JAKARTA - Perubahan besar tengah terjadi dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) tahun 2025. Pemerintah resmi meninggalkan sistem lama berbasis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan menggantikannya dengan data baru yang lebih terfokus: DTSEN atau Data Terpadu Sejahtera Ekstrem Nasional. Langkah ini memicu pertanyaan di kalangan masyarakat, terutama para penerima bantuan yang khawatir tak lagi masuk dalam daftar.
Peralihan ini bukan sekadar ganti nama atau prosedur. DTSEN hadir sebagai basis data baru yang dirancang khusus untuk menyasar warga dalam kategori kemiskinan ekstrem. Dengan metode dan sumber data yang lebih terintegrasi, DTSEN digadang-gadang akan membuat penyaluran bansos lebih tepat sasaran.
Fokus pada Kemiskinan Ekstrem, Bukan Lagi Umum
Dibanding DTKS yang menampung warga miskin dan rentan miskin, DTSEN secara khusus memetakan penduduk dalam kondisi kemiskinan ekstrem. Penentuan ini tidak lagi mengandalkan usulan dari desa atau kelurahan, tetapi murni hasil pemadanan data nasional yang terstruktur.
Data DTSEN dibentuk melalui pemanfaatan REGSOSEK (Registrasi Sosial Ekonomi), hasil sensus BPS, serta kolaborasi antar-kementerian dan lembaga. Artinya, akurasi penetapan nama penerima bansos kini tidak hanya berdasarkan pengajuan di tingkat lokal, tetapi dari survei dan verifikasi terstandar nasional.
Kriteria warga yang masuk DTSEN bukan semata berdasarkan penghasilan, melainkan juga kondisi tempat tinggal, kecukupan makanan, akses terhadap sanitasi, dan air bersih. Maka dari itu, tidak semua nama dalam DTKS secara otomatis akan ada dalam DTSEN. Begitu pula sebaliknya, warga yang tidak pernah masuk daftar bansos sebelumnya, bisa saja tiba-tiba menerima bantuan karena sesuai indikator kemiskinan ekstrem.
Mulai Berlaku Sejak Tahap 3 Tahun Ini
Transisi dari DTKS ke DTSEN sebenarnya telah berjalan sejak penyaluran bansos tahap 3 di bulan Juli 2025. Banyak warga melaporkan tidak lagi menerima bantuan meskipun selama ini rutin terdaftar dalam DTKS. Sementara di sisi lain, muncul penerima baru yang sebelumnya tidak dikenal sebagai penerima bansos.
Penyaluran bansos saat ini tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pengusulan lokal, melainkan mengikuti sistem pusat. Undangan pengambilan bantuan dari PT Pos maupun pencairan melalui Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS) Merah Putih kini ditujukan langsung kepada nama-nama dalam DTSEN.
Dengan pendekatan seperti ini, pemerintah menilai program bansos bisa lebih fokus menyasar kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan, sesuai dengan amanat pengentasan kemiskinan ekstrem.
Pemerintah menekankan bahwa masyarakat tidak perlu menyalahkan pemerintah daerah jika namanya tidak lagi muncul sebagai penerima. Karena keputusan ini merupakan kebijakan nasional, dan data sepenuhnya dikendalikan serta ditetapkan oleh pusat.
Harus Dipahami oleh Penerima: Bukan Lagi Lewat Desa
Salah satu perbedaan mendasar antara DTKS dan DTSEN adalah cara pendataannya. Jika dulu pengajuan nama calon penerima bansos bisa dilakukan lewat kelurahan atau desa, kini hal itu tidak lagi berlaku.
DTSEN tidak membuka ruang usulan langsung dari daerah. Penetapan dilakukan secara terpusat, menggunakan data sensus dan survei nasional, sehingga lebih objektif dan seragam. Pemerintah mengklaim bahwa sistem ini mengurangi potensi tumpang tindih, manipulasi data, atau ketidakadilan dalam penyaluran bantuan.
Namun, perubahan ini juga menimbulkan kebingungan. Tak sedikit warga yang selama ini bergantung pada bantuan PKH, BPNT, atau bansos tunai, mendapati dirinya tak lagi terdaftar dalam putaran bantuan 2025. Meski begitu, pemerintah menyatakan bahwa sistem baru ini bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas bansos nasional dan mempercepat pengentasan kemiskinan ekstrem.
Di sisi lain, adanya penerima baru yang mendapatkan bantuan secara tiba-tiba menunjukkan bahwa DTSEN lebih terbuka terhadap data objektif, dan tidak terikat pada daftar lama.
Bansos 2025: Untuk Siapa dan Mengapa?
Dengan sistem DTSEN, bantuan sosial kini menyasar warga yang secara nyata hidup dalam kondisi paling rentan. Bukan hanya nominal pendapatan yang dihitung, tetapi kualitas hidup secara keseluruhan. Rumah tak layak huni, kurang gizi, hingga tidak adanya akses sanitasi jadi penentu.
Dari sisi teknis, DTSEN menggunakan integrasi data yang lebih canggih dan berlapis. Masyarakat yang ingin tahu apakah termasuk dalam daftar penerima bisa mengecek langsung melalui sistem yang disediakan pemerintah, meskipun saat ini proses validasi masih dilakukan bertahap.
Dalam masa transisi ini, pemerintah mengimbau masyarakat untuk tetap mengikuti informasi resmi dan tidak terpengaruh informasi simpang siur. Warga juga diminta untuk tidak melakukan protes ke pemerintah daerah terkait pencoretan nama penerima, karena seluruh proses bersifat nasional dan terpusat.
Penerapan DTSEN diharapkan menjadi tonggak penting dalam reformasi bansos nasional. Jika sebelumnya bantuan masih sering dianggap tidak tepat sasaran, maka melalui sistem baru ini, pemerintah berharap bantuan benar-benar sampai kepada mereka yang paling membutuhkan.