JAKARTA – Perkembangan pesat industri e-commerce di Indonesia membawa peluang besar sekaligus tantangan serius yang tidak bisa diabaikan, khususnya terkait peningkatan emisi dari aktivitas logistik di wilayah perkotaan. Meningkatnya volume pengiriman barang yang terus bertambah jika tidak disertai solusi transportasi yang berkelanjutan, justru berpotensi memperberat beban pencemaran udara dan emisi gas rumah kaca. Dampak ini secara langsung mengancam kualitas lingkungan hidup sekaligus kesehatan masyarakat di kota-kota besar.
Lonjakan Industri E-Commerce dan Dampak pada Emisi Logistik
Pertumbuhan industri e-commerce yang semakin pesat di Indonesia mendorong kebutuhan logistik yang sangat besar, yang akhirnya berimbas pada peningkatan jumlah kendaraan pengangkut barang. Mizandaru Wicaksono, Urban Mobility Manager dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, menegaskan bahwa tren ini akan terus berlanjut, bahkan diprediksi akan semakin meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
Mizandaru memperkirakan bahwa pada tahun 2030 nanti, jumlah kendaraan logistik di perkotaan akan naik hingga 1,5 kali lipat dibandingkan dengan kondisi pada 2023. Prediksi ini sejalan dengan estimasi nilai industri e-commerce yang akan meningkat 2,5 kali lipat dalam kurun waktu yang sama. “Kira-kira nanti 2030, 1,5 kali lebih banyak paket yang berkeliaran… 1,5 kali lipat lebih banyak mobil logistik, motor logistik, dan seterusnya,” ungkap Mizandaru dalam diskusi yang disiarkan oleh ITDP.
Data dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa sumber emisi gas terbesar di Jakarta berasal dari kendaraan truk, yang berkontribusi hingga 33,3 persen terhadap total emisi. Disusul oleh sepeda motor yang menyumbang 15,5 persen, mobil berbahan bakar diesel 2,4 persen, dan mobil berbahan bakar bensin sebesar 3,1 persen.
Salah satu hal yang kerap terabaikan adalah peran kendaraan yang secara kasat mata mungkin tidak dianggap sebagai kendaraan pengangkut barang, seperti sepeda motor dan mobil penumpang yang dimanfaatkan sebagai blind van untuk keperluan logistik. “Mungkin kurang disadari secara kasat mata, ternyata sebagian sepeda motor dan mobil juga melayani kebutuhan logistik. Termasuk blind van, yang meskipun bentuknya mobil penumpang, digunakan untuk mengangkut barang. Semua ini ikut menyumbang emisi karbon dan polusi udara di perkotaan,” jelas Mizandaru.
Mengupayakan Logistik yang Ramah Lingkungan
Menanggapi tantangan tersebut, ITDP mengusulkan sejumlah strategi pengelolaan logistik yang lebih ramah lingkungan agar lonjakan aktivitas pengiriman barang dari industri e-commerce tidak menambah beban pencemaran udara di perkotaan. Strategi-strategi ini mencakup pengaturan distribusi berbasis zona, penggunaan kendaraan rendah emisi, dan optimalisasi pusat distribusi.
Pengaturan distribusi berbasis zona bertujuan untuk membatasi akses kendaraan logistik tertentu ke kawasan pusat kota pada jam-jam tertentu guna mengurangi kemacetan sekaligus mengendalikan polusi udara. Selain itu, penggunaan kendaraan dengan teknologi rendah emisi seperti kendaraan listrik atau kendaraan yang menggunakan bahan bakar alternatif dapat menjadi solusi untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan.
Optimalisasi pusat distribusi juga menjadi kunci dalam menekan jarak tempuh dan frekuensi pengiriman. Dengan menempatkan gudang atau titik distribusi di lokasi yang strategis dan lebih dekat dengan konsumen, maka perjalanan kendaraan logistik menjadi lebih efisien sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang.
Langkah-langkah ini diharapkan tidak hanya membantu menekan tingkat pencemaran udara, tetapi juga mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon. Upaya ini selaras dengan target global untuk mencapai net zero emissions yang kini menjadi agenda utama banyak negara dan kota besar.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Walaupun peluang bisnis di industri e-commerce sangat besar, pertumbuhan yang tidak terkelola dengan baik bisa menimbulkan dampak lingkungan yang serius, terutama di kota-kota besar dengan tingkat mobilitas dan kepadatan penduduk tinggi. Polusi udara yang meningkat akibat emisi kendaraan logistik tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan, tetapi juga memperparah kondisi lingkungan yang sudah rentan terhadap perubahan iklim.
Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri e-commerce, dan komunitas transportasi sangat diperlukan untuk merancang kebijakan dan implementasi solusi logistik berkelanjutan. Inovasi teknologi, kebijakan insentif untuk kendaraan rendah emisi, serta pengembangan infrastruktur transportasi yang mendukung juga harus menjadi prioritas.
Industri e-commerce yang terus tumbuh perlu menyeimbangkan antara efisiensi layanan dan kelestarian lingkungan agar manfaat ekonominya tidak diiringi oleh biaya sosial yang tinggi. Dengan pengelolaan yang tepat, potensi lonjakan emisi akibat aktivitas logistik dapat diminimalisir sehingga kualitas udara di kota-kota besar tetap terjaga.