JAKARTA - Industri reasuransi umum Indonesia menghadapi tantangan berat pada kuartal I 2025. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), premi reasuransi tercatat anjlok 13,8% secara tahunan (year on year/yoy), sementara klaim melonjak tajam hingga 43,7% yoy.
Penurunan Premi dan Lonjakan Klaim
Wakil Ketua AAUI Bidang Statistik dan Riset, Trinita Situmeang, mengungkapkan bahwa premi reasuransi turun dari Rp7,48 triliun pada kuartal I 2024 menjadi Rp6,45 triliun pada periode yang sama tahun 2025. Penurunan terbesar terjadi pada lini bisnis reasuransi properti, yang mengalami penurunan premi sebesar Rp1,92 triliun atau 43,5% yoy. Sementara itu, lini bisnis reasuransi kredit mencatatkan peningkatan premi sebesar Rp461 miliar atau 55,5% yoy.
Di sisi lain, klaim reasuransi umum tercatat meningkat Rp796 miliar atau 43,7% yoy, dari Rp1,82 triliun pada kuartal I 2024 menjadi Rp2,62 triliun pada kuartal I 2025. Lini bisnis reasuransi kredit mencatatkan kenaikan klaim terbesar, yakni Rp518 miliar atau 414,4% yoy, diikuti oleh lini bisnis reasuransi aneka yang meningkat Rp105 miliar atau 106,1% yoy.
Faktor Penyebab dan Tantangan Industri
Trinita Situmeang menjelaskan bahwa penurunan premi dan lonjakan klaim ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, kondisi ekonomi global yang tidak menentu menyebabkan perusahaan reasuransi lebih berhati-hati dalam menerima risiko. Kedua, adanya peningkatan klaim pada lini bisnis tertentu, seperti kredit dan aneka, yang mempengaruhi rasio klaim terhadap premi.
Selain itu, Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menambahkan bahwa industri reasuransi menghadapi tantangan dalam mempertahankan premi domestik. Budi mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan aliran premi ke perusahaan reasuransi luar negeri, yang berdampak pada penurunan premi yang diterima oleh perusahaan reasuransi domestik. Hal ini menunjukkan adanya capital flight dalam industri reasuransi Indonesia.
Proyeksi dan Harapan ke Depan
Meskipun menghadapi tantangan, AAUI tetap optimistis terhadap prospek industri reasuransi pada tahun 2025. Trinita Situmeang memproyeksikan bahwa premi reasuransi dapat tumbuh di atas 7% pada tahun 2025, dengan catatan bahwa perusahaan reasuransi lokal perlu meningkatkan kemampuan retensi untuk menahan aliran premi ke luar negeri. Selain itu, Budi Herawan berharap agar implementasi asuransi wajib Third Party Liability (TPL) tidak ditunda, karena hal tersebut dapat memberikan dampak positif bagi industri reasuransi domestik.
Namun, Budi juga mengingatkan bahwa tantangan besar tetap ada, dan industri reasuransi harus siap menghadapi dinamika pasar yang semakin kompleks. Dengan meningkatkan efisiensi, kualitas underwriting, dan memperkuat kapasitas domestik, diharapkan industri reasuransi Indonesia dapat kembali tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Industri reasuransi umum Indonesia menghadapi kontraksi premi dan lonjakan klaim pada kuartal I 2025. Meskipun demikian, AAUI tetap optimistis terhadap prospek industri ini dengan proyeksi pertumbuhan premi di atas 7% pada tahun 2025. Namun, perusahaan reasuransi perlu meningkatkan kemampuan retensi dan efisiensi untuk menghadapi tantangan yang ada.