Harga Batubara Tertekan Meski Ada Harapan dari China dan Jerman

Kamis, 07 Agustus 2025 | 12:54:48 WIB
Harga Batubara Tertekan Meski Ada Harapan dari China dan Jerman

JAKARTA - Harga batu bara global masih belum menunjukkan pemulihan signifikan meskipun terdapat kabar positif dari sejumlah negara besar. Sepanjang awal Agustus 2025, harga komoditas energi ini terus melanjutkan tren penurunan di tengah melemahnya permintaan di kawasan Asia.

Berdasarkan data perdagangan Rabu, 6 Agustus 2025, harga batu bara ditutup di level US$ 116,1 per ton, turun 0,77% dibanding hari sebelumnya. Penurunan ini memperpanjang tren negatif selama empat hari berturut-turut, dengan total koreksi mencapai 1,1%. Tekanan harga masih kuat, terutama akibat melemahnya impor dari dua negara utama pengguna batu bara: China dan India.

Impor Batu Bara Asia Melemah, Pengaruh Besar ke Harga

Turunnya harga batu bara sebagian besar dipicu oleh anjloknya permintaan dari Asia, kawasan yang selama ini menjadi pasar terbesar batu bara termal global. Data mencatat bahwa impor batu bara thermal melalui jalur laut di Asia merosot hampir 8% pada Juli 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Secara total, volume impor batu bara thermal yang umumnya digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik hanya mencapai 70,66 juta metrik ton sepanjang Juli. Penurunan ini setara dengan 7,8% secara tahunan (year on year/yoy), memperlihatkan lemahnya kebutuhan dari pembeli utama.

China dan India, sebagai dua negara pengimpor terbesar, menjadi kontributor utama penurunan ini. Kedua negara tersebut saat ini lebih mengandalkan produksi dan pasokan domestik mereka yang cukup besar, terutama karena stok dalam negeri sedang tinggi.

Meskipun Jepang dan Korea Selatan sempat menunjukkan peningkatan pembelian, volume tambahan dari dua negara tersebut belum mampu menutupi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh China dan India.

Sinyal Positif dari China dan Jerman Belum Dorong Harga Naik

Meskipun pasar Asia lesu, sejumlah sentimen positif sebenarnya datang dari dua negara besar lainnya: China dan Jerman. Di China, harga batu bara termal diperkirakan akan tetap kuat dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan oleh pasokan yang cenderung terbatas, serta adanya gangguan produksi di beberapa wilayah akibat cuaca ekstrem seperti hujan deras.

Selain itu, distribusi batu bara di pelabuhan utara juga mengalami hambatan, sehingga turut menciptakan tekanan pasokan. Situasi ini berpotensi menciptakan kecenderungan bullish, meskipun belum cukup untuk mendorong harga secara keseluruhan.

Walau sebelumnya sempat terjadi koreksi harga akibat melemahnya impor dan tingginya pasokan domestik, fokus perhatian kini mulai bergeser ke persoalan keketatan distribusi serta terganggunya aktivitas di sektor pertambangan. Jika kondisi ini terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan harga akan mengalami pemulihan dalam beberapa waktu ke depan.

Sementara itu, dari sisi Eropa, Jerman memberikan sinyal penggunaan batu bara yang lebih tinggi untuk kebutuhan pembangkitan listrik. Sepanjang Januari hingga Juni 2025, produksi listrik dari batu bara keras (hard coal) di negara tersebut tercatat naik 23,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan ini cukup signifikan, terutama mengingat penggunaan batu bara impor secara keseluruhan di Jerman tidak mengalami perubahan besar. Sektor industri baja bahkan memangkas konsumsi batu bara keras hingga 12%, mengikuti tren menurunnya produksi baja dan pig iron.

Pendorong utama dari peningkatan konsumsi batu bara dalam pembangkitan listrik adalah menurunnya pasokan energi terbarukan dari tenaga angin dan air. Minimnya output dari dua sumber tersebut membuat pembangkit listrik berbahan bakar fosil kembali menjadi andalan demi menjaga pasokan energi nasional tetap stabil.

Kondisi cuaca dingin yang berlangsung lebih lama serta adanya pertumbuhan ekonomi moderat turut mendorong konsumsi energi di Jerman. Total konsumsi energi di semester pertama 2025 naik 2,3% menjadi 187,3 juta ton ekuivalen batu bara. Adapun konsumsi gas alam naik 4,7%, sedangkan minyak pemanas ringan meningkat hampir 18%.

Di sisi lain, produksi listrik dari tenaga angin turun tajam hingga 30%, sementara energi dari pembangkit hidro merosot 23%. Akibatnya, sekitar 25% kebutuhan listrik nasional kini dipenuhi dari pembangkit fotovoltaik, namun kontribusi batu bara kembali meningkat secara proporsional.

Outlook Masih Penuh Ketidakpastian

Meski terdapat beberapa faktor positif, kondisi pasar batu bara global masih dibayangi ketidakpastian tinggi. Harga terus bergerak dalam tekanan karena ketergantungan besar terhadap kebijakan impor Asia, yang saat ini sedang dalam fase konservatif.

Pasar saat ini tengah mencermati pergerakan stok dan produksi domestik dari negara-negara besar seperti China dan India, serta sejauh mana pengaruh gangguan distribusi akan bertahan di China.

Dari sisi Eropa, meski terdapat lonjakan konsumsi di Jerman, pengaruhnya terhadap harga global cenderung terbatas jika dibandingkan dengan permintaan dari Asia. Dengan tren seperti ini, pelaku pasar masih akan menunggu sinyal yang lebih kuat untuk menentukan arah harga dalam jangka menengah.

Terkini

Harga HP Infinix Terbaru September 2025 Semua Seri

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:14 WIB

POCO C85 Resmi Masuk Indonesia, Baterai Besar 6000mAh

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:12 WIB

Ramalan Shio 11 September 2025: Energi Positif Tiap Shio

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:11 WIB

Harga Sembako Jatim Hari Ini: Cabai dan Bawang Naik

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:10 WIB

Cek Penerima Bansos PKH BPNT 2025 Mudah Cepat

Rabu, 10 September 2025 | 16:22:09 WIB