling. Kondisi ekstrem ini sudah lama menjadi perhatian pemerintah daerah maupun pusat. Meski menyimpan potensi bahaya, jalur Sitinjau Lauik juga menyuguhkan pemandangan alam yang luar biasa indah, menambah daya tarik kawasan tersebut bagi para wisatawan.
Setelah bertahun-tahun hanya menjadi wacana, pembangunan flyover ini akhirnya dimulai pada tahun 2025 dan dirancang untuk dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama dikenal dengan nama Panorama 1, yang akan membentang sepanjang 2,781 kilometer. Pekerjaan konstruksi tahap awal ini ditargetkan rampung pada 2027, dengan anggaran sebesar Rp2,8 triliun.
“Flyover Sitinjau Lauik merupakan proyek strategis nasional yang bertujuan meningkatkan keselamatan, efisiensi transportasi, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Tahap pertama sudah mulai dikerjakan sejak Mei 2025, dan target kami rampung pada 2027,” jelas perwakilan konsorsium PT Utama Panorama Sitinjau Lauik HPS, yang merupakan hasil kerja sama antara PT Hutama Karya dan PT Hutama Karya Infrastruktur.
Sementara itu, pembangunan tahap kedua yang diberi nama Panorama 2 direncanakan dimulai pada 2027 dengan panjang lintasan sekitar 4 kilometer. Nilai investasi tahap kedua ini diperkirakan mencapai Rp3 triliun, dan ditargetkan selesai pada 2030.
Proyek Flyover Sitinjau Lauik dibangun dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Ini merupakan bentuk sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta dalam mendukung pengembangan infrastruktur strategis nasional.
Adanya proyek ini tentu membawa harapan besar bagi masyarakat Sumatera Barat, khususnya para pengguna jalan yang sehari-hari harus melintasi jalur Sitinjau Lauik. Kehadiran flyover ini diharapkan mampu mengurangi angka kecelakaan lalu lintas secara signifikan, mempercepat mobilitas barang dan orang, serta membuka peluang lebih besar untuk sektor pariwisata.
“Kami sangat menyambut baik proyek pembangunan flyover ini. Sudah lama masyarakat mendambakan solusi atas persoalan di jalur Sitinjau Lauik yang sering menelan korban. Flyover ini bukan hanya soal keselamatan, tetapi juga akan memperlancar distribusi logistik antar wilayah dan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Sumbar,” ujar salah satu tokoh masyarakat Kota Padang, Arman Zulfikar.
Selain meningkatkan aspek keselamatan, proyek ini juga dinilai akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan infrastruktur jalan yang lebih baik, arus barang dan jasa antara Kota Padang dan Kabupaten Solok diyakini akan semakin cepat dan efisien, yang pada akhirnya berdampak pada pengembangan sektor perdagangan, pariwisata, dan investasi lokal.
Tak hanya itu, proyek Flyover Sitinjau Lauik juga diproyeksikan memberikan multiplier effect bagi berbagai sektor lain, termasuk penyediaan lapangan kerja selama proses pembangunan berlangsung. Konsorsium PT Utama Panorama Sitinjau Lauik HPS memastikan bahwa proyek ini melibatkan banyak tenaga kerja lokal, baik untuk pekerjaan konstruksi maupun sektor pendukung lainnya.
Secara nasional, proyek ini juga sejalan dengan rencana besar pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur konektivitas antar daerah, terutama di luar Pulau Jawa. Pengembangan infrastruktur jalan layang seperti Flyover Sitinjau Lauik menjadi langkah nyata dalam mempercepat pemerataan pembangunan nasional.
Selama ini, Sitinjau Lauik sering dijuluki oleh para pengemudi sebagai “jalur neraka” karena tingkat kesulitannya yang ekstrem. Kondisi tersebut bukan hanya menyulitkan pengemudi, tetapi juga sering kali menghambat arus logistik ke dan dari Kota Padang.
Dengan hadirnya flyover ini, perjalanan dari Padang ke Solok diprediksi akan menjadi lebih cepat, nyaman, dan aman. Baik kendaraan pribadi, transportasi umum, maupun kendaraan logistik akan mendapatkan manfaat dari proyek ini.
“Flyover Sitinjau Lauik adalah proyek strategis untuk masa depan Sumatera Barat. Ini bukan hanya proyek pembangunan jalan layang, tapi juga proyek pembangunan peradaban karena manfaatnya akan dirasakan masyarakat untuk jangka panjang,” tutup Arman.
Jika sesuai rencana, dalam beberapa tahun mendatang kawasan Sitinjau Lauik tak lagi hanya dikenal sebagai jalur ekstrem, melainkan akan bertransformasi menjadi simbol kemajuan infrastruktur Sumatera Barat.
Dengan total investasi Rp5,8 triliun dan target penyelesaian pada 2030, Flyover Sitinjau Lauik diharapkan menjadi tonggak penting dalam pembangunan transportasi modern di wilayah barat Indonesia.