JAKARTA - Musim kemarau yang menyelimuti Pulau Sumatera memunculkan ancaman serius terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Data terkini menunjukkan Provinsi Riau menjadi episentrum titik panas terbanyak yang terpantau sepanjang akhir pekan lalu.
Berdasarkan pantauan citra satelit milik BMKG pada Ahad, 20 Juli 2025 pukul 23.00 WIB, sebanyak 1.292 titik panas terdeteksi tersebar di wilayah Sumatera. Dari jumlah tersebut, 582 titik panas berada di Riau, menjadikan provinsi ini sebagai wilayah dengan potensi karhutla tertinggi saat ini.
Pusat Kepanasan di Rokan Hilir dan Rokan Hulu
Forecaster on Duty BMKG Pekanbaru Deby C mengungkapkan, dua kabupaten menjadi penyumbang terbesar dalam lonjakan titik panas di Riau, yakni Kabupaten Rokan Hilir dengan 244 titik dan Kabupaten Rokan Hulu dengan 192 titik.
“Kondisi cuaca kering disertai angin kencang membuat lahan gambut menjadi sangat mudah terbakar,” ujar Deby, Senin, 21 Juli 2025.
Suhu permukaan bumi yang meningkat tajam akibat minimnya curah hujan selama puncak musim kemarau turut memicu kemunculan hotspot secara masif. Deby menegaskan bahwa puncak musim kering diperkirakan berlangsung sepanjang Juli hingga Agustus, menjadikan periode ini krusial dalam upaya pencegahan karhutla.
Penyebaran Luas di Wilayah Riau
Lonjakan titik panas di Riau tidak hanya terkonsentrasi di Rokan Hilir dan Rokan Hulu. Sejumlah kabupaten dan kota lainnya juga menunjukkan intensitas yang signifikan. Di antaranya, Kabupaten Kampar terdeteksi memiliki 40 titik panas, Pelalawan mencatat 30 titik, Bengkalis sebanyak 21 titik, serta Kota Dumai dengan 22 titik panas.
Adapun wilayah lain seperti Siak mencatat 15 titik panas, Kepulauan Meranti sebanyak 9 titik, dan Kuantan Singingi dengan 7 titik panas. Bahkan, Kota Pekanbaru, yang merupakan ibu kota provinsi, juga tidak luput dari pantauan dengan keberadaan 2 titik panas.
Meningkatnya sebaran ini mengindikasikan risiko karhutla meluas yang tidak hanya mengancam kawasan hutan dan perkebunan, tetapi juga mendekati wilayah permukiman.
Sumatera dalam Waspada Kolektif
Meski Riau mencatatkan angka tertinggi, provinsi lain di Pulau Sumatera juga tak luput dari peningkatan titik panas. Sumatera Utara berada di posisi kedua dengan 236 titik panas, diikuti oleh Sumatera Selatan dengan 125 titik, serta Sumatera Barat dengan 122 titik.
Provinsi lainnya juga mencatat keberadaan titik panas, seperti Jambi dengan 96 titik, Bangka Belitung 79 titik, Bengkulu 27 titik, Lampung 20 titik, dan Kepulauan Riau 5 titik panas.
Kondisi ini menunjukkan bahwa musim kemarau tahun ini berdampak luas secara geografis, dan menuntut perhatian serius lintas provinsi, khususnya pada aspek mitigasi kebakaran serta kesiapsiagaan petugas dan masyarakat setempat.
Langkah Mitigasi Mendesak
Dengan potensi karhutla yang semakin nyata, otoritas setempat diimbau untuk segera memperkuat langkah-langkah pencegahan. Patroli darat, pemantauan udara, serta edukasi terhadap masyarakat yang berada di sekitar kawasan rawan perlu ditingkatkan.
Selain itu, peringatan dini serta larangan pembukaan lahan dengan cara membakar harus ditegakkan lebih tegas. Kolaborasi antara pemerintah daerah, pusat, hingga TNI/Polri dinilai krusial untuk menahan laju kebakaran yang seringkali sulit dikendalikan begitu api menyebar di lahan gambut.
Perlu juga diingat bahwa kebakaran tidak hanya berdampak pada hutan, tetapi juga pada kualitas udara, kesehatan masyarakat, dan aktivitas ekonomi.
Pantauan Berkelanjutan
BMKG memastikan pemantauan titik panas akan terus dilakukan secara berkala melalui satelit guna memberikan gambaran terkini potensi karhutla. Data ini akan menjadi dasar bagi upaya tanggap darurat dan pengambilan keputusan cepat di lapangan.
Situasi ini menjadi pengingat bahwa perubahan iklim dan kemarau panjang memerlukan perhatian ekstra dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya kawasan hutan dan lahan gambut di Indonesia.