Sri Mulyani

Sri Mulyani Yakin Tarif 0 Persen AS Bisa Tekan Harga Migas dan Pangan

Sri Mulyani Yakin Tarif 0 Persen AS Bisa Tekan Harga Migas dan Pangan
Sri Mulyani Yakin Tarif 0 Persen AS Bisa Tekan Harga Migas dan Pangan

JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah melihat peluang besar dari kebijakan tarif 0 persen terhadap produk impor asal Amerika Serikat. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa langkah ini diyakini mampu memberikan dampak positif terhadap harga energi dan pangan di Tanah Air, terutama dalam jangka menengah dan panjang.

Menurutnya, penerapan tarif 0 persen untuk sejumlah produk dari AS akan membantu menurunkan bea masuk dan menciptakan efisiensi biaya yang signifikan. Hal itu secara langsung akan berpengaruh terhadap harga barang strategis, termasuk minyak, gas, dan kebutuhan pangan yang saat ini masih cukup bergejolak di pasar global.

"Impor dengan tarif 0 persen bagi produk AS yang akan masuk ke Indonesia dapat mendorong harga minyak dan gas serta pangan menjadi lebih rendah ke depannya," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Risiko Tetap Diwaspadai, Sektor Manufaktur Jadi Sorotan

Meski menyambut baik potensi dari kebijakan tarif tersebut, Sri Mulyani mengingatkan bahwa sejumlah risiko eksternal masih harus dicermati dengan seksama. Salah satu yang disorot adalah performa sektor manufaktur nasional yang belum sepenuhnya pulih.

Ia menyoroti bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di level 46,9 pada Juni 2025. Angka ini masih menunjukkan kondisi kontraksi dan belum mencapai titik ekspansi. Hal ini disebutnya menjadi tantangan yang perlu diperhatikan dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi.

"Perkembangan risiko rambatan perlu untuk terus dicermati. Dalam hal ini, kinerja sektor manufaktur yang masih menunjukkan kontraksi PMI manufaktur yaitu 46,9 posisi Juni 2025 perlu untuk terus menjadi perhatian," ungkapnya.

Kondisi tersebut menjadi perhatian KSSK dalam menyusun berbagai kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif terhadap dinamika global maupun domestik.

Penurunan Tarif AS ke Indonesia Dinilai Sukses Diplomasi

Selain manfaat dari pemberlakuan tarif nol persen, pemerintah Indonesia juga menilai keputusan Amerika Serikat untuk menurunkan tarif dagang terhadap produk ekspor dari Indonesia merupakan hasil negosiasi strategis yang patut diapresiasi.

Presiden AS Donald Trump dikabarkan telah menyetujui penurunan tarif dagang resiprokal ke Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen. Langkah ini menjadi hasil dari proses negosiasi intensif selama lebih dari 90 hari, dan disebut-sebut sebagai langkah diplomasi ekonomi yang berhasil.

"Keberhasilan dari negosiasi dengan penurunan tarif resiprokal AS untuk RI menjadi 19 persen diperkirakan dapat mendorong kinerja sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur," tambah Sri Mulyani.

Penurunan tarif tersebut membuka peluang pemulihan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, terutama dari sektor-sektor yang sangat tergantung pada pasar global dan memiliki kontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja.

Pemerintah melihat bahwa industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur akan menjadi yang paling terdampak positif atas keputusan tersebut. Dengan tarif ekspor yang lebih ringan, biaya produksi dan distribusi dapat ditekan, sehingga produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar luar negeri.

Dampak Jangka Menengah Perlu Dioptimalkan

Kebijakan ini dinilai bukan hanya menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi juga bisa memberikan manfaat jangka menengah dan panjang apabila diiringi dengan peningkatan daya saing domestik. Untuk itu, pemerintah akan terus memantau dan mendorong upaya peningkatan efisiensi serta kapasitas produksi di sektor-sektor strategis.

Selain itu, langkah ini diharapkan menjadi pemicu bagi sektor usaha lain untuk turut meningkatkan kualitas produksi dan memperluas pasar ekspor. Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan perdagangan seperti ini akan berkontribusi terhadap stabilitas sistem keuangan nasional dan mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan.

Dengan dukungan penuh dari seluruh anggota KSSK, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas makroekonomi di tengah dinamika global yang terus berkembang. Kolaborasi lintas sektor antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS menjadi fondasi penting dalam menghadapi tantangan ke depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index