AAUI Soroti Akar Masalah Capital Flight di Industri Reasuransi

Selasa, 22 Juli 2025 | 08:14:32 WIB
AAUI Soroti Akar Masalah Capital Flight di Industri Reasuransi

JAKARTA - Tingginya aliran dana ke luar negeri (capital flight) dalam sektor reasuransi nasional kembali menjadi perhatian utama pelaku industri. Sorotan tajam kali ini datang dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) yang menilai ada dua akar permasalahan mendasar yang memicu fenomena ini: kapasitas dan kepercayaan.

Ketua Umum AAUI Budi Herawan mengungkapkan bahwa capital flight tidak terjadi begitu saja. Dalam pandangannya, lemahnya kapasitas perusahaan reasuransi dalam negeri dalam menanggung risiko besar menjadi penyebab pertama yang paling nyata. Hal ini tanpa disadari mendorong pelaku industri asuransi untuk mencari proteksi ke luar negeri.

Kurangnya Kapasitas Jadi Pemicu Utama

Budi menjelaskan bahwa kemampuan perusahaan reasuransi dalam negeri masih terbatas, terutama dalam menghadapi risiko berskala besar. Karena itu, perusahaan asuransi cenderung menempatkan proteksi pada perusahaan reasuransi luar negeri yang dinilai lebih kuat.

“Persoalannya memang ada pada kapasitas, kapasitas dalam menerima risiko besar. Ketika tidak bisa menanggung, otomatis akan lari ke luar,” jelas Budi dalam acara Insurance Forum di Jakarta.

Selain kapasitas yang terbatas, Budi juga mengungkap bahwa permasalahan lain yang kerap luput dari perhatian adalah aspek kepercayaan. Banyak pelaku industri masih meragukan kemampuan perusahaan reasuransi lokal untuk memenuhi komitmen pembayaran klaim secara tepat waktu.

Masalah Kepercayaan Ganggu Arus Risiko

Menurut Budi, rendahnya kepercayaan terhadap perusahaan reasuransi lokal juga disebabkan oleh keterlambatan pembayaran klaim kepada ceding company. Padahal, ceding company memiliki tenggat waktu yang sangat ketat kepada klien, sementara proses pemulihan dana (recovery) dari reasuransi kerap memakan waktu lebih lama.

“Nah, ceding company ini mempunyai kewajiban 30 hari setelah ada kesepakatan harus bayar ke klien, sedangkan kita mendapat recovery ini bisa lebih dari 120 hari, sehingga arus kepercayaan ini terganggu,” ujar Budi blak-blakan.

Situasi ini menurutnya menciptakan tekanan ganda bagi perusahaan asuransi, yang harus menjaga kredibilitas di mata klien sembari menunggu dana dari mitra reasuransinya. Ketika keterlambatan terjadi berulang kali, maka kepercayaan pun semakin menurun, dan ujungnya perusahaan lebih memilih mitra luar negeri yang dianggap lebih profesional dan dapat diandalkan.

Pentingnya Struktur Permodalan yang Kuat

Untuk menjawab tantangan tersebut, Budi menekankan pentingnya memperkuat struktur permodalan perusahaan reasuransi lokal. Menurutnya, permodalan yang kuat menjadi fondasi utama agar perusahaan mampu menanggung risiko besar dan memenuhi kewajiban tepat waktu.

“Karena saya pernah di perusahaan reasuransi, saya membenahi suatu perusahaan reasuransi di mana struktur permodalannya sangat lemah dan saya pada waktu itu coba memperbaikinya, tapi tanpa ada modal segar ya sama aja,” ungkap Budi, mengenang pengalamannya secara personal.

Ia menambahkan, perusahaan dengan struktur modal yang lemah tetap bisa beroperasi, namun konsekuensinya adalah terganggunya indikator kesehatan finansial seperti Risk Based Capital (RBC). Jika kondisi ini dibiarkan, maka keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang bisa terancam.

“Kalau tidak diperkuat modalnya, memang jalan bisnisnya masih bisa, tapi RBC pasti kena,” tegasnya.

Jalan Panjang Perkuat Reasuransi Nasional

Isu capital flight dalam industri reasuransi sejatinya telah lama dibahas oleh regulator dan pelaku industri. Namun, hingga kini, masalah tersebut belum menemukan solusi yang tuntas. Penyebab utamanya justru bukan pada aturan yang lemah, melainkan pada kondisi fundamental perusahaan dalam negeri yang belum memadai secara kapasitas dan kepercayaan.

Dalam forum yang sama, Budi juga menyiratkan bahwa industri asuransi nasional akan sulit berkembang jika terus mengandalkan perusahaan reasuransi luar negeri. Pasalnya, proyek-proyek besar dengan nilai pertanggungan tinggi justru mengalir ke luar negeri karena minimnya dukungan dari dalam negeri.

Perlu adanya langkah strategis dan kolaboratif antar pemangku kepentingan untuk memperkuat struktur modal, mempercepat proses klaim, dan membangun ekosistem reasuransi yang berdaya saing. Jika tidak, capital flight akan terus membesar, dan industri asuransi nasional sulit berkembang secara optimal.

Terkini

Menikmati Beragam Menu Lezat Marugame Udon di Indonesia

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:18 WIB

Chocolate Bingsu, Dessert Segar Favorit Anak Muda Indonesia

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:16 WIB

4 Spot Burnt Cheesecake Paling Lezat di Malang

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:14 WIB

Menikmati Gelato Jogja: Ragam Rasa yang Menggoda Lidah

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:12 WIB

Little Salt Bread Viral: 4 Menu Best Seller Wajib Coba

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:10 WIB