Minyak

Harga Minyak Turun Usai Trump Longgarkan Tekanan ke Rusia

Harga Minyak Turun Usai Trump Longgarkan Tekanan ke Rusia
Harga Minyak Turun Usai Trump Longgarkan Tekanan ke Rusia

JAKARTA - Langkah mengejutkan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memberi tenggat 50 hari kepada Rusia untuk menghentikan konflik di Ukraina langsung berdampak pada pasar minyak global. Kekhawatiran akan gangguan pasokan yang sempat mencuat akhirnya mereda, mendorong penurunan harga minyak pada perdagangan Selasa, 15 Juli 2025.

Trump yang sebelumnya menunjukkan sikap keras terhadap Rusia dengan ancaman sanksi mendadak melunak. Keputusan ini disambut pasar dengan penurunan harga minyak acuan dunia.

Harga minyak Brent tercatat turun 50 sen atau sekitar 0,7%, ke level US$ 68,71 per barel. Sedangkan harga West Texas Intermediate (WTI) AS juga melemah 46 sen atau 0,7%, menjadi US$ 66,52 per barel.

"Fokus utama saat ini ada pada Donald Trump. Ada kekhawatiran bahwa ia mungkin langsung menjatuhkan sanksi ke Rusia, tapi kini ia memberikan tambahan waktu 50 hari. Ketakutan akan keketatan pasokan mendadak kini mulai mereda. Itulah inti ceritanya," ujar Giovanni Staunovo, analis komoditas UBS.

Pasar Tenang, Tapi Ancaman Belum Hilang

Sebelum keputusan tenggat diumumkan, harga minyak sempat menguat akibat ketegangan geopolitik dan potensi sanksi yang membayangi Rusia, salah satu produsen minyak terbesar dunia. Namun, nada lunak dari Gedung Putih memberi sinyal bahwa pasar masih punya ruang bernapas.

Walau begitu, kekhawatiran belum benar-benar hilang. Jika sanksi akhirnya diterapkan setelah masa tenggat habis, dampaknya bisa sangat besar bagi pasar.

“Maka itu akan secara drastis mengubah prospek pasar minyak,” tulis dalam catatannya. Mereka menekankan bahwa negara-negara seperti China, India, dan Turki yang menjadi pembeli utama minyak Rusia akan berada dalam posisi sulit: memilih antara menikmati harga diskon atau mempertahankan hubungan dagang dengan AS.

Dinamika pasar semakin rumit ketika Trump pada hari Senin, 14 Juli 2025 juga mengumumkan rencana pengiriman senjata tambahan ke Ukraina. Tak hanya itu, ia juga menyatakan akan memberlakukan tarif 30% untuk sebagian besar produk impor dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus mendatang. Ini menyusul ancaman serupa terhadap negara-negara lainnya.

Tarif tinggi tersebut dikhawatirkan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Implikasinya, permintaan terhadap energi, termasuk minyak, bisa menurun.

Negosiasi Brasil dan Perlambatan Ekonomi China

Situasi makin kompleks dengan munculnya isu tarif terhadap Brasil. Pemerintah Brasil berupaya meyakinkan AS agar membatalkan bea masuk 50% terhadap semua barang dari negara tersebut. Wakil Presiden Geraldo Alckmin menyatakan kemungkinan untuk meminta waktu tambahan agar negosiasi bisa lebih matang.

Di sisi lain, data ekonomi China memperlihatkan adanya perlambatan di kuartal II tahun ini. Hal ini mengindikasikan potensi paruh kedua tahun yang lebih lemah, terutama ditandai dengan turunnya angka ekspor, harga, dan tingkat kepercayaan konsumen.

Namun demikian, beberapa analis masih melihat sisi optimistis dari data tersebut.

“Pertumbuhan ekonomi China masih di atas ekspektasi berkat dukungan fiskal dan percepatan produksi serta ekspor guna mengantisipasi tarif AS,” ujar Tony Sycamore, analis dari IG.

“Data ekonomi China cukup mendukung pasar semalam,” tambah Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.

Sementara itu, dari sisi pasokan global, laporan media Rusia mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal OPEC yang memperkirakan bahwa permintaan minyak dunia masih akan ‘sangat kuat’ hingga kuartal III. Proyeksi ini membuat pasar tetap stabil dalam jangka pendek meskipun terjadi berbagai gejolak politik dan ekonomi.

Untuk pasokan minyak di Amerika Serikat sendiri, data dari American Petroleum Institute menyebutkan adanya kenaikan stok minyak mentah sebesar 839 ribu barel dalam sepekan terakhir. Data resmi dari pemerintah AS dijadwalkan akan dirilis pada Rabu ini.

Menanti Keputusan Final

Kebijakan luar negeri dan perdagangan yang diumumkan Trump terus menjadi sorotan utama pelaku pasar. Meskipun keputusan memberi waktu 50 hari kepada Rusia mampu menenangkan pasar sementara, ketidakpastian tetap tinggi menjelang tenggat waktu yang telah ditetapkan.

Jika dalam periode tersebut tidak ada perubahan signifikan dalam sikap Rusia, bukan tidak mungkin sanksi akan benar-benar dijatuhkan. Pasar pun akan kembali dihantui potensi lonjakan harga minyak dan ketegangan geopolitik yang berkepanjangan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index