JAKARTA - Pergerakan harga batu bara menunjukkan performa impresif dalam beberapa pekan terakhir. Penguatan ini tercermin dari harga kontrak pengiriman terdekat di ICE Newcastle yang pada penutupan Jumat, 25 Juli 2025 mencapai level tertinggi dalam lebih dari lima bulan terakhir, yakni di posisi US$ 113,75 per ton. Kenaikan harian sebesar 0,57% menjadi penanda tren positif yang sedang berlangsung.
Dalam sepekan terakhir, harga batu bara naik 3,03% secara point-to-point, dan selama sebulan tercatat melonjak 7,16%. Lonjakan ini utamanya dipicu oleh peningkatan kebutuhan energi di belahan bumi utara yang sedang menghadapi musim panas ekstrem, sehingga konsumsi listrik untuk pendingin udara melonjak drastis.
Fenomena itu berdampak langsung pada naiknya permintaan terhadap batu bara sebagai salah satu sumber pembangkit listrik.
Permintaan Global Angkat Harga, China Mulai Lesu
Permintaan global terhadap batu bara kian kuat di tahun ini. Kajian dari International Energy Agency (IEA) menyebutkan bahwa kebutuhan batu bara dunia bahkan diperkirakan mencetak rekor baru pada 2025. Walau China mencatat penurunan permintaan sebesar 0,5%, hal ini berhasil diimbangi oleh peningkatan konsumsi di negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan India.
Di Amerika Serikat, penggunaan batu bara tercatat melonjak 12% pada semester pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan permintaan listrik menjadi pemicu utama peningkatan tersebut.
Sementara itu, India diprediksi mengalami pertumbuhan permintaan batu bara sebesar 1,3% sepanjang tahun ini.
Perlu dicatat, Indonesia masih menjadi eksportir terbesar batu bara jenis termal di dunia, menyumbang hampir 40% dari total pasar ekspor batu bara global pada tahun lalu.
Teknikal Tunjukkan Sinyal Jenuh Beli, Harga Bisa Terkoreksi
Kendati tren penguatan masih terjadi, sejumlah indikator teknikal mengisyaratkan potensi koreksi harga dalam waktu dekat. Berdasarkan analisis pada kerangka waktu mingguan (weekly time frame), tren batu bara masih berada di zona bullish, ditunjukkan oleh nilai Relative Strength Index (RSI) yang berada di angka 54. Meskipun demikian, karena tidak jauh dari angka netral 50, tren ini cenderung mulai melambat.
Lebih lanjut, indikator Stochastic RSI menyentuh angka 91, yang menunjukkan kondisi jenuh beli (overbought). Ini membuka kemungkinan terjadinya koreksi harga dalam waktu dekat.
Dari sisi teknikal, harga batu bara diperkirakan akan menguji level support terdekat di US$ 110 per ton, yang merupakan titik Moving Average (MA) 5. Jika tekanan jual terus berlanjut dan harga tembus ke bawah MA-5, maka MA-10 di level US$ 107 per ton bisa menjadi target selanjutnya. Sementara target support paling pesimistis berada di kisaran US$ 102 per ton.
Di sisi lain, jika tekanan beli kembali muncul dan harga mampu menembus resisten terdekat di US$ 119 per ton, maka peluang penguatan lanjutan menuju US$ 128 per ton masih terbuka.
Arah Harga Ditentukan Sentimen Pasar Global
Pergerakan harga batu bara dalam beberapa hari ke depan akan sangat dipengaruhi oleh dinamika permintaan global serta ekspektasi pasar terhadap kondisi iklim, geopolitik, dan kebijakan energi di negara-negara besar.
Kondisi jenuh beli dari sisi teknikal bisa saja memicu aksi ambil untung (profit taking), namun jika permintaan terus meningkat, penguatan harga bisa berlanjut. Pelaku pasar disarankan untuk mencermati perkembangan cuaca global, serta sinyal dari pasar energi lain seperti minyak dan gas untuk membaca arah pergerakan harga batu bara ke depan.