Batu Bara Menguat, Prediksi IEA Dorong Optimisme Konsumsi Global

Jumat, 25 Juli 2025 | 08:40:25 WIB
Batu Bara Menguat, Prediksi IEA Dorong Optimisme Konsumsi Global

JAKARTA - Pasar batu bara dunia mulai menunjukkan pemulihan harga pada perdagangan Kamis, 24 Juli 2025, setelah sebelumnya sempat melemah. Kebangkitan harga ini dipicu oleh sentimen positif dari laporan terbaru International Energy Agency (IEA) mengenai permintaan batu bara global.

Kinerja harga batu bara yang sempat goyah kembali menguat pada pertengahan pekan ini. Berdasarkan data perdagangan, harga batu bara Newcastle untuk kontrak Juli 2025 naik tipis sebesar US$0,2 menjadi US$110,1 per ton. Penguatan berlanjut pada kontrak Agustus 2025 yang naik US$0,8 menjadi US$113,1 per ton. Sementara itu, kontrak untuk pengiriman September 2025 mencatat lonjakan US$1,1 ke posisi US$114,75 per ton.

Peningkatan harga tak hanya terjadi di pasar Newcastle. Harga batu bara Rotterdam juga bergerak naik. Untuk Juli 2025, harganya menguat US$0,1 menjadi US$104,45. Sedangkan Agustus dan September masing-masing naik US$0,45 menjadi US$101,35 dan US$102,35 per ton.

Pergerakan positif ini dipengaruhi oleh rilis laporan terbaru dari IEA, yang memproyeksikan bahwa permintaan batu bara global akan tetap mendekati rekor tertingginya sepanjang tahun 2024. Meski tren konsumsi menunjukkan variasi antar kawasan, IEA menilai bahwa secara umum konsumsi akan tetap tinggi dalam dua tahun ke depan.

Konsumsi Global Tetap Kuat

Dalam laporan bertajuk Coal Mid-Year Update, IEA menyampaikan bahwa konsumsi batu bara dunia telah mencapai rekor tertinggi baru pada 2024 dengan total mencapai 8,8 miliar ton. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 1,5% dibandingkan tahun sebelumnya.

Kenaikan konsumsi terbesar tercatat di negara-negara berkembang seperti China, India, dan Indonesia. Negara-negara ini dinilai masih sangat bergantung pada batu bara sebagai sumber energi utama, terutama untuk menopang pertumbuhan industri dan ketahanan energi nasional. Kenaikan permintaan dari kawasan tersebut berhasil menutup penurunan yang terjadi di kawasan maju seperti Eropa, Amerika Utara, dan Asia Timur Laut.

Namun, pada paruh pertama 2025, IEA mencatat adanya pergeseran tren. Di China dan India, permintaan batu bara mulai menurun seiring dengan turunnya pertumbuhan kebutuhan listrik dan meningkatnya kapasitas pembangkit energi baru terbarukan. Sebaliknya, permintaan di Amerika Serikat justru meningkat signifikan hingga 10%, dipicu lonjakan kebutuhan listrik serta mahalnya harga gas alam.

Uni Eropa mencatatkan kondisi yang relatif stabil. Meski konsumsi industri menurun, kebutuhan sektor kelistrikan meningkat, sehingga total permintaan tidak banyak berubah.

“Meski kita melihat tren yang kontras di berbagai wilayah pada awal 2025, hal ini tidak mengubah arah utama konsumsi batu bara global,” ujar Direktur Pasar dan Keamanan Energi IEA Keisuke Sadamori dalam laporan tersebut.

Proyeksi 2025-2026 Masih Stabil

IEA memperkirakan bahwa konsumsi batu bara secara global akan tetap relatif stabil pada 2025 dan 2026. Proyeksi ini mempertimbangkan faktor cuaca, ketidakpastian ekonomi, serta dinamika geopolitik yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar energi secara luas.

Sadamori menyatakan bahwa meski terdapat fluktuasi jangka pendek di beberapa kawasan, tren jangka panjang masih sejalan dengan proyeksi awal. “Kami memperkirakan konsumsi batu bara dunia tetap stabil pada 2025 dan 2026, walaupun fluktuasi jangka pendek tetap mungkin terjadi,” ujarnya.

Secara lebih rinci, konsumsi batu bara China diperkirakan akan menurun kurang dari 1% pada 2025. Di sisi lain, permintaan dari Amerika Serikat diprediksi tumbuh sekitar 7%, sementara Uni Eropa mengalami penurunan hampir 2%.

Dari sisi produksi, IEA memprediksi output global batu bara akan kembali mencetak rekor baru di 2025. Hal ini didorong oleh peningkatan produksi dari China dan India, yang masih menjadikan batu bara sebagai bagian penting dalam bauran energi nasional mereka.

Produksi Rekor, Perdagangan Menurun

Meski konsumsi tetap tinggi, perdagangan batu bara global justru diperkirakan menyusut pada 2025. Penurunan volume ekspor-impor ini terjadi untuk pertama kalinya sejak pandemi COVID-19 di tahun 2020. Bahkan, tren tersebut diperkirakan akan berlanjut hingga 2026. Ini akan menjadi dua tahun berturut-turut terjadinya penurunan perdagangan batu bara dunia, yang merupakan hal yang belum pernah terjadi dalam dua dekade terakhir.

Harga batu bara saat ini juga tercatat kembali ke level yang terakhir terlihat pada awal 2021. Penurunan ini menyebabkan tekanan pada margin keuntungan para produsen, terutama mereka yang berada di wilayah dengan biaya produksi tinggi.

Indonesia menjadi salah satu negara yang diperkirakan mengalami penurunan produksi terbesar dari sisi volume sepanjang 2025. Hal ini terjadi seiring dengan tingginya stok dan lemahnya harga pasar. Di sisi lain, eksportir batu bara dari Rusia juga menghadapi tantangan berat akibat tekanan ekonomi global dan kondisi geopolitik yang mempersulit distribusi.

Pemulihan harga batu bara global di tengah tekanan pasokan dan konsumsi yang bervariasi menandakan bahwa komoditas ini masih memainkan peran penting dalam sistem energi dunia. Namun demikian, arah jangka panjang tetap bergantung pada transisi energi dan kebijakan lingkungan di berbagai negara.

Meskipun laporan IEA memberikan sedikit dorongan bagi pasar, pelaku industri tetap harus mencermati perkembangan lebih lanjut, termasuk faktor cuaca, geopolitik, dan pergerakan harga energi alternatif yang turut memengaruhi dinamika batu bara secara keseluruhan.

Terkini

Menikmati Beragam Menu Lezat Marugame Udon di Indonesia

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:18 WIB

Chocolate Bingsu, Dessert Segar Favorit Anak Muda Indonesia

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:16 WIB

4 Spot Burnt Cheesecake Paling Lezat di Malang

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:14 WIB

Menikmati Gelato Jogja: Ragam Rasa yang Menggoda Lidah

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:12 WIB

Little Salt Bread Viral: 4 Menu Best Seller Wajib Coba

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:10 WIB