Sri Mulyani

Sri Mulyani Wajibkan Marketplace Pungut Pajak Pedagang Online

Sri Mulyani Wajibkan Marketplace Pungut Pajak Pedagang Online
Sri Mulyani Wajibkan Marketplace Pungut Pajak Pedagang Online

JAKARTA - Marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan lainnya kini punya peran baru yang tak hanya sebagai wadah jual beli online. Mereka resmi ditunjuk pemerintah untuk ikut membantu pemungutan dan penyetoran pajak penghasilan (PPh) dari para pedagang yang berjualan di platform mereka.

Penunjukan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam aturan tersebut, marketplace ditetapkan sebagai "pihak lain" yang memiliki kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang yang berdagang secara elektronik.

“Marketplace akan memungut PPh dari pedagang online yang omzetnya di atas Rp 500 juta per tahun,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama.

UMKM Kecil Tetap Dapat Perlindungan

Meski demikian, pemerintah memastikan bahwa tidak semua pelaku usaha online akan terkena pajak. UMKM dengan omzet tahunan tidak lebih dari Rp 500 juta dibebaskan dari kewajiban ini. Hal ini mengacu pada Pasal 7 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Kalau omzetnya sampai Rp 500 juta setahun, tidak dikenai PPh. Ini bentuk perlindungan bagi UMKM kecil,” jelas Hestu Yoga.

Kebijakan ini menjadi bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha mikro dan kecil yang masih dalam tahap tumbuh. Tujuannya agar pajak tidak menjadi beban tambahan yang menghambat perkembangan mereka.

Pemungutan Berdasarkan Skema Omzet

Untuk pedagang yang memiliki omzet di atas Rp 500 juta per tahun, besaran PPh yang dikenakan akan bergantung pada skema pendapatan mereka.

Pedagang individu dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar dikenai PPh Final sebesar 0,5%, sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

Namun bila omzet mereka melebihi Rp 4,8 miliar, atau memilih menggunakan skema tarif umum, maka pajak tetap sebesar 0,5% tetapi bersifat kredit pajak, bukan final. Artinya, pajak tersebut bisa dikurangkan dari kewajiban saat pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

“Kalau di atas Rp 4,8 miliar, PPh yang dipungut bisa dikreditkan. Jadi ini bukan beban ganda, justru menyederhanakan dan memudahkan pelaporan,” tambah Hestu Yoga.

Aturan ini juga berlaku bagi pedagang berbentuk badan usaha. Jika memenuhi batas omzet dan ketentuan, mereka tetap dapat memanfaatkan tarif final 0,5%. Di atas itu, skema kredit pajak pun berlaku.

Simulasi Penghitungan PPh E-Commerce

Agar lebih mudah dipahami, berikut simulasi penghitungan PPh dari Direktorat Jenderal Pajak:

Total omzet per tahun: Rp 600 juta

Penghasilan tidak kena pajak: Rp 500 juta

Penghasilan kena pajak: Rp 100 juta

PPh Final = 0,5% × Rp 100 juta = Rp 500.000

Dari simulasi tersebut, bisa dilihat bahwa pajak yang dikenakan hanya berlaku untuk bagian omzet yang melebihi Rp 500 juta.

Perluasan Basis Pajak di Era Digital

Kebijakan ini dianggap sebagai langkah penting untuk mengakomodasi perkembangan ekonomi digital yang terus tumbuh pesat. Dengan melibatkan marketplace sebagai pemungut pajak, pemerintah berupaya menyesuaikan sistem perpajakan dengan pola transaksi modern.

Pada saat yang sama, upaya ini ditujukan untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan tingkat kepatuhan para pelaku usaha digital tanpa memberatkan sektor usaha kecil.

Marketplace juga diharapkan dapat berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan sistem pemungutan dan pelaporan berjalan secara otomatis dan efisien. Hal ini akan mempermudah pedagang online dalam pelaporan kewajiban perpajakannya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index