Rupiah Masih Melemah, Pelaku Pasar Tunggu Kejelasan Kebijakan The Fed

Kamis, 09 Oktober 2025 | 11:11:30 WIB
Rupiah Masih Melemah, Pelaku Pasar Tunggu Kejelasan Kebijakan The Fed

JAKARTA - Nilai tukar rupiah kembali belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan di tengah kuatnya tekanan dolar Amerika Serikat (AS). Para pelaku pasar kini menunggu hasil risalah Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan menjadi penentu arah pergerakan rupiah dalam jangka pendek.

Pada perdagangan Rabu (8 Oktober 2025), rupiah ditutup melemah tipis 0,07% ke posisi Rp16.573 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg. Sementara itu, kurs Jisdor Bank Indonesia (BI) juga melemah 0,28% ke level Rp16.606 per dolar AS, menandai pelemahan beruntun yang terjadi sejak awal pekan ini.

Pergerakan mata uang Garuda kali ini mencerminkan kombinasi tekanan eksternal dan faktor domestik yang belum sepenuhnya pulih. Meskipun pelemahan masih terbatas, arah rupiah diprediksi bergantung pada hasil risalah FOMC yang akan dirilis Kamis (9 Oktober 2025) waktu Indonesia.

Pengaruh The Fed dan Data Domestik Terhadap Rupiah

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai bahwa pelemahan rupiah tidak lepas dari dominasi dolar AS yang tengah menguat. Kenaikan nilai dolar didorong oleh pernyataan bernada hawkish dari sejumlah pejabat Federal Reserve (The Fed) yang kembali menegaskan sikap ketat terhadap kebijakan suku bunga.

Menurut Lukman, sikap hawkish tersebut memperkuat keyakinan pasar bahwa The Fed belum akan melonggarkan kebijakan moneternya dalam waktu dekat. Imbasnya, permintaan terhadap dolar AS meningkat dan menekan kinerja mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Meski begitu, intervensi aktif dari Bank Indonesia (BI) disebut mampu menahan tekanan agar tidak berlebihan. “Namun, intervensi BI membatasi pelemahan,” ujar Lukman.

Selain faktor eksternal, rupiah juga tertekan oleh kondisi ekonomi dalam negeri. Penurunan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia pada September 2025 turut memperlemah sentimen terhadap mata uang domestik.

Penurunan indeks ini menandakan konsumsi masyarakat mulai melambat, yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi kuartal terakhir tahun ini. Para investor melihat kondisi ini sebagai tanda bahwa daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dari tekanan inflasi.

Pasar Menanti Sinyal Kebijakan dari FOMC

Fokus pasar kini tertuju pada hasil risalah pertemuan FOMC yang akan dipublikasikan malam ini waktu AS. Hasil rapat tersebut diharapkan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai arah kebijakan moneter The Fed ke depan.

Lukman memperkirakan, Ketua The Fed Jerome Powell kemungkinan besar akan mempertahankan nada hawkish. Hal ini sejalan dengan sikap hati-hati bank sentral AS dalam menjaga keseimbangan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

“Hal ini akan mendorong dolar AS kembali menguat dan menekan rupiah,” terangnya. Ia menilai, selama The Fed belum memberikan sinyal penurunan suku bunga, ruang penguatan rupiah masih terbatas.

Dalam konteks global, dolar AS memang sedang menikmati momentum positif. Kekhawatiran atas perlambatan ekonomi Eropa dan tekanan di pasar Asia membuat investor lebih banyak beralih ke aset dolar sebagai bentuk perlindungan.

Sementara itu, mata uang negara berkembang cenderung melemah karena arus keluar dana asing masih berlanjut. Rupiah menjadi salah satu mata uang yang terkena dampak paling nyata dari perubahan arah modal global tersebut.

Prediksi Pergerakan Rupiah dan Strategi Pasar

Dengan kondisi seperti ini, Lukman Leong memperkirakan bahwa tekanan terhadap rupiah belum akan mereda dalam waktu dekat. Ia menilai, pergerakan rupiah pada perdagangan Kamis (9 Oktober 2025) akan sangat dipengaruhi oleh hasil risalah FOMC.

“Jika nada hawkish tetap dipertahankan, dolar akan melanjutkan penguatannya, dan rupiah bisa kembali melemah,” jelasnya. Ia memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp16.500–Rp16.650 per dolar AS pada perdagangan esok hari.

Menurutnya, posisi ini masih tergolong stabil selama Bank Indonesia tetap melakukan langkah-langkah intervensi di pasar valas dan obligasi. Kebijakan stabilisasi BI menjadi faktor penting dalam menjaga kepercayaan investor di tengah ketidakpastian global.

Namun, jika The Fed memberikan sinyal perubahan kebijakan menuju pelonggaran, maka peluang penguatan rupiah terbuka lebar. Penurunan suku bunga AS akan menekan dolar dan memberikan ruang bagi mata uang lain untuk menguat.

Di sisi lain, pasar juga menanti perkembangan data ekonomi domestik seperti inflasi dan neraca perdagangan. Data positif dari sisi makroekonomi dapat menjadi katalis tambahan bagi penguatan rupiah dalam jangka menengah.

Intervensi BI dan Harapan Pemulihan Jangka Panjang

Meski menghadapi tekanan eksternal yang kuat, langkah Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas rupiah dinilai cukup efektif. Melalui kombinasi intervensi di pasar spot, transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF), dan pembelian surat berharga negara (SBN), BI berupaya menjaga volatilitas tetap terkendali.

Langkah ini memberikan sinyal positif kepada pasar bahwa otoritas moneter siap bertindak untuk mengurangi gejolak nilai tukar. Hal tersebut juga membantu mencegah kepanikan pelaku pasar dan menjaga likuiditas tetap terjaga.

Namun, tekanan jangka pendek terhadap rupiah diperkirakan belum berakhir. Kondisi ekonomi global yang tidak pasti, terutama terkait kebijakan suku bunga The Fed dan perlambatan pertumbuhan di Tiongkok, masih menjadi tantangan utama.

Pemerintah dan BI diharapkan terus memperkuat koordinasi dalam menjaga stabilitas ekonomi domestik. Dukungan fiskal dan kebijakan struktural menjadi kunci untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia ke depan.

Rupiah di Tengah Ketidakpastian Global

Secara keseluruhan, pelemahan rupiah kali ini mencerminkan dinamika global yang masih sangat fluktuatif. Dolar AS tetap menjadi mata uang paling dominan di tengah kondisi pasar yang mencari kepastian dan keamanan.

Namun, para analis menilai tekanan terhadap rupiah tidak akan berlangsung selamanya. Ketika ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter global mulai berubah, ruang penguatan bagi rupiah akan terbuka kembali.

Untuk saat ini, pelaku pasar disarankan tetap waspada dan menunggu hasil risalah FOMC malam ini. Hasilnya akan menjadi arah utama pergerakan mata uang dan aset berisiko pada perdagangan Kamis, 9 Oktober 2025. 

Jika The Fed memberikan nada yang lebih moderat, rupiah berpeluang memperbaiki posisi pada akhir pekan ini. Namun jika sebaliknya, tekanan jangka pendek bisa berlanjut meski BI terus menjaga stabilitas pasar.

Terkini