JAKARTA - Industri asuransi umum Indonesia menghadapi tantangan baru di tengah perlambatan pertumbuhan premi yang tercatat hingga Mei 2025. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pendapatan premi asuransi umum dan reasuransi mencapai Rp 66,08 triliun, naik 3,43% secara tahunan. Namun, pertumbuhan ini menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 5,79%. Tren ini mencerminkan kondisi yang semakin berhati-hati di sektor asuransi, di tengah dinamika perekonomian domestik dan perubahan prioritas proyek nasional.
Dampak Kondisi Ekonomi dan Proyek Strategis terhadap Industri Asuransi
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menilai perlambatan pertumbuhan premi asuransi merupakan cerminan dari kondisi ekonomi nasional yang tengah mengalami penyesuaian. “Salah satu penyebab utama perlambatan ini adalah dampak dari kondisi perekonomian domestik yang tengah dalam fase penyesuaian,” ungkap Budi.
Proyek-proyek strategis nasional seperti pembangunan 3 juta rumah, infrastruktur energi dan transportasi, hingga proyek Ibu Kota Negara (IKN), mengalami penundaan atau revisi jadwal akibat konsolidasi fiskal dan perubahan alokasi anggaran. Hal ini berdampak langsung pada permintaan asuransi untuk sektor konstruksi, pengangkutan barang, serta asuransi properti dan tanggung jawab hukum (liability) yang selama ini menjadi penggerak utama pendapatan premi.
Penyerapan anggaran pembangunan infrastruktur pemerintah hingga pertengahan tahun juga tercatat masih di bawah target, yang semakin memperkuat tekanan pada industri asuransi umum. Perlambatan ini membuat perusahaan asuransi harus menyesuaikan strategi agar tetap dapat bertahan dan berkembang di tengah ketidakpastian.
Penyesuaian Internal dan Strategi Perusahaan Asuransi
Tidak hanya faktor eksternal, industri asuransi umum juga dihadapkan pada tantangan internal berupa penyesuaian terhadap regulasi dan standar akuntansi baru. Budi menjelaskan, perusahaan asuransi kini harus memenuhi ketentuan ekuitas minimum sesuai POJK Nomor 23 Tahun 2023 dan mengimplementasikan standar pelaporan keuangan PSAK 117 yang mempengaruhi pencatatan cadangan teknis.
Perubahan ini menuntut perusahaan asuransi untuk lebih selektif dalam memilih risiko yang diasuransikan (underwriting) dan menjaga kesehatan keuangan jangka panjang dengan lebih konservatif. Dampaknya, ekspansi portofolio premi menjadi lebih moderat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, penerapan PSAK 117 berdampak pada nilai ekuitas perusahaan sehingga mendorong kebutuhan antisipasi kebijakan akuntansi baru ini agar kesehatan keuangan tetap terjaga.
Penguatan Kerja Sama dan Inovasi Produk
Untuk menjaga momentum pertumbuhan premi di tengah kondisi yang menantang, AAUI mendorong perusahaan asuransi untuk memperkuat kolaborasi dengan reasuradur nasional. Langkah ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas retensi risiko dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan pada reasuransi luar negeri yang kini semakin selektif dan berbiaya tinggi.
Budi juga menekankan pentingnya pengembangan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sektor riil masa kini. Produk asuransi kebencanaan berbasis parametrik, asuransi siber, serta produk yang menyasar segmen mikro dan UMKM, menjadi fokus utama agar industri dapat menjangkau pasar lebih luas dan relevan.
Penguatan teknologi digital juga menjadi kunci utama dalam distribusi produk, layanan pelanggan, dan proses klaim. Dengan teknologi yang mumpuni, perusahaan asuransi dapat meningkatkan efisiensi operasional sekaligus memberikan layanan berkualitas yang dapat menarik lebih banyak pelanggan.
Melalui strategi adaptif dan inovatif, industri asuransi umum berusaha tetap tangguh menghadapi perlambatan pertumbuhan premi. Di saat yang sama, dinamika ekonomi dan proyek nasional yang sedang berlangsung menjadi faktor kunci yang harus terus dipantau agar sektor ini dapat berkontribusi optimal terhadap stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.