ESDM Buka Ruang Diskusi Bersama Pengusaha Nikel Bahas Rencana Kenaikan Tarif Royalti

Selasa, 15 April 2025 | 08:55:30 WIB
ESDM Buka Ruang Diskusi Bersama Pengusaha Nikel Bahas Rencana Kenaikan Tarif Royalti

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka ruang diskusi dengan para pelaku usaha industri nikel terkait rencana penyesuaian tarif royalti mineral dan batu bara (minerba). Diskusi tersebut dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 17 April 2025, menyusul keberatan dari kalangan pengusaha terhadap rencana kebijakan tersebut.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengatakan pertemuan dengan para pelaku industri nikel akan difokuskan untuk mencari titik temu agar kebijakan pemerintah tetap adil bagi semua pihak.

“Yang jelas kami ada diskusi besok hari Kamis. Minggu ini mau diskusi gimana cara ini [tetap adil], gitu-gitulah. Apakah ongkosnya kita [sesuaikan], gimana caranya supaya margin mereka [pengusaha] tetap bagus, tapi royalti naik,” ujar Tri di Kantor Kementerian ESDM.

Rencana kenaikan tarif royalti minerba akan berlaku mulai pekan kedua April 2025. Kenaikan ini mencakup komoditas batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, hingga logam timah, dengan kisaran tarif fluktuatif antara 1 hingga 3 persen, menyesuaikan harga komoditas pasar. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari upaya peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menegaskan bahwa revisi peraturan terkait tarif royalti telah rampung dan akan segera diberlakukan. “Bulan ini sudah berlaku efektif. Minggunya, mungkin minggu kedua sudah berlaku efektif dan sudah tersosialisasikan,” ujarnya di Kantor Kementerian ESDM.

Namun, kalangan industri nikel menyampaikan keberatan. Indonesian Mining Association (IMA) menyatakan bahwa penyesuaian tarif di tengah kondisi ketidakpastian global, terutama akibat perang dagang, justru dapat melemahkan daya saing industri nasional.

Direktur Eksekutif IMA, Hendra Sinadia, menyatakan, “Sebagai mitra pemerintah, tentu anggota IMA akan mematuhi. Namun, kami mengharapkan bisa dibahas lagi mengingat situasi perang dagang. Dalam kondisi perang tarif justru industri minerba kita tidak terdampak langsung sehingga berpotensi menopang perekonomian kita, pelaku usaha perlu didukung, termasuk tidak dibebani kenaikan royalti.”

Senada, Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Alexander Barus, juga menyarankan pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut secara cermat. Ia menyoroti kondisi pasar nikel global yang sedang mengalami penurunan tajam dalam beberapa bulan terakhir. Harga nikel dunia saat ini berada di level terendah sejak 2020, yaitu US$13.800 per ton, turun 16% dalam sebulan dan 23% dalam enam bulan terakhir.

“Penyesuaian kebijakan fiskal, seperti kenaikan royalti, harus mempertimbangkan kondisi pasar saat ini yang sedang mengalami penurunan harga agar tidak membebani pelaku industri di tengah upaya menjaga keberlangsungan hilirisasi nikel nasional,” jelas Alexander.

Selain pelemahan harga global, pelaku usaha juga menghadapi tekanan tambahan dari dalam negeri, seperti kenaikan UMR, kebijakan B40, kewajiban devisa hasil ekspor (DHE), hingga rencana penerapan pajak minimum global pada 2025.

Terkini

Menikmati Beragam Menu Lezat Marugame Udon di Indonesia

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:18 WIB

Chocolate Bingsu, Dessert Segar Favorit Anak Muda Indonesia

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:16 WIB

4 Spot Burnt Cheesecake Paling Lezat di Malang

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:14 WIB

Menikmati Gelato Jogja: Ragam Rasa yang Menggoda Lidah

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:12 WIB

Little Salt Bread Viral: 4 Menu Best Seller Wajib Coba

Selasa, 09 September 2025 | 16:26:10 WIB