JAKARTA - Mulai 31 Juli 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mewajibkan semua penyelenggara pinjaman daring atau fintech P2P lending melaporkan data peminjam ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Langkah ini sejalan dengan POJK Nomor 11 Tahun 2024, yang bertujuan memperkuat ekosistem keuangan digital dan menekan risiko gagal bayar (galbay). Dengan adanya keterbukaan data di SLIK, calon peminjam dengan rekam jejak buruk akan mudah diidentifikasi, sehingga potensi risiko bagi pemberi dana dapat diminimalisasi.
Industri fintech pendanaan berbasis teknologi pun diharapkan menjadi lebih sehat, transparan, dan akuntabel. Selain itu, layanan pinjaman digital bisa semakin optimal dalam mendukung usaha produktif yang berkonstribusi pada pertumbuhan ekonomi. OJK menegaskan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pelaporan ini dapat dikenai sanksi, sebagai bagian dari upaya penegakan kepatuhan (enforcement) di sektor ini.
Lonjakan Pinjaman, Begitu Juga Risiko Gagal Bayar
Pertumbuhan pesat di industri P2P lending terlihat dari lonjakan total penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp 80,02 triliun hingga Maret 2025. Namun, sekitar Rp 2,2 triliun atau 2,77% dari jumlah tersebut telah jatuh dalam status TWP90 berarti terlambat bayar lebih dari 90 hari. Persentase ini menunjukkan tekanan nyata di industri dan mempertegas urgensi implementasi SLIK sebagai alat mitigasi risiko.
Untuk menghindari eksposur galbay yang masif, OJK kembali menekankan pentingnya manajemen risiko ketat. Salah satu poin utama adalah memastikan kapasitas bayar (repayment capacity) peminjam yaitu kemampuan mereka untuk melunasi utang berdasarkan pendapatan riil. Penerapan prinsip ini diperkuat dengan sistem electronic Know Your Customer (e-KYC) yang menjadi syarat dasar pemberian kredit digital.
e‑KYC: Prevention Lebih Efektif dari Cure
Dalam pengawasan OJK, urgensi e‑KYC tak hanya mengamankan pemberi dana, tetapi juga mempercepat dan mempermudah proses identifikasi peminjam. Verifikasi identitas dilakukan secara digital sehingga dapat mendeteksi kasus fraud sejak dini. Dengan pemrosesan yang semakin otomatis, risiko miskin data dan penyalahgunaan identitas bisa diminimalisasi, menciptakan sistem peminjaman yang lebih sehat dan antisipatif.
Setelah 31 Juli 2025, pelaporan pinjaman online ke SLIK akan semakin menyempurnakan kualitas informasi kredit nasional. Integrasi data ini membuat lembaga keuangan memiliki landasan yang kuat dalam mengevaluasi kelayakan calon debitur, serta mencegah overexposure pada individu yang berisiko tinggi. Ini juga menjadi salah satu strategi OJK untuk memperkuat stabilitas dan kepercayaan publik terhadap fintech.
Fintech Kini Terintegrasi dengan Sistem Keuangan Nasional
Langkah wajib lapor ke SLIK menandai transformasi fintech dari zona abu-abu menjadi bagian dari sistem keuangan resmi. OJK mengajak penyelenggara pinjol untuk terus meningkatkan kualitas teknologi dan sistem pelaporan mereka agar selaras dengan persyaratan integrasi data. Proses penyesuaian ini bertujuan memajukan standar akuntabilitas dan tata kelola perusahaan teknologi finansial.
Bagi publik, kebijakan ini juga menjadi pengingat untuk semakin bijak dalam menggunakan layanan pinjaman digital. Sebelum mengajukan pinjaman, penting memahami hak dan kewajiban, serta konsekuensi pada reputasi keuangan pribadi jika mengalami kredit macet.
Dengan regulasi baru per 31 Juli 2025, OJK menetapkan standar tinggi bagi fintech dalam hal transparansi dan perlindungan konsumen. Di satu sisi, hal ini meningkatkan kepercayaan pemberi dana; di sisi lain, nasabah jadi lebih berhati-hati. Ekosistem pinjaman online pun diharapkan berkembang secara lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan.