Sri Mulyani

Sri Mulyani: Kebutuhan Infrastruktur Indonesia 2025-2029 Capai Rp10.151 Triliun, APBN Hanya Mampu Biayai 40 persen

Sri Mulyani: Kebutuhan Infrastruktur Indonesia 2025-2029 Capai Rp10.151 Triliun, APBN Hanya Mampu Biayai 40 persen
Sri Mulyani: Kebutuhan Infrastruktur Indonesia 2025-2029 Capai Rp10.151 Triliun, APBN Hanya Mampu Biayai 40 persen

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan kebutuhan dana besar untuk pembangunan infrastruktur Indonesia selama periode 2025 hingga 2029. Total kebutuhan anggaran diperkirakan mencapai USD 625,37 miliar atau setara dengan Rp 10.151 triliun. Namun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hanya mampu menutupi sekitar 40 persen dari total kebutuhan tersebut.

Dalam paparan yang disampaikan di Jakarta Convention Center (JCC) pada Kamis, 13 Juni 2025, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah pusat hanya dapat mengalokasikan dana sebesar USD 143,84 miliar, atau sekitar 23 persen dari total kebutuhan. Sementara pemerintah daerah hanya mampu memenuhi 17 persen atau sekitar USD 106,31 miliar.

“Total kebutuhan investasi infrastruktur untuk periode 2025 hingga 2026 diperkirakan sekitar USD 625 miliar. Anggaran pemerintah yang digabungkan dengan anggaran pemerintah daerah akan menutupi sekitar 40 persen. Jadi kita pasti menghadapi kesenjangan pendanaan ini,” ungkap Sri Mulyani.

Untuk mengatasi kesenjangan pendanaan yang cukup besar ini, Sri Mulyani menekankan perlunya peran aktif dari sektor swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia berharap sekitar 30 persen dari total kebutuhan atau senilai USD 187,61 miliar dapat dipenuhi oleh BUMN dan sektor swasta.

“Ini akan membutuhkan partisipasi sektor swasta dan juga dukungan dari banyak mitra dan juga menuntut terciptanya mekanisme pendanaan yang inovatif,” tambahnya.

Selain persoalan pendanaan, Menteri Keuangan juga menggarisbawahi tantangan global yang semakin berat, termasuk ketegangan geopolitik, fragmentasi ekonomi dunia, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang turut mempersempit ruang fiskal negara. Risiko perubahan iklim juga menjadi ancaman serius yang harus diperhatikan dalam perencanaan infrastruktur.

“Infrastruktur mengonsumsi sekitar 60 persen bahan baku dunia. Hal ini menggarisbawahi urgensi untuk mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam siklus hidup infrastruktur dari perencanaan hingga implementasi,” kata Sri Mulyani.

Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan porsi pembiayaan infrastruktur dari sektor swasta. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pemerintah menargetkan peningkatan peran swasta dalam pembiayaan proyek-proyek infrastruktur.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa porsi pembiayaan swasta pada RPJMN sebelumnya mencapai 35,5 persen untuk periode 2015–2019 dan meningkat menjadi 42 persen pada periode 2020–2024. Untuk periode 2025–2029, meskipun angka pastinya belum final, pemerintah akan terus mendorong agar pembiayaan swasta meningkat guna mengurangi beban APBN dan APBD.

“Saat ini pembiayaan dari pihak swasta mencapai sekitar Rp 2.700 triliun. Kita akan mendorong supaya tidak membebani APBN khususnya pada proyek-proyek yang sudah berjalan. Untuk peningkatan nilainya, kami akan dorong kembali,” ujar Susiwijono.

Guna menarik lebih banyak investasi dari sektor swasta, pemerintah telah meluncurkan dua skema pembiayaan infrastruktur baru, yakni Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) atau Land Concession Scheme (LCS), serta Pengelolaan Peningkatan Perolehan Nilai Kawasan (P3NK) atau Land Value Capture (LVC). Skema-skema ini diharapkan mampu membuka peluang investasi yang lebih luas dan inovatif.

Dengan besarnya kebutuhan pendanaan dan kompleksitas pembangunan infrastruktur, Sri Mulyani menegaskan pentingnya kolaborasi erat antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan serta mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kita harus bekerja sama untuk menciptakan mekanisme pendanaan yang inovatif dan memastikan bahwa pembangunan infrastruktur dapat berjalan dengan efektif dan efisien,” tutup Sri Mulyani.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index