JAKARTA - Harga minyak mentah dunia ditutup stabil pada akhir pekan ini, Jumat, 27 Juni 2025, setelah sempat berfluktuasi akibat laporan rencana kenaikan produksi oleh kelompok negara pengekspor minyak dan sekutunya (OPEC+). Meski harga relatif bertahan di akhir sesi, sepanjang pekan lalu minyak mencatat koreksi tajam hingga 12%, penurunan mingguan terbesar sejak Maret 2023.
Harga minyak mentah Brent tercatat naik tipis sebesar 4 sen atau 0,1%, menjadi US$ 67,77 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat mengalami kenaikan sebesar 28 sen atau 0,4%, ditutup pada level US$ 65,52 per barel.
Kestabilan harga tersebut terjadi di tengah tekanan pasar setelah laporan bahwa OPEC+ berencana meningkatkan produksi minyak. Berdasarkan keterangan dari empat delegasi OPEC+, kelompok tersebut akan menaikkan produksi sebesar 411.000 barel per hari (bph) pada Agustus 2025. Peningkatan ini melanjutkan rencana serupa yang dijadwalkan pada Juli.
“Laporan tentang peningkatan produksi OPEC keluar dan harga langsung anjlok,” ujar Phil Flynn, analis senior dari Price Futures Group, menjelaskan reaksi pasar pada pertengahan sesi perdagangan.
Faktor Tekanan Lain: Geopolitik Mereda
Penurunan harga minyak sepanjang pekan lalu juga dipengaruhi oleh perkembangan geopolitik di Timur Tengah. Ketegangan antara Iran dan Israel yang sempat memanas selama 12 hari—dimulai dari serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni—telah mereda setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tercapainya gencatan senjata.
Ketika konflik berlangsung, harga Brent sempat melonjak di atas US$ 80 per barel karena kekhawatiran gangguan pasokan. Namun setelah pengumuman gencatan senjata, harga kembali turun ke kisaran US$ 67 per barel.
“Pasar kini hampir sepenuhnya mengabaikan premi risiko geopolitik dan kembali fokus pada fundamental,” ungkap Janiv Shah, analis dari Rystad Energy.
Permintaan dan Data Stok Menahan Tekanan Penurunan
Meski diwarnai sentimen negatif, beberapa faktor mendukung stabilisasi harga minyak menjelang akhir pekan. Harapan akan peningkatan permintaan global dalam beberapa bulan ke depan turut membantu menahan penurunan harga.
“Kita melihat adanya premi permintaan pada minyak,” kata Flynn, menambahkan bahwa keyakinan terhadap pertumbuhan konsumsi turut menopang harga pada awal perdagangan Jumat.
Data terbaru dari pemerintah AS menunjukkan penurunan signifikan dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar selama pekan lalu. Penurunan tersebut mencerminkan tingginya aktivitas penyulingan dan meningkatnya permintaan bahan bakar domestik.
Di kawasan Eropa, data dari pusat perdagangan Amsterdam-Rotterdam-Antwerp (ARA) mencatat bahwa stok gasoil independen anjlok ke level terendah dalam lebih dari setahun. Sementara itu, di Singapura, stok sulingan menengah juga mencatat penurunan karena ekspor neto meningkat secara mingguan.
Rekor Impor Minyak Iran oleh China
Faktor lain yang turut memengaruhi pasar minyak global adalah meningkatnya impor minyak dari Iran oleh China. Berdasarkan data pelacakan kapal dari Vortexa, dalam periode 1–20 Juni, China mengimpor lebih dari 1,8 juta barel minyak Iran per hari. Jumlah ini menjadi rekor tertinggi dalam sejarah dan dipicu oleh percepatan pengiriman sebelum potensi konflik Iran-Israel kembali meningkat serta peningkatan kebutuhan dari kilang independen di China.
Penurunan Aktivitas Pengeboran di AS
Sementara itu, laporan mingguan dari perusahaan jasa energi Baker Hughes menunjukkan penurunan jumlah rig minyak dan gas alam aktif di Amerika Serikat. Pada pekan ini, jumlah rig minyak turun enam unit menjadi 432 rig, posisi terendah sejak Oktober 2021. Ini menjadi penurunan selama empat bulan berturut-turut, yang dipandang sebagai indikator pelemahan potensi produksi AS ke depan.
Kondisi tersebut bisa menjadi penyeimbang dari sentimen bearish yang disebabkan oleh rencana peningkatan produksi OPEC+, terutama jika permintaan global benar-benar meningkat seperti yang diantisipasi pasar.
Stabilisasi harga minyak dunia pada akhir pekan lalu mencerminkan dinamika kompleks antara sentimen geopolitik, proyeksi permintaan, dan kebijakan produksi negara-negara produsen utama. Dengan pasar kini kembali fokus pada fundamental seperti suplai, permintaan, dan cadangan minyak, arah harga dalam jangka pendek masih bergantung pada implementasi rencana produksi OPEC+ dan perkembangan konsumsi global di paruh kedua tahun ini.