JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan investasi dalam program hilirisasi sektor energi dan sumber daya mineral mencapai US$618 miliar atau sekitar Rp10.079,58 triliun (kurs Rp16.310) hingga tahun 2040. Program ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dalam negeri serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Kontribusi Besar terhadap PDB dan Ekspor
Dalam Rapat Kerja dengan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin, 24 Februari 2025, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengungkapkan bahwa investasi ini akan memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yakni sebesar US$235,9 miliar atau Rp3.847,53 triliun.
Selain itu, program hilirisasi ini juga diproyeksikan dapat menyumbang ekspor senilai US$857,9 miliar atau Rp13.992,35 triliun. Yuliot menjelaskan bahwa 80% dari investasi hilirisasi ini berasal dari sektor mineral dan batu bara, sedangkan 10% lainnya berasal dari minyak dan gas bumi (migas). Sisanya berasal dari sektor perkebunan, kelautan, perikanan, kehutanan, dan sektor lainnya.
“Kami mengharapkan akan terjadi investasi sekitar US$618 miliar. Dengan hilirisasi ini, kami berharap nilai tambah dalam negeri dapat meningkat signifikan,” ujar Yuliot.
Hilirisasi Kunci Pertumbuhan Ekonomi
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa hilirisasi mineral dan batu bara merupakan instrumen penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun. Pemerintah telah menyusun Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis, yang mencakup 28 komoditas hilirisasi dan memproyeksikan investasi senilai US$618 miliar.
Dari total investasi tersebut, sekitar 91% terkonsentrasi di sektor ESDM, terutama untuk hilirisasi minerba dan migas. Indonesia sendiri memiliki cadangan sumber daya alam yang besar dan strategis, termasuk:
-Nikel: Nomor 1 dunia, menguasai 42% cadangan global.
-Bauksit: Nomor 4 dunia, menguasai 9,8% cadangan global.
-Tembaga: Nomor 9 dunia, menguasai 2% cadangan global.
-Emas: Nomor 4 dunia, menguasai 5,8% cadangan global.
-Timah: Nomor 1 dunia, menguasai 34,47% cadangan global.
-Batu Bara: Nomor 6 dunia, menguasai 3% cadangan global.
Menurut Bahlil, hilirisasi akan menjadi faktor utama dalam memaksimalkan potensi sumber daya tersebut sehingga tidak hanya diekspor dalam bentuk mentah, tetapi juga diproses di dalam negeri untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar.
Danantara dan Percepatan Hilirisasi
Dalam mendukung percepatan hilirisasi, pemerintah juga telah meluncurkan Danantara, sebuah dana kekayaan negara atau sovereign wealth fund (SWF) yang akan mengelola aset senilai lebih dari US$900 miliar atau Rp14.680 triliun. Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa investasi awal Danantara senilai US$20 miliar akan difokuskan pada 20 proyek strategis, termasuk:
-Hilirisasi nikel, bauksit, dan tembaga.
-Pembangunan pusat data dan kecerdasan buatan.
-Pembangunan kilang minyak dan pabrik petrokimia.
-Produksi pangan dan protein.
-Pengembangan akuakultur dan energi terbarukan.
Presiden berharap Danantara dapat membangun kemitraan strategis antara BUMN, swasta, dan UMKM dalam berbagai proyek infrastruktur, energi, dan pendidikan.
Optimisme terhadap Masa Depan Hilirisasi
Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira, dengan permodalan yang lebih kuat, Danantara dapat membantu pemerintah dalam merealisasikan hilirisasi dan transisi energi lebih cepat.
“Dengan mengkonsolidasikan sumber daya strategis nasional dan mengoptimalkan pengelolaan aset BUMN, Danantara akan menjadi katalis bagi industrialisasi berbasis nilai tambah. Ini memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia tidak lagi diekspor mentah, tetapi diolah dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” jelas Bhima.
Ia juga menambahkan bahwa keberadaan Danantara dapat menjadi solusi dalam mempercepat implementasi proyek-proyek transisi energi.
“Danantara bisa menjadi harapan untuk mempercepat realisasi proyek-proyek dari transisi energi,” pungkasnya.
Dengan adanya program hilirisasi yang terstruktur dan dukungan investasi besar dari berbagai pihak, Indonesia diharapkan dapat semakin mandiri dalam sektor industri berbasis sumber daya alam serta meningkatkan daya saingnya di pasar global.