JAKARTA - Pasar batubara tengah menghadapi tekanan seiring kombinasi berbagai sentimen negatif dari sisi permintaan maupun pasokan. Sejumlah analis menilai bahwa tren penurunan harga batubara masih berpeluang berlanjut hingga akhir 2025.
Pada perdagangan Rabu, 23 Juli 2025, harga batubara tercatat melemah 0,18% ke posisi US$ 109,9 per ton. Pelemahan ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap potensi stagnasi permintaan dari negara konsumen utama seperti China.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, menyampaikan bahwa secara jangka panjang, konsumsi listrik berbahan bakar fosil di China cenderung menurun.
“Ini disebabkan permintaan listrik yang lebih rendah dan peningkatan pasokan dari energi terbarukan,” kata Sutopo.
Pasokan Melimpah dan Transisi Energi Menekan Harga
Selain dari sisi permintaan, tekanan terhadap harga juga berasal dari sisi suplai. Pasar batubara global saat ini dinilai mulai mengalami kelebihan pasokan, didorong oleh peningkatan produksi dari negara-negara eksportir besar seperti Indonesia dan Australia.
Situasi ini membuat harga batubara rentan terkoreksi lebih dalam, terutama jika permintaan tidak segera membaik dalam beberapa bulan mendatang.
“Meskipun terdapat pembelian tinggi pada jangka pendek, permintaan dalam jangka panjang akan menekan harga,” jelas Sutopo.
Faktor lain yang menambah tekanan adalah dorongan transisi energi di sejumlah negara besar. China, Jepang, dan Korea Selatan kini semakin serius mengalihkan bauran energinya ke sumber-sumber yang lebih ramah lingkungan seperti gas alam, LNG, angin, dan tenaga surya.
Menurut Sutopo, langkah dekarbonisasi secara perlahan akan mengurangi ketergantungan terhadap batubara.
“Dekarbonisasi akan secara bertahap mengurangi permintaan batubara,” ujarnya.
Khusus untuk LNG, kapasitas produksi global yang terus bertambah menjadi potensi pengganti batubara yang semakin diperhitungkan. Sutopo menyoroti bahwa ketersediaan LNG yang lebih murah dan melimpah kemungkinan besar akan menjadi substitusi utama batubara dalam sektor kelistrikan mulai beberapa tahun mendatang.
“Kapasitas LNG global diproyeksikan akan membanjiri pasar mulai tahun 2027,” katanya.
Proyeksi Pergerakan Harga
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Sutopo memperkirakan bahwa harga batubara masih akan bergerak dalam kisaran terbatas hingga tutup tahun.
“Kemungkinan bergerak di kisaran US$ 90 sampai US$ 110 per ton hingga akhir tahun ini,” pungkasnya.
Adapun tekanan terhadap harga batubara ini sejalan dengan tren pelemahan pada sejumlah komoditas energi lainnya. Dalam konteks yang lebih luas, pasar energi global saat ini masih dibayangi ketidakpastian dari sisi geopolitik, kondisi ekonomi global, serta arah kebijakan transisi energi di negara-negara besar.
Meski permintaan sesekali mengalami lonjakan, arah utama harga batubara dinilai tetap condong melemah, terlebih jika transformasi energi menuju sumber yang lebih bersih terus dipercepat di berbagai belahan dunia.