JAKARTA - Saat musim panas melanda wilayah Asia, terutama China, kebutuhan energi listrik semakin meningkat. Salah satu andalan utama untuk pembangkitan listrik adalah batu bara. Perdagangan terakhir menunjukkan harga batu bara melonjak ke level tertinggi hampir dua minggu, menandai tren penguatan yang menarik perhatian pasar energi global. Namun, di balik kenaikan tersebut, terdapat potensi risiko koreksi yang patut diperhatikan oleh investor dan pelaku industri.
Kenaikan Harga Batu Bara Dorong Optimisme Pasar Energi
Harga batu bara di pasar ICE Newcastle mencapai US$112 per ton, naik 0,9% dari hari sebelumnya dan mencetak harga tertinggi sejak 2 Juli lalu. Jika dilihat dalam jangka waktu mingguan, harga batu bara sudah menguat 1,86% secara point-to-point, dan dalam sebulan terakhir bahkan melonjak lebih dari 7%.
Kenaikan ini didorong oleh musim panas yang menyebabkan peningkatan penggunaan pendingin ruangan (AC), sehingga permintaan listrik juga meningkat. Hal ini berimbas langsung pada kebutuhan batu bara sebagai sumber energi utama dalam pembangkit listrik, terutama di negara-negara seperti China yang masih sangat bergantung pada batu bara. Data International Energy Agency (IEA) menunjukkan kontribusi batu bara terhadap pembangkit listrik di China mencapai 61,3% pada tahun 2023.
Suhu udara yang mencapai hampir 40 derajat Celsius di Beijing menjadi indikator nyata tingginya permintaan energi di kawasan tersebut. Dengan demikian, momentum kenaikan harga batu bara sejauh ini mendapat dukungan fundamental yang kuat.
Analisis Teknis: Peluang dan Risiko Harga Batu Bara Minggu Ini
Secara teknikal, tren harga batu bara masih menunjukkan tanda-tanda bullish. Indikator Relative Strength Index (RSI) berada di angka 53, yang berarti harga masih dalam zona positif namun tidak terlalu overbought. Hal ini menandakan momentum kenaikan masih bisa berlanjut.
Namun, investor juga perlu berhati-hati karena indikator Stochastic RSI telah mencapai level 97, yang menandakan kondisi pasar sudah sangat jenuh beli (overbought). Dalam situasi seperti ini, ada kemungkinan koreksi harga terjadi dalam waktu dekat.
Bila harga batu bara turun menembus pivot point di level US$110 per ton, maka ada potensi harga akan menguji level support berikutnya di US$108 dan US$104 per ton, yang masing-masing merupakan Moving Average 5 dan 10 hari. Target support paling pesimistis berada di US$101 per ton.
Sementara itu, jika kenaikan berlanjut dan harga berhasil menembus resistance US$115 per ton, potensi kenaikan harga bisa membawa batu bara menuju kisaran US$118 hingga US$120 per ton. Target optimistis bahkan bisa mencapai US$128 per ton.
Menjaga Momentum di Tengah Ketidakpastian
Kenaikan harga batu bara di pekan lalu memberikan angin segar bagi sektor energi dan para investor yang mengandalkan komoditas ini. Namun, pergerakan teknikal menunjukkan adanya potensi volatilitas yang cukup tinggi. Momentum bullish masih ada, tapi risiko koreksi juga perlu diantisipasi dengan seksama.
Musim panas dan meningkatnya konsumsi listrik menjadi sentimen positif yang mendasari permintaan batu bara. Di sisi lain, pelaku pasar disarankan untuk terus memantau indikator teknikal dan perkembangan harga agar bisa menentukan langkah investasi yang tepat.