Kementerian ESDM

Kementerian ESDM Usulkan Subsidi Listrik 2026 Naik Jadi Rp104,97 Triliun

Kementerian ESDM Usulkan Subsidi Listrik 2026 Naik Jadi Rp104,97 Triliun
Kementerian ESDM Usulkan Subsidi Listrik 2026 Naik Jadi Rp104,97 Triliun

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melayangkan usulan peningkatan anggaran subsidi listrik untuk tahun 2026 ke Komisi XII DPR RI. Nilai yang diusulkan mencapai Rp 104,97 triliun, atau melonjak signifikan dibanding alokasi tahun ini yang “hanya” sebesar Rp 90,32 triliun. Usulan ini ditujukan agar penyesuaian tarif listrik tidak membebani masyarakat, namun juga memunculkan berbagai pertimbangan fiskal dan ekonomi.

Mengapa Anggaran Subsidi Listrik Naik?

Ditingkatkan menjadi Rp 104,97 triliun—atau lebih besar sekitar Rp 14,65 triliun dari alokasi tahun anggaran 2025 usulan ESDM dipicu oleh kondisi makro yang berubah. Tekanan dari kenaikan harga listrik global, fluktuasi harga bahan bakar, serta realitas pasokan domestik menjadi latar utama.

Menteri ESDM dalam penyampaian program “Squawk Box” menyebut bahwa tanpa penyesuaian alokasi subsidi, beban masyarakat akan meningkat tajam jika tarif listrik disesuaikan mengikuti harga keekonomian. Sehingga, pemerintah ingin agar masyarakat tetap terlindungi dari lonjakan tarif listrik, terutama di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Dampak Ekonomi dan Politik

Pengusulan kenaikan subsidi ini tentu harus diproses melalui dua jalur utama: pembahasan dengan Komisi XII DPR RI, dan evaluasi oleh Kementerian Keuangan serta Badan Anggaran.

Implikasi Fiskal
Dengan kenaikan subsidi listrik, maka beban anggaran negara berdasarkan komposisi APBN juga meningkat. Ini mendorong DPR dan pemerintah untuk meninjau struktur fiskal secara keseluruhan, serta potensi pembiayaan alternatif.

Aspek Keadilan Sosial
Subsidi listrik sejatinya ditujukan untuk golongan rumah tangga berpendapatan rendah. Jumlah alokasinya yang naik menyiratkan bahwa pemerintah ingin memperluas cakupan atau menambah intensitas dukungan, agar golongan rentan tidak terdampak oleh potensi kenaikan tarif dasar listrik (TDL).

Ruang Kebijakan terhadap Tarif Keekonomian
Selama ini, tarif listrik di Indonesia disublisiasi—disuara untuk melindungi konsumen. Kenaikan anggaran ini bisa jadi sinyal bahwa pemerintah bakal tetap menahan kenaikan tarif, agar menjaga daya beli masyarakat.

Kajian Lanjut dan Pengawasan DPR

Komisi XII DPR RI dijadwalkan menggelar rapat dengar pendapat dengan pihak ESDM dan Kementerian Keuangan dalam bulan ini. Beberapa poin penting yang akan diajukan DPR:

Bagaimana alokasi Rp 104,97 triliun tersebut dibagi antara pelanggan rumah tangga, industri, dan sektor lain?

Apakah kenaikan alokasi ini melekat pada kriteria sosial—apakah subsidi tetap tepat sasaran atau justru benefisiari berlapis?

Adakah mekanisme evaluasi dan monitoring agar subsidi tepat guna dan menghindari kebocoran anggaran?

Dalam dua kesempatan rapat, Komisi XII berpotensi menyoroti nilai keekonomian tarif listrik, efektivitas penyaluran subsidi, dan perimbangan dengan target fiskal negara.

Catatan Penting: Sinergi dengan Kebijakan Energi Nasional

Subsidi listrik juga terkait langsung dengan strategi transformasi energi nasional, terutama upaya pengurangan emisi karbon. Pemerintah tengah mendorong transisi ke energi terbarukan (EBT). Namun, anggaran subsidi yang mepet bisa mengurangi daya dukung terhadap investasi EBT—apalagi jika karena anggaran klimat, subsidi malah tersedot untuk menjaga tarif konvensional.

Beberapa kalangan memandang alokasi Rp 104,97 triliun untuk subsidi listrik 2026 mestinya bersinergi dengan program konservasi, efisiensi energi, dan pembangunan pembangkit energi hijau. Misalnya, memperluas penggunaan panel surya atap di rumah tangga atau insentif untuk penggerak kendaraan listrik (EV).

Menjaga Ekonomi Rumah Tangga: Tujuan Utama Pemerintah

Menteri ESDM menegaskan bahwa tujuan utama tetap menjaga agar masyarakat tidak terbebani oleh lonjakan biaya listrik di tengah inflasi dan tekanan harga global. Subsidi dianggap instrumen efektif untuk meredam dampak sosial dari kenaikan harga energi.

“Subsidi listrik membantu masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan dasar—seperti penerangan, memasak, dan menggunakan peralatan dasar—tanpa menyalahi anggaran rumah tangga,” ungkapnya dalam “Squawk Box” CNBC Indonesia.

Tahapan Lanjutan Menuju Finalisasi Anggaran

Saat ini, usulan telah resmi didaftarkan ke Komisi XII DPR. Agenda-Timeline selanjutnya:

Rapat Dengar Pendapat (RDP) – hitung-hitungan detil subsidi dan penyesuaian biaya.

Pembahasan di Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan – memastikan kesinambungan dengan target fiskal.

Pengesahan APBN–P atau APBN 2026 – bila dinyatakan layak, nilai alokasi akan resmi masuk dalam APBN Tahun Anggaran 2026.

Usulan peningkatan subsidi listrik hingga Rp 104,97 triliun untuk 2026 merupakan langkah antisipatif pemerintah dalam menjaga stabilitas biaya listrik bagi masyarakat. Namun, realisasi usulan tersebut bergantung pada hasil bahasan antara legislatif dan eksekutif—apakah benar-benar dibutuhkan atau dapat dipenuhi sesuai target efisiensi dan konsolidasi fiskal. Sementara itu, publik menanti bagaimana debat ini akan berdampak pada daya beli dan kelangsungan program energi berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index