Sektor Infrastruktur: Tantangan dan Peluang Investasi 2025

Jumat, 04 Juli 2025 | 08:45:37 WIB
Sektor Infrastruktur: Tantangan dan Peluang Investasi 2025

JAKARTA - Kinerja sektor infrastruktur di Indonesia masih berada dalam tekanan yang cukup berat pada paruh kedua tahun 2025. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa Indeks Infrastruktur (IDX Infrastruktur) mengalami penurunan sebesar 4,05% sejak awal tahun (year to date/YTD), lebih dalam dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun 2,85% dalam periode yang sama. Penurunan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi subsektor infrastruktur, terutama subsektor telekomunikasi, transportasi, dan utilities.

Sukarno Alatas, Senior Equity Research dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa koreksi pada IDX Infrastruktur sangat dipengaruhi oleh penurunan saham-saham utama di subsektor telekomunikasi. Saham seperti PT Indosat Tbk (ISAT), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) menunjukkan performa yang kurang menggembirakan. Contohnya, saham ISAT turun 14,52% YTD, TOWR turun 16,03%, dan MTEL turun hingga 17,05%.

Penyebab Tekanan pada Sektor Infrastruktur

Penurunan subsektor telekomunikasi ini menurut Sukarno disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pertumbuhan trafik data yang melambat dibandingkan ekspektasi pasar. Kedua, persaingan tarif yang ketat mempengaruhi margin keuntungan perusahaan. Ketiga, efisiensi belanja modal (capex) yang belum optimal turut menambah beban.

Subsektor transportasi juga tak lepas dari tekanan, dengan saham seperti PT Jasa Marga Tbk (JSMR) turun 18,01% YTD dan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) turun 8,74%. Penurunan JSMR sendiri direspons pasar negatif terhadap kebijakan diskon tarif tol, khususnya pada momen mudik Lebaran dan libur panjang yang berimbas pada pendapatan perusahaan.

Begitu pula subsektor utilities yang mengalami tekanan tajam, contohnya PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang anjlok 37% YTD. Penurunan ini merupakan koreksi valuasi dari level premium yang sempat dicapai saham energi terbarukan tersebut.

Peluang di Tengah Tantangan

Meski sektor ini masih tertekan, Sukarno melihat peluang membaik pada paruh kedua tahun ini. Banyak saham infrastruktur saat ini memiliki valuasi yang relatif murah jika dilihat dari rasio price to earning (PER) yang di bawah 15 kali, price to book value (PBV) di bawah 2 kali, serta EV/EBITDA kurang dari 10 kali. Ini memberi ruang bagi investor untuk masuk dan memanfaatkan potensi kenaikan harga saham.

Salah satu saham yang menjadi fokus adalah PT Jasa Marga (JSMR), yang menurut Sukarno sudah mengalami koreksi dalam dan harga sahamnya mulai stabil. Jika rencana kenaikan tarif tol pada beberapa ruas jalan terealisasi, hal ini bisa menjadi katalis positif bagi harga saham JSMR ke depan.

Selain itu, saham TOWR juga berpeluang naik berkat rencana aksi right issue yang dapat memperbaiki struktur modal dan menurunkan rasio utang perusahaan. Namun, tekanan dari rotasi portofolio dan harga saham yang sebelumnya naik tinggi masih perlu diwaspadai sebagai potensi risiko terhadap indeks sektor infrastruktur.

Sukarno merekomendasikan beberapa saham dengan target harga yang menarik, seperti JSMR Rp5.500 per saham, MTEL Rp690 per saham, Telkom Indonesia (TLKM) Rp3.200 per saham, dan HGII Rp222 per saham.

Pendapat Analis Lain: Anggaran dan Suku Bunga Jadi Faktor

Dari sisi lain, Direktur BRI Danareksa Sekuritas, Laksono Widodo, menilai sektor infrastruktur masih belum menunjukkan perbaikan berarti pada semester kedua tahun ini. Salah satu faktor pembatasnya adalah pemotongan anggaran pemerintah untuk proyek infrastruktur yang dialihkan ke program lain seperti makan bergizi gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih.

“Dengan suku bunga yang belum serendah periode sebelumnya, sektor infrastruktur masih akan menghadapi tantangan di tahun ini,” kata Laksono dalam pernyataannya di Gedung Bursa Efek Indonesia.

Head of Equity Research BRI Danareksa Sekuritas, Erindra Krisnawan, menambahkan bahwa subsektor telekomunikasi justru berpotensi menjadi penopang utama kinerja IDX Infrastruktur di sisa tahun 2025. Prospek perbaikan harga produk paket data internet setelah perang tarif yang berlangsung sejak tahun lalu akan menjadi katalis positif.

Erindra memaparkan valuasi sektor telekomunikasi masih mencerminkan diskon yang menarik, dengan EV/EBITDA sekitar 4 kali dan proyeksi pertumbuhan laba bersih 3% pada 2025 yang diharapkan membaik menjadi 6,7% pada 2026.

Ia juga merekomendasikan beli saham ISAT dengan target harga Rp2.600 per saham, didukung oleh potensi efisiensi yang lebih baik dibanding pesaing. Selain itu, saham TLKM dan EXCL juga direkomendasikan dengan target masing-masing Rp3.500 dan Rp2.800 per saham.

Secara keseluruhan, sektor infrastruktur masih menghadapi tekanan di paruh kedua 2025, baik dari sisi fundamental perusahaan maupun kondisi makroekonomi. Namun, valuasi yang murah dan potensi perbaikan kinerja di subsektor telekomunikasi menjadi peluang bagi investor yang siap mengambil risiko.

Pergerakan saham seperti Jasa Marga dan emiten menara telekomunikasi dapat menjadi perhatian utama dalam strategi investasi di sektor ini. Di sisi lain, perhatian juga harus diberikan pada kebijakan fiskal dan suku bunga yang akan berpengaruh signifikan terhadap sektor infrastruktur ke depan.

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Buka Rekrutmen Pegawai Baru 2025

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:09 WIB

KUR BNI 2025 Solusi Pendanaan Ringan untuk UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:08 WIB

KUR BRI 2025 Menjadi Solusi Modal Usaha Ringan UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:07 WIB

KUR BSI 2025 Solusi Modal Syariah untuk UMKM Indonesia

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:06 WIB

Skema Cicilan KUR BCA 2025 Pinjaman Rp100 Juta

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:05 WIB