Strategi Properti Bertahan Lewat Pendapatan Berulang

Kamis, 03 Juli 2025 | 07:36:16 WIB
Strategi Properti Bertahan Lewat Pendapatan Berulang

JAKARTA - Di tengah melambatnya sektor properti akibat tekanan suku bunga tinggi, para emiten properti mulai melihat potensi besar dari segmen pendapatan berulang. Sewa pusat perbelanjaan, hotel, apartemen servis, dan perkantoran kini dianggap sebagai sumber pendapatan yang bisa memberikan kestabilan dalam jangka panjang. Meski belum menjadi tulang punggung utama, kontribusinya dinilai semakin strategis di tengah tantangan pasar properti saat ini.

Sumber Pendapatan yang Konsisten

Selama ini, mayoritas emiten properti masih mengandalkan penjualan hunian yang bersifat satu kali. Sebagai contoh, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) berhasil membukukan pendapatan neto sebesar Rp 7,54 triliun hingga kuartal III 2024. Namun, hanya sekitar Rp 1,59 triliun yang berasal dari properti investasi seperti pusat perbelanjaan dan perkantoran.

Hal serupa terjadi pada PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), yang mencatat total pendapatan usaha Rp 10,07 triliun dalam periode yang sama. Pendapatan dari sektor sewa hanya menyumbang Rp 715,83 miliar, atau sekitar 7,11% dari keseluruhan. Sementara itu, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) mulai menunjukkan tren positif dengan peningkatan pendapatan berulang sebesar 10,7% secara tahunan menjadi Rp 401 miliar, atau sekitar 32% dari total pendapatan kuartal ketiga 2024.

Di sisi lain, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) justru menjadi contoh sukses dalam mengembangkan model bisnis berbasis recurring income. Dari total pendapatan usaha sebesar Rp 4,78 triliun hingga akhir September 2024, sebanyak Rp 2,87 triliun berasal dari segmen properti investasi, seperti perkantoran, pusat belanja, dan apartemen serviced. Kontribusi ini bahkan melampaui penjualan hunian, menunjukkan arah strategi jangka panjang perusahaan.

Menghadapi Tantangan Ekonomi dengan Diversifikasi

Menurut analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, pendapatan berulang menjadi alat penting bagi emiten dalam mempertahankan stabilitas pendapatan, khususnya di tengah melemahnya daya beli dan tingginya beban bunga kredit kepemilikan rumah (KPR). Ia menilai bahwa aliran dana dari kalangan menengah bawah juga masih bisa ditangkap oleh segmen ini.

Kendati begitu, tidak semua lini pendapatan berulang terbebas dari risiko. Di segmen perkantoran misalnya, masih ada ancaman oversupply—terutama akibat maraknya ruang kerja bersama (co-working space). Namun, menurut para analis, pertumbuhan bisnis startup dan e-commerce justru bisa menjadi potensi baru. “Menjamurnya bisnis start-up dan e-commerce meningkatkan permintaan kantor… tetapi terbatas pada ruang kantor yang saling berbagi,” jelas salah satu sumber dalam laporan pasar.

Langkah-langkah adaptif mulai diterapkan sejumlah emiten. MTLA, misalnya, terus menjajaki peluang kolaborasi dengan pihak ketiga, menggelar berbagai event untuk menarik pengunjung, dan memanfaatkan program loyalitas pelanggan. Di luar emiten yang tercatat di bursa, perusahaan seperti Paramount Enterprise International (PEI) pun menetapkan target ambisius—yakni menjadikan recurring income sebagai penyumbang 40% dari total pendapatan dalam lima tahun ke depan. Saat ini, kontribusinya masih berada di kisaran 15–20%.

Prospek Saham dan Tantangan ke Depan

Meski memberikan kestabilan, pengembangan aset-aset yang menghasilkan pendapatan berulang tetap harus memperhatikan kondisi pasar. Pusat perbelanjaan dan retail misalnya, masih menjadi andalan karena permintaannya cukup stabil di kalangan konsumen menengah bawah hingga atas. Namun risiko oversupply dan penurunan daya beli tetap menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan.

Yudha Gautama, analis dari Danareksa Sekuritas, menyoroti bahwa masalah kelebihan pasokan ruang kantor bisa bertahan hingga 2022, sehingga perlu pendekatan inovatif seperti penggunaan co-working space. Adaptasi seperti ini menjadi kunci agar aset yang sudah ada tetap produktif dan relevan dengan kebutuhan pasar.

Sejumlah analis pasar saham tetap memberikan sinyal positif bagi beberapa emiten yang memiliki eksposur tinggi terhadap recurring income. SMRA dan PWON misalnya, direkomendasikan untuk dibeli (buy), dengan target harga masing-masing Rp 595–600 dan Rp 418. Keduanya dinilai memiliki prospek stabil berkat kontribusi recurring income dan rencana IPO anak usaha properti investasi. BSDE juga direkomendasikan untuk dikoleksi secara bertahap (accumulate) dengan target harga Rp 950–1.000, mengingat ekspektasi kuat terhadap permintaan sewa di kuartal-kuartal mendatang.

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Buka Rekrutmen Pegawai Baru 2025

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:09 WIB

KUR BNI 2025 Solusi Pendanaan Ringan untuk UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:08 WIB

KUR BRI 2025 Menjadi Solusi Modal Usaha Ringan UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:07 WIB

KUR BSI 2025 Solusi Modal Syariah untuk UMKM Indonesia

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:06 WIB

Skema Cicilan KUR BCA 2025 Pinjaman Rp100 Juta

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:05 WIB