UMKM

UMKM dan Tantangan Jadi Motor Penggerak Ekonomi 8 Persen di 2029

UMKM dan Tantangan Jadi Motor Penggerak Ekonomi 8 Persen di 2029
UMKM dan Tantangan Jadi Motor Penggerak Ekonomi 8 Persen di 2029

JAKARTA - Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai angka ambisius, yakni 8 persen pada tahun 2029. Di balik target besar tersebut, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dipandang sebagai ujung tombak yang dapat mendorong pertumbuhan itu. Dengan jumlah pelaku usaha yang mencapai puluhan juta dan kontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja, UMKM menjadi kekuatan penting dalam perekonomian nasional.

Data dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menunjukkan bahwa pada 2023, terdapat sekitar 66 juta unit UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia. Kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 61 persen atau setara Rp 9.580 triliun, dan mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja, yaitu sekitar 117 juta orang. Namun, meski memiliki potensi besar, daya saing UMKM di kancah global masih perlu ditingkatkan. Terbukti dari kontribusi ekspor UMKM yang masih rendah, sekitar 15,7 persen pada 2024.

Pelatihan dan Digitalisasi: Kunci untuk Naik Kelas

Untuk mendukung UMKM naik kelas dan berkontribusi optimal, pemerintah gencar menggalakkan gerakan UMKM Go Digital. Gerakan ini mendorong pelaku UMKM memanfaatkan teknologi digital agar bisnisnya berkembang lebih cepat dan efisien. Berbagai pelatihan digelar oleh pemerintah dan sektor swasta untuk membantu pelaku UMKM beradaptasi dengan digitalisasi. Namun, kenyataan di lapangan tidak selalu sejalan dengan harapan.

Contohnya dialami oleh Umbar Basuki, pemilik Batik Tulis Seodjono dari Lamongan, Jawa Timur. Memulai usaha pada masa pandemi 2020, Umbar mengaku kesulitan memasuki dunia digital. Mulai dari mencari pasar hingga mengumpulkan followers di media sosial menjadi tantangan besar. Meski sudah mengikuti pelatihan digital marketing dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), ia merasa materi yang diberikan masih terlalu dasar dan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan usahanya. “Rata-rata pelatihannya hanya satu hari dan materi kurang mendalam, tanpa pendampingan berkelanjutan,” kata Umbar.

Kondisi serupa juga dirasakan Firman Setyaji, pemilik Bengok Craft. Ia menuturkan bahwa pelatihan yang tersedia cenderung bersifat sementara dan tidak sistematis. Para pelaku UMKM seperti Firman dan Umbar berharap ada program pelatihan berkelanjutan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan usaha masing-masing dan didukung oleh fasilitas digital yang optimal.

SAPA UMKM: Integrasi Data dan Program untuk UMKM

Menghadapi tantangan pemberdayaan UMKM yang semakin kompleks, pemerintah mengembangkan Sistem Informasi dan Pelayanan UMKM (SAPA UMKM). Platform digital terpadu ini bertujuan mengintegrasikan berbagai data dan program pengembangan UMKM yang selama ini tersebar di 27 kementerian dan lembaga berbeda. Karena data yang belum terintegrasi menyulitkan pemetaan dan pemberdayaan yang tepat sasaran.

SAPA UMKM tidak hanya menyediakan materi pelatihan, tetapi juga pendampingan dan layanan yang dibutuhkan UMKM dalam satu platform. Hal ini diharapkan dapat menyelesaikan persoalan klasik UMKM seperti birokrasi rumit, akses pembiayaan terbatas, serta rendahnya literasi digital.

Selain SAPA UMKM, ada juga platform EntrepreneurHub (E-Hub) yang sudah lebih dulu berjalan sebagai ekosistem wirausaha digital yang menghubungkan pelaku UMKM dengan berbagai program dan layanan bisnis.

Tantangan Utama: Manajemen Bisnis dan Literasi Digital

Studi oleh DFS Lab dan Somia CX mengungkapkan bahwa masalah UMKM bukan hanya soal teknologi digital. Banyak pelaku UMKM yang belum memiliki pondasi manajemen bisnis yang kuat, seperti pengelolaan keuangan, penentuan harga, dan pengaturan kapasitas produksi. Hal ini berisiko menimbulkan masalah baru ketika usaha mulai berkembang dan skala penjualan meningkat.

“Banyak pelaku UMKM yang merasa sudah digital hanya karena aktif di media sosial, namun pengelolaan bisnisnya belum berjalan sistematis,” kata Nathaniel Orlandy, Senior Experience Design Consultant Somia CX. Ia menambahkan bahwa pelatihan yang diberikan selama ini cenderung menjangkau kelompok yang sama berulang kali, sementara banyak pelaku lain belum tersentuh pelatihan sama sekali.

Pendekatan pemberdayaan UMKM yang efektif menurut DFS Lab dan Somia CX harus bertahap dan disesuaikan dengan kesiapan usaha, mulai dari penguatan manajemen dasar, optimalisasi digitalisasi operasional, hingga memperluas pasar.

Pentingnya Literasi dan Inklusi Keuangan untuk UMKM

Pengelolaan keuangan menjadi elemen kunci yang harus dikuasai pelaku UMKM agar bisnis dapat bertumbuh sehat. Literasi keuangan mencakup pencatatan transaksi dan pengelolaan arus kas, sementara inklusi keuangan berkaitan dengan akses ke produk layanan keuangan formal, seperti pembayaran digital.

Penggunaan platform pembayaran digital tidak hanya memudahkan pencatatan transaksi, tetapi juga membangun rekam jejak usaha yang dapat membantu UMKM mendapatkan akses pembiayaan dan layanan lain. Oleh sebab itu, penguatan kapasitas keuangan dan adopsi pembayaran digital harus menjadi fondasi dalam pemberdayaan UMKM sejak awal.

Membangun Ekosistem UMKM yang Terintegrasi dan Berkelanjutan

Integrasi data melalui SAPA UMKM memungkinkan pemerintah dan penyelenggara pelatihan merancang program yang tepat sasaran dan menghindari tumpang tindih. Platform ini juga bisa membuka ruang komunitas digital untuk saling belajar antar pelaku UMKM.

Keberhasilan pemberdayaan UMKM membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga keuangan, penyedia pelatihan, dan komunitas pelaku usaha. Jika seluruh aktor duduk bersama dalam satu ekosistem data yang terintegrasi, maka pemberdayaan UMKM akan menjadi lebih sistemik dan berkelanjutan.

Dengan begitu, UMKM berpeluang menjadi pendorong utama tercapainya target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029, sekaligus membuka lapangan kerja dan memperkuat perekonomian nasional secara menyeluruh.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index