JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan regulasi baru terkait asuransi kesehatan guna meningkatkan transparansi dan perlindungan bagi konsumen serta memperbaiki tata kelola industri. Aturan ini diharapkan menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi perusahaan asuransi maupun nasabah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa regulasi ini masih dalam tahap pembahasan dengan berbagai pihak, termasuk industri dan asosiasi asuransi.
Regulasi untuk Transparansi dan Perlindungan Konsumen
Ogi menekankan bahwa aturan ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan perlindungan konsumen dalam layanan asuransi kesehatan.
“Regulasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, baik dari sisi nasabah dengan meningkatkan transparansi dan perlindungan konsumen maupun dari sisi perusahaan asuransi, dengan menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan berkelanjutan dalam ekosistem asuransi kesehatan,” ujar Ogi.
Untuk menyusun regulasi ini, OJK masih berdiskusi dengan berbagai pihak guna memastikan kebijakan yang dihasilkan selaras dengan kebutuhan industri dan konsumen.
Peran Medical Advisory Board (MAB) dalam Asuransi Kesehatan
Selain transparansi, Ogi juga menyoroti pentingnya Medical Advisory Board (MAB) dalam proses underwriting asuransi kesehatan. Menurutnya, penerapan MAB merupakan praktik terbaik secara global yang dapat meningkatkan proses seleksi risiko dalam layanan asuransi kesehatan.
“Adanya MAB merupakan salah satu best practices secara global dengan tujuan untuk memberikan nasihat, pendapat, dan untuk melakukan telaah utilisasi [utilization review] sehingga proses underwriting produk asuransi kesehatan menjadi lebih baik,” jelasnya.
Regulasi Skema Coordination of Benefit (CoB)
Lebih lanjut, Ogi juga membahas skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berada di bawah kewenangan pemerintah. Ia menekankan bahwa kebijakan mengenai iuran JKN mempertimbangkan berbagai faktor baik internal maupun eksternal.
Terkait skema Coordination of Benefit (CoB), Ogi menyebut bahwa Kementerian Kesehatan (Kemkes) telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan pada September 2024 untuk mengatur mekanisme CoB. Namun, menurutnya, aturan lebih lanjut masih diperlukan agar implementasi CoB dapat berjalan lebih optimal.
“Diharapkan dengan adanya skema CoB, ekosistem kesehatan menjadi semakin kuat dan lebih banyak pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan akses dan layanan kesehatan,” tuturnya.
Tren Klaim Kesehatan di Industri Asuransi Jiwa
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), klaim kesehatan industri asuransi jiwa sepanjang 2024 tumbuh 16,4% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp24,18 triliun. Namun, pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan 2023, yang mencatat kenaikan klaim sebesar 24,6%.
Tren data AAJI menunjukkan bahwa klaim kesehatan asuransi jiwa pada 2022 tercatat sebesar Rp16,7 triliun. Angka tersebut melonjak 24,6% YoY menjadi Rp20,77 triliun pada 2023, sebelum akhirnya pertumbuhan melandai ke 16,4% YoY pada 2024 dengan total klaim Rp24,18 triliun.
Dengan tren pertumbuhan klaim kesehatan yang terus meningkat, regulasi baru dari OJK diharapkan dapat memperkuat ekosistem asuransi kesehatan dan memberikan kepastian hukum bagi semua pemangku kepentingan. Ke depan, kebijakan ini akan menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia.