Saham Properti Kawasan Industri: Saat Peluang dan Risiko Saling Berkejaran

Senin, 07 Juli 2025 | 07:22:22 WIB
Saham Properti Kawasan Industri: Saat Peluang dan Risiko Saling Berkejaran

JAKARTA - Ketika pasar modal masih bergerak dalam bayang-bayang ketidakpastian global dan domestik, sektor properti kawasan industri menjadi salah satu yang turut terdampak. Di tengah volatilitas yang membayangi semester II 2025, sejumlah emiten mencoba bertahan dan mencari celah pertumbuhan, meskipun pasar belum sepenuhnya memberikan apresiasi atas kinerja mereka.

Kinerja Saham Tak Selaras Laporan Keuangan

Sejak awal tahun 2025, saham-saham emiten kawasan industri menunjukkan performa yang bervariasi. Saham PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) turun 8,05% secara year to date (YTD), dan PT Jababeka Tbk (KIJA) mengalami penurunan 3,23% YTD. Di sisi lain, saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) justru naik tajam sebesar 26,77% YTD.

Yang menarik, pergerakan harga saham ini tidak selalu mencerminkan kondisi fundamental perusahaan. SSIA, misalnya, mencatat penurunan pendapatan pada kuartal I 2025 menjadi Rp 1,06 triliun—turun 2,1% dari Rp 1,09 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, KIJA justru mencetak pertumbuhan pendapatan signifikan sebesar 87%, dari Rp 690 miliar menjadi Rp 1,29 triliun.

Sekretaris Perusahaan KIJA, Mulyadi Suganda, mengakui bahwa ketidakpastian global turut memengaruhi iklim investasi dan aktivitas perdagangan dunia. Faktor eksternal seperti perang tarif antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya, penurunan indeks dolar AS, serta ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah masih membayangi keputusan investasi.

Namun, KIJA tetap melihat peluang, terutama dari tren relokasi industri dan diversifikasi rantai pasok yang memicu minat investor asing. Kawasan industri di Cikarang dan Kendal yang dikembangkan Jababeka diyakini masih potensial, meski investor saat ini masih cenderung bersikap wait and see.

Pergerakan nilai tukar yang dipicu volatilitas indeks dolar juga menjadi perhatian tersendiri, karena berpengaruh pada biaya pendanaan dan eksposur valas. KIJA pun mengambil langkah mitigasi risiko dengan mengonversi pinjaman luar negeri senilai US$ 87,4 juta menjadi pinjaman dalam mata uang rupiah sekitar Rp 1,4 triliun.

Prospek Masih Tergantung Sentimen & Proyek Strategis

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, memproyeksikan bahwa kinerja sektor properti kawasan industri akan tetap bervariasi di kuartal II 2025, tergantung pada pengembangan proyek eksisting masing-masing emiten.

SSIA diperkirakan akan terus mencatatkan pertumbuhan, salah satunya karena realisasi penjualan lahan ke BYD dan dimulainya proyek konstruksi yang terkait dengan ekosistem kendaraan listrik (EV). Sementara itu, DMAS disebut mampu mempertahankan kinerja solid berkat pendapatan prapenjualan (marketing sales) dari kawasan industri GIIC yang telah mencapai area sekitar 1.846 hektare. Meski demikian, keterbatasan cadangan lahan mulai dianggap sebagai tantangan yang bisa menahan laju pertumbuhan ke depan.

Dari sisi makroekonomi, proyek-proyek strategis nasional (PSN) serta pengembangan industri berbasis EV masih menjadi katalis positif. Potensi penurunan suku bunga dalam waktu dekat juga menjadi salah satu faktor yang bisa meningkatkan minat investasi di sektor industri, termasuk properti kawasan.

Namun, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, mengingatkan bahwa tekanan masih besar, terutama dari dinamika global seperti fragmentasi geopolitik dan perang tarif AS. Bahkan di dalam negeri, tantangan seperti supremasi hukum dan gesekan dengan organisasi masyarakat (ormas) juga dinilai menjadi hambatan terhadap stabilitas investasi di sektor ini.

“Persoalan perizinan, sengketa lahan, dan gangguan sosial di level lokal masih menjadi sentimen negatif yang melekat pada sektor properti kawasan industri,” tambah Ekky.

Rekomendasi Saham: SSIA Positif, DMAS dan KIJA Wait and See

Secara teknikal, SSIA dinilai sudah mencerminkan optimisme pasar terhadap prospek jangka menengah, khususnya yang terkait dengan proyek EV. Tren harga saham SSIA saat ini mengarah bullish, sehingga rekomendasi “sell on strength” diberikan oleh analis.

Berbeda dengan itu, saham DMAS dan KIJA meski mencatat kinerja operasional yang stabil, masih belum mendapatkan respons signifikan dari pasar. Pergerakan keduanya masih cenderung sideways.

Harga saham KIJA saat ini berada di kisaran Rp 180 per saham. Jika berhasil menembus resistance di level Rp 186, maka potensi kenaikan ke kisaran Rp 200–Rp 206 per saham terbuka, menjadikannya menarik untuk strategi trading jangka pendek. Sementara itu, saham DMAS disebut masih menunggu katalis baru atau sinyal teknikal lebih kuat sebelum mendapat perhatian pasar yang lebih luas.

Nafan juga berpendapat bahwa potensi pemulihan sektor ini bisa muncul jika tekanan perang dagang mereda dan bank sentral mulai menurunkan suku bunga. Hal ini akan memperbaiki stabilitas rantai pasok global dan meningkatkan insentif ekspansi industri.

Sementara, koneksi dagang Indonesia dengan negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur menjadi nilai tambah. Kawasan ini relatif lebih stabil dan tetap tumbuh meskipun tekanan global terus berlangsung, sehingga masih bisa menopang sektor properti industri di Tanah Air.

Sayangnya, baik Nafan maupun Ekky belum merekomendasikan posisi beli untuk DMAS dan KIJA karena stagnasi harga. Namun, mereka menyebut SSIA tetap layak dipantau untuk strategi jangka pendek dengan pendekatan teknikal.

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Buka Rekrutmen Pegawai Baru 2025

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:09 WIB

KUR BNI 2025 Solusi Pendanaan Ringan untuk UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:08 WIB

KUR BRI 2025 Menjadi Solusi Modal Usaha Ringan UMKM

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:07 WIB

KUR BSI 2025 Solusi Modal Syariah untuk UMKM Indonesia

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:06 WIB

Skema Cicilan KUR BCA 2025 Pinjaman Rp100 Juta

Kamis, 11 September 2025 | 16:33:05 WIB