Harga Gabah Naik, Tapi Petani Belum Merata Untung

Selasa, 15 Juli 2025 | 07:46:30 WIB
Harga Gabah Naik, Tapi Petani Belum Merata Untung

JAKARTA - Kenaikan harga gabah kering panen (GKP) hingga Rp7.500 per kilogram memang terlihat menggembirakan di permukaan, namun kenyataannya, tidak semua petani merasakan manfaatnya secara merata. Situasi ini terjadi karena perbedaan musim tanam dan kendala produksi yang dihadapi berbagai daerah sentra padi di Indonesia.

Harga Tinggi, Tapi Tak Semua Petani Merasakan Manfaatnya

Kenaikan harga gabah ini, yang sudah melewati Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram, justru tidak dinikmati oleh sentra-sentra utama produksi padi seperti Karawang, Subang, dan Indramayu. Pasalnya, wilayah-wilayah tersebut sudah selesai masa panen saat harga gabah melonjak.

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat, Otong Wiranta, mengungkapkan bahwa daerah yang menikmati harga tinggi ini umumnya adalah daerah-daerah pesisir yang memiliki pola tanam terlambat. Namun, daerah tersebut masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari drainase yang buruk hingga sistem pengairan yang belum optimal. Kondisi ini menyebabkan produksi padi di daerah pesisir menjadi kurang maksimal.

“Yang menikmati itu daerah-daerah yang biasanya telat tanam. Itu adanya di daerah-daerah pesisir,” ujar Otong.

Pendapatan Petani dan Biaya Produksi

Di sentra utama produksi padi, biaya usaha tani cukup tinggi, mencapai sekitar Rp27,94 juta per hektare, termasuk sewa lahan. Jika sewa lahan dikeluarkan, biaya produksi masih di kisaran Rp16 juta per hektare. Dengan rata-rata hasil panen 6 ton per hektare dan HPP gabah Rp6.500 per kilogram, petani di wilayah ini dapat menghasilkan pendapatan sekitar Rp39 juta per hektare.

Setelah dikurangi biaya produksi, keuntungan bersih yang diperoleh petani hanya sekitar Rp11 juta untuk satu musim tanam yang berlangsung selama lima bulan. Meski demikian, keuntungan ini belum tentu dirasakan secara adil karena perbedaan status petani, mulai dari pemilik lahan, penyewa, hingga buruh tani yang semuanya kerap digolongkan sebagai petani.

Otong menyoroti bahwa pengelompokan petani yang terlalu luas membuat sulit untuk menentukan siapa sebenarnya yang mendapatkan manfaat dari kenaikan harga gabah ini.

Tantangan Sistem Produksi dan Harga

Kondisi ini menunjukkan bahwa walaupun harga gabah di beberapa daerah mencapai Rp7.500 per kilogram, dan sudah melampaui HPP, tidak serta merta membuat semua petani bisa meraup keuntungan lebih besar. Harga eceran tertinggi (HET) beras kualitas medium yang masih berada di angka Rp12.500 per kilogram juga menjadi faktor lain yang mempengaruhi keuntungan petani.

Dengan adanya perbedaan musim tanam dan kendala produksi, serta tingginya biaya usaha tani, petani di sentra produksi utama belum sepenuhnya bisa menikmati lonjakan harga gabah. Sementara itu, petani di daerah pesisir dengan hasil produksi yang terbatas hanya memperoleh keuntungan yang hampir setara dengan kondisi normal.

Fenomena harga gabah yang meningkat di pasar justru memperlihatkan ketidakmerataan manfaat bagi petani. Faktor waktu panen, kondisi produksi, dan klasifikasi petani menjadi kunci yang memengaruhi sejauh mana petani bisa merasakan keuntungan dari harga gabah yang tinggi. Kebijakan dan dukungan yang lebih terfokus dan tepat sasaran diperlukan agar kesejahteraan petani, terutama di sentra produksi utama, dapat benar-benar meningkat.

Terkini

Harga HP Infinix Terbaru September 2025 Semua Seri

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:14 WIB

POCO C85 Resmi Masuk Indonesia, Baterai Besar 6000mAh

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:12 WIB

Ramalan Shio 11 September 2025: Energi Positif Tiap Shio

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:11 WIB

Harga Sembako Jatim Hari Ini: Cabai dan Bawang Naik

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:10 WIB

Cek Penerima Bansos PKH BPNT 2025 Mudah Cepat

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:09 WIB