Ekspor Nikel ke AS Dinegosiasikan Agar Bebas Tarif 19 Persen

Sabtu, 19 Juli 2025 | 07:28:06 WIB
Ekspor Nikel ke AS Dinegosiasikan Agar Bebas Tarif 19 Persen

JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus mendorong agar sejumlah komoditas ekspor utama ke Amerika Serikat (AS) terbebas dari tarif, di tengah negosiasi lanjutan yang masih berjalan hingga awal Agustus 2025.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menegaskan bahwa meskipun tarif resiprokal sebesar 19 persen dari AS kepada Indonesia telah berada dalam tahap final, namun peluang untuk negosiasi masih terbuka. Fokus utama negosiasi saat ini adalah beberapa komoditas strategis yang sangat dibutuhkan oleh pasar Amerika.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa tim negosiasi dari Indonesia masih berada di AS untuk melanjutkan dialog dengan perwakilan perdagangan AS atau United States Trade Representative (USTR).

“Karena dengan USTR kita masih negosiasi. Jadi kemarin Bapak Presiden kan menyampaikan bahwa tarif resiprokal kita kemarin dari Trump sudah memutuskan final 19 persen tapi masih ada ruang negosiasi di sana,” ujar Susiwijono saat ditemui di Jakarta, Jumat, 18 Juli 2025.

Fokus pada Komoditas Strategis: CPO hingga Nikel

Pemerintah Indonesia tidak hanya menerima kebijakan tarif begitu saja. Sebaliknya, negosiasi difokuskan pada produk-produk yang tidak bisa diproduksi di AS namun sangat dibutuhkan oleh negara tersebut. Tujuannya jelas, agar produk-produk tersebut mendapatkan pengecualian dari tarif 19 persen dan dikenakan tarif 0 persen.

“Ada beberapa produk komoditas kita yang istilahnya Amerika itu sangat dibutuhkan oleh Amerika, tidak bisa diproduksi di sana tapi sangat reliable kalau diekspor dari Indonesia. Itu kita nego supaya tarifnya 0 persen. Itu banyak produknya sedang kita negokan mulai CPO, kopi, kakao sampai nikel. Ada list produknya cukup banyak,” ungkap Susiwijono.

Langkah ini menunjukkan strategi pemerintah untuk melindungi daya saing produk unggulan Indonesia di pasar internasional, khususnya di AS yang merupakan salah satu mitra dagang penting.

Artinya, meskipun kebijakan umum tarif resiprokal telah ditetapkan sebesar 19 persen, pemerintah tidak menyerah begitu saja. Justru, upaya dilakukan agar tidak semua komoditas terkena dampak serupa. Strategi diplomasi perdagangan ini juga diharapkan bisa memberikan ruang lebih luas bagi produk Indonesia dalam perdagangan global.

Negosiasi ini bukan hanya menyangkut kepentingan industri tertentu, tetapi juga menyangkut keberlanjutan ekspor nasional yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian, terutama pada sektor-sektor strategis seperti perkebunan dan pertambangan.

Selain negosiasi khusus dengan AS, Indonesia sebenarnya telah memiliki hubungan dagang bebas tarif dengan beberapa negara dan kawasan. Hal ini disampaikan Susiwijono saat menjelaskan posisi perdagangan Indonesia dalam skema perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

Dia menyebutkan bahwa dari total 11.552 pos tarif Harmonized System (HS) yang masuk ke Indonesia dari AS, sebanyak 11.474 pos tarif atau setara 99 persen telah dikenakan tarif impor 0 persen.

“Jadi bukan hanya dengan Amerika kita 0 persen, ada ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement), kemudian kita dengan Australia itu juga 94-95 persen produknya sudah 0 persen, dengan New Zealand, dengan IK-CEPA Jepang itu juga 91 persen sudah 0 persen ke kita,” jelasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah cukup aktif dalam menjalin berbagai perjanjian perdagangan yang memberikan keuntungan berupa pembebasan tarif bea masuk bagi mayoritas produk.

Namun, berbeda dengan hubungan dagang di kawasan Asia Pasifik dan ASEAN, kebijakan tarif AS terhadap Indonesia sedikit berbeda. Pemerintahan AS sebelumnya, di bawah Donald Trump, telah menetapkan tarif resiprokal sebesar 19 persen terhadap produk dari Indonesia. Meski begitu, ruang untuk pengecualian tetap ada dan sedang diupayakan secara maksimal.

Jika negosiasi ini berhasil, maka beberapa komoditas unggulan Indonesia seperti CPO, kopi, kakao, hingga nikel bisa tetap bersaing tanpa terbebani tarif tambahan di pasar AS. Selain itu, keberhasilan ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan bilateral dan mendukung pertumbuhan sektor industri dalam negeri.

Tim negosiasi dari Indonesia masih akan berada di AS hingga 1 Agustus 2025. Pemerintah pun optimistis bahwa hasil dialog ini akan membawa hasil yang positif.

Langkah ini juga menegaskan bahwa diplomasi ekonomi dan kerja sama internasional menjadi pilar penting dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekspor nasional. Pemerintah melalui Kemenko Perekonomian akan terus melibatkan berbagai pihak untuk memastikan hasil negosiasi dapat memaksimalkan kepentingan Indonesia di mata dunia.

Dengan pendekatan yang proaktif dan berbasis kepentingan nasional, Indonesia berharap dapat memperoleh posisi yang adil dan menguntungkan dalam lanskap perdagangan internasional ke depan.

Terkini

Harga HP Infinix Terbaru September 2025 Semua Seri

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:14 WIB

POCO C85 Resmi Masuk Indonesia, Baterai Besar 6000mAh

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:12 WIB

Ramalan Shio 11 September 2025: Energi Positif Tiap Shio

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:11 WIB

Harga Sembako Jatim Hari Ini: Cabai dan Bawang Naik

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:10 WIB

Cek Penerima Bansos PKH BPNT 2025 Mudah Cepat

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:09 WIB