Lonjakan Penyakit Katastropik Jadi Tantangan Berat BPJS Kesehatan

Senin, 18 Agustus 2025 | 11:34:27 WIB
Lonjakan Penyakit Katastropik Jadi Tantangan Berat BPJS Kesehatan

JAKARTA - Seiring bertambahnya usia penduduk Indonesia, beban pembiayaan kesehatan yang ditanggung negara kian meningkat. Data terbaru menunjukkan bahwa penyakit katastropik masih menjadi penyedot anggaran terbesar di BPJS Kesehatan. Kondisi ini menegaskan pentingnya upaya pencegahan serta deteksi dini agar masyarakat tidak hanya mengandalkan perawatan ketika sudah jatuh sakit.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024, pengeluaran untuk pembiayaan penyakit katastropik mencapai sekitar Rp37 triliun. Angka ini menggambarkan betapa seriusnya dampak kesehatan masyarakat terhadap keberlanjutan pembiayaan layanan kesehatan nasional.

“Pertama itu penyakit yang paling banyak jantung, kedua itu kanker,” ujar Ali. Pernyataan tersebut menggarisbawahi dua penyakit utama yang menjadi penyebab tingginya biaya, yakni penyakit jantung dan kanker.

Penyakit Jantung dan Kanker Jadi Penyumbang Terbesar

Penyakit jantung menempati posisi teratas dalam daftar penyakit dengan pengeluaran terbesar yang ditanggung BPJS Kesehatan. Jumlah kasusnya mencapai 22,55 juta dengan total biaya Rp19,25 triliun. Posisi kedua ditempati oleh kanker dengan 4,24 juta kasus dan beban pengeluaran sebesar Rp6,49 triliun.

Selain dua penyakit tersebut, stroke juga menjadi salah satu penyumbang utama dengan 3,89 juta kasus yang menghabiskan Rp5,82 triliun. Tidak kalah serius, gagal ginjal dengan kebutuhan cuci darah turut masuk dalam daftar, dengan 1,44 juta kasus dan beban Rp2,76 triliun.

Beberapa penyakit lain yang juga memerlukan biaya besar antara lain haemophilia, thalassaemia, leukemia, serta sirosis hepatis. Meski jumlah kasusnya lebih kecil dibanding penyakit jantung atau kanker, namun kebutuhan perawatan jangka panjang membuat pengeluarannya tetap signifikan.

Rincian daftar delapan penyakit dengan biaya tinggi adalah sebagai berikut:

Jantung: 22.550.047 kasus, pengeluaran Rp19,25 triliun

Kanker: 4.240.719 kasus, pengeluaran Rp6,49 triliun

Stroke: 3.899.305 kasus, pengeluaran Rp5,82 triliun

Gagal ginjal: 1.448.406 kasus, pengeluaran Rp2,76 triliun

Haemophilia: 131.639 kasus, pengeluaran Rp1,11 triliun

Thalassaemia: 353.226 kasus, pengeluaran Rp794,46 miliar

Leukemia: 168.351 kasus, pengeluaran Rp599,91 miliar

Sirosis hepatis: 248.373 kasus, pengeluaran Rp463,52 miliar

Data ini memperlihatkan bahwa sebagian besar pengeluaran BPJS Kesehatan digunakan untuk penyakit yang membutuhkan perawatan intensif, jangka panjang, dan berbiaya tinggi.

Lansia Jadi Kelompok Paling Rentan

Menurut Ali Ghufron, pasien yang paling banyak membutuhkan pembiayaan dari BPJS Kesehatan adalah kelompok lanjut usia (lansia). Saat ini jumlah lansia di Indonesia tercatat sekitar 28 juta orang. Dengan tren populasi yang terus meningkat, risiko munculnya berbagai penyakit katastropik juga semakin besar.

Peningkatan populasi lansia menjadi tantangan tersendiri bagi sistem kesehatan nasional. Semakin banyak orang berusia lanjut, maka semakin tinggi pula kemungkinan munculnya penyakit kronis dan degeneratif. Hal ini tentu menuntut adanya strategi jangka panjang agar BPJS Kesehatan tetap mampu menjaga keberlanjutan layanan.

Untuk mengurangi beban pembiayaan di masa mendatang, program skrining kesehatan terus digalakkan. BPJS Kesehatan berupaya mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap kesehatan sejak dini, termasuk dengan melakukan deteksi risiko penyakit secara berkala. “Pembiayaan pemeriksaan harus ditanggung BPJS Kesehatan,” tegas Ali. Langkah ini diharapkan dapat mencegah penyakit berkembang ke tahap lebih serius yang membutuhkan biaya besar.

Pentingnya Upaya Pencegahan

Fenomena meningkatnya pembiayaan penyakit katastropik bukan hanya soal angka triliunan rupiah yang dikeluarkan, melainkan juga menyangkut kualitas hidup masyarakat. Ketergantungan pada pengobatan tanpa diimbangi gaya hidup sehat akan membuat angka penyakit katastropik terus meningkat.

Melihat tren tersebut, ada dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, deteksi dini menjadi kunci agar penyakit bisa ditangani sebelum masuk stadium berat. Kedua, perubahan gaya hidup harus menjadi prioritas, termasuk pola makan sehat, olahraga rutin, serta menghindari kebiasaan berisiko seperti merokok.

Jika langkah pencegahan berjalan konsisten, bukan hanya masyarakat yang lebih sehat, melainkan juga keberlanjutan program BPJS Kesehatan akan lebih terjamin.

Dengan data yang ada, jelas bahwa penyakit katastropik masih menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia. Angka Rp37 triliun yang dikeluarkan pada 2024 hanyalah gambaran awal dari tantangan yang bisa semakin besar seiring bertambahnya populasi lansia. Oleh karena itu, keberhasilan mengendalikan penyakit ini bukan hanya ditentukan oleh layanan BPJS Kesehatan, melainkan juga kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan sejak dini.

Terkini

Adhi Karya Siapkan Pendanaan Swasta untuk LRT Jabodebek

Senin, 08 September 2025 | 15:48:25 WIB

BPI Danantara Siapkan Proyek PLTSa di Lima Kota Besar

Senin, 08 September 2025 | 15:48:22 WIB

Pemerintah Bersama PLN Jaga Kestabilan Tarif Listrik 2025

Senin, 08 September 2025 | 15:48:19 WIB

Skrining Kesehatan BPJS Kini Lebih Mudah di Aplikasi

Senin, 08 September 2025 | 15:48:16 WIB