JAKARTA - Perkembangan teknologi keuangan di Indonesia menunjukkan pergeseran signifikan dalam cara masyarakat bertransaksi. Dompet digital atau e-wallet kini bukan sekadar pelengkap, melainkan telah menjadi pilihan utama bagi jutaan pengguna. Bank Indonesia (BI) mencatat, sejak 2014 hingga 2024, pertumbuhan akun e-wallet di Tanah Air rata-rata mencapai 47,4% per tahun. Angka ini jauh melampaui perkembangan kartu kredit yang hanya 1,94% maupun kartu debit sebesar 12,6%.
Dominasi e-wallet semakin terlihat pada pertumbuhan transaksi. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, kenaikan rata-rata transaksi e-wallet mencapai 88,3%. Bandingkan dengan kartu kredit yang hanya 7,47% dan kartu debit 6,31%. Fakta ini menggarisbawahi bahwa masyarakat semakin bergantung pada layanan pembayaran digital ketimbang instrumen keuangan konvensional.
Menurut Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM INDEF, Izzudin Al Farras, peta persaingan e-wallet di Indonesia masih dikuasai oleh empat pemain utama. “Keempatnya masih bersaing secara sengit dengan kecenderungan ShopeePay akan melampaui posisi OVO dalam beberapa tahun mendatang,” ujarnya, Kamis (28/8/2025).
Peta Persaingan Dompet Digital
Hingga kini, GoPay masih memimpin di posisi teratas. Keunggulannya terletak pada integrasi dengan berbagai layanan digital lain seperti marketplace, ride hailing, hingga layanan pesan antar makanan. Sejak didirikan pada 2016, GoPay konsisten menghadirkan inovasi, termasuk fitur terbaru berupa GoPay QRIS dengan teknologi NFC.
Posisi kedua ditempati oleh OVO. Sama halnya dengan GoPay, OVO juga terhubung dengan ekosistem digital besar sehingga memberi kemudahan transaksi bagi penggunanya. Meski begitu, ShopeePay yang saat ini berada di posisi ketiga dinilai berpeluang besar menyalip OVO. Hal ini sejalan dengan semakin luasnya pangsa pasar Shopee di Indonesia, mengingat keduanya berada di bawah payung yang sama, yaitu Sea Group.
Adapun Dana menempati posisi keempat. Meski begitu, Izzudin menyebut e-wallet ini tetap memiliki daya tarik tersendiri. “Dana masih menjadi favorit masyarakat karena sejak awal menawarkan gratis transfer, kemudahan top up, pembayaran yang simpel, serta adanya dana protection sebagai jaminan keamanan saldo,” jelasnya.
Faktor Pendorong Pertumbuhan Pesat
Izzudin menambahkan, ada tiga faktor utama yang mendorong pertumbuhan e-wallet di Indonesia. Pertama, integrasi layanan yang luas. E-wallet bukan sekadar alat pembayaran, tetapi sudah menjadi bagian dari ekosistem digital yang meliputi belanja online, transportasi, hingga pembayaran tagihan rutin.
Kedua, aspek kepraktisan penggunaan. E-wallet berada langsung di genggaman melalui ponsel pintar, sehingga pengguna tidak perlu membawa uang tunai atau kartu fisik. Kemudahan ini membuat masyarakat, terutama generasi muda, semakin nyaman bertransaksi dengan dompet digital.
Ketiga, e-wallet menghadirkan manfaat besar bagi pelaku UMKM. Tanpa harus memiliki mesin EDC, mereka bisa menerima pembayaran secara cepat, aman, dan tercatat real time. Dengan cara ini, UMKM bisa lebih efisien dalam mengelola transaksi sekaligus memperluas jangkauan konsumennya.
E-Wallet Menggeser Dominasi Kartu
Data yang ada menunjukkan, pertumbuhan e-wallet dalam 10 tahun terakhir sudah jauh meninggalkan kartu berbasis chip. Hal ini sekaligus menegaskan perubahan perilaku konsumen Indonesia yang lebih memilih kepraktisan digital.
“E-wallet akan tetap mendominasi penggunaan transaksi di Indonesia jika dibandingkan dengan kartu kredit dan kartu debit karena aspek ekosistem digital yang membentuk e-wallet sekaligus aspek praktis dan kemudahan penggunaan sehari-hari, khususnya bagi anak muda yang masuk dalam kategori Gen Z dan Milenial,” pungkas Izzudin.
Dengan prospek yang terus menanjak, kehadiran dompet digital diperkirakan akan semakin memperkuat peran ekonomi digital nasional dalam beberapa tahun mendatang. Bagi konsumen, kenyamanan bertransaksi menjadi nilai tambah utama, sementara bagi industri, persaingan ketat di antara penyedia layanan e-wallet akan terus memunculkan inovasi baru demi menarik hati pengguna.