JAKARTA - Beberapa waktu terakhir, masyarakat Bali merasakan suhu udara yang jauh lebih dingin dibandingkan biasanya, terutama pada pagi hari. Fenomena ini menjadi pembicaraan karena terasa cukup signifikan, bahkan di kawasan yang biasanya cenderung hangat.
Menanggapi kondisi tersebut, Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar memberikan penjelasan ilmiah. Mereka menyebutkan bahwa suhu dingin yang dirasakan saat ini terjadi akibat minimnya tutupan awan di atmosfer. Hal ini memungkinkan panas dari permukaan Bumi lebih mudah terlepas ke luar melalui proses radiasi.
“Ini memperkuat pendinginan, membuat suhu udara turun drastis menjelang pagi,” ujar Ketua Kelompok Kerja Operasional Meteorologi BBMKG Wilayah III, Wayan Musteana, di Denpasar, Bali.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa kelembapan udara yang rendah juga ikut memperkuat efek pendinginan tersebut. Minimnya uap air di udara membuat tidak ada lapisan alami yang mampu menahan pelepasan panas dari permukaan Bumi, sehingga udara terasa lebih dingin dari biasanya.
Peran Monsun Timur dan Prediksi Musim Kemarau
BBMKG Denpasar juga menyampaikan bahwa secara regional, musim kemarau saat ini turut dipengaruhi oleh angin monsun timur yang berasal dari Australia. Angin ini dikenal bersifat kering dan dingin, sehingga menambah efek pendinginan di wilayah Indonesia, termasuk Bali.
“Angin monsun timur bersifat kering dan dingin, sehingga memperkuat efek pendinginan suhu di wilayah Indonesia,” jelas Wayan.
Menurut data yang dikumpulkan BBMKG Denpasar, rata-rata suhu udara di Bali saat ini berada pada kisaran 19 derajat hingga 31 derajat Celcius. Angka tersebut tergolong cukup rendah untuk ukuran suhu udara harian di wilayah tropis seperti Bali, khususnya di wilayah dataran rendah atau pesisir.
BBMKG memprediksi bahwa kondisi udara yang sejuk ini akan berlangsung hingga bulan Agustus 2025. Masyarakat diimbau untuk menyesuaikan aktivitas sehari-hari, terutama saat dini hari atau pagi hari yang menjadi waktu terdingin.
Sebelumnya, BMKG juga menjelaskan bahwa secara klimatologis sebagian besar wilayah Indonesia memang sudah memasuki musim kemarau. Namun demikian, kemunculan cuaca ekstrem masih tetap berpotensi terjadi di berbagai daerah.
Durasi Kemarau Diprediksi Lebih Singkat Tahun Ini
Hingga akhir Juni 2025, BMKG mencatat bahwa baru sekitar 30 persen zona musim di Indonesia yang telah benar-benar masuk musim kemarau. Artinya, sebagian besar wilayah lainnya masih berada dalam transisi atau belum sepenuhnya mengalami musim kering.
Selain itu, BMKG memperkirakan bahwa durasi musim kemarau pada tahun ini akan cenderung lebih pendek dibandingkan dengan kondisi normal. Namun, sifat hujan yang muncul selama periode tersebut justru diperkirakan akan berada di atas rata-rata, menandakan potensi hujan yang cukup sering meski dalam musim kemarau.
Fenomena udara dingin ini sebenarnya merupakan kondisi yang lumrah terjadi setiap tahunnya di masa peralihan musim atau pada puncak musim kemarau, khususnya di bulan-bulan pertengahan tahun. Namun, penurunan suhu yang terjadi bisa terasa lebih ekstrem jika dipengaruhi beberapa faktor sekaligus, seperti yang saat ini tengah terjadi.
Di wilayah lain seperti Dieng, Jawa Tengah, bahkan pernah muncul fenomena embun upas—lapisan es tipis di atas tanaman akibat suhu sangat rendah. Meskipun Bali belum menunjukkan gejala serupa, penurunan suhu tetap menjadi perhatian karena berdampak langsung pada aktivitas masyarakat, termasuk sektor pertanian dan pariwisata.
Udara lebih dingin di Bali saat ini bukan tanpa sebab. Kombinasi sedikitnya awan, kelembapan rendah, serta pengaruh angin monsun timur menjadi pemicu utama. Fenomena ini diprediksi akan bertahan hingga Agustus 2025.
Masyarakat diharapkan tidak khawatir secara berlebihan, namun tetap waspada dan menyesuaikan pola aktivitas, terutama di pagi dan malam hari. Bagi pelaku usaha di sektor pariwisata dan pertanian, pemahaman terhadap kondisi cuaca seperti ini juga penting agar bisa mengantisipasi potensi dampaknya lebih dini.
Jika kamu berencana mengunjungi Bali dalam waktu dekat, jangan lupa membawa pakaian hangat. Meski siang hari tetap terasa hangat, pagi dan malam bisa cukup menusuk bagi yang tidak terbiasa.