JAKARTA - PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) menghadapi kinerja keuangan yang menantang sepanjang semester pertama 2025. Hingga akhir Juni 2025, pendapatan perseroan turun 33% menjadi Rp3,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, meskipun laba kotor tercatat mengalami sedikit peningkatan.
Corporate Secretary Adhi Karya, Farid Budiyanto, menjelaskan bahwa sebagian besar pendapatan perseroan pada periode ini masih bersumber dari proyek infrastruktur besar seperti Jalan Tol Yogyakarta-Bawen Paket 1, Jalan Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo, serta pembangunan Pabrik PUSRI III-B.
Laba Kotor Naik, Namun Laba Bersih Anjlok
Meskipun pendapatan turun, ADHI berhasil membukukan laba kotor sebesar Rp521 miliar, atau meningkat 10% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan laba kotor tersebut didorong oleh klaim eskalasi proyek jalan tol yang berjalan selama semester pertama.
Namun, dari sisi laba bersih, kinerja perseroan justru menurun signifikan. ADHI hanya mampu mencetak laba bersih Rp7,5 miliar, atau turun 46% dari laba periode yang sama tahun lalu. Farid menegaskan, penurunan ini tidak lepas dari dinamika perolehan kontrak yang memengaruhi arus kas dan beban operasional perusahaan.
Dari sisi neraca keuangan, total aset ADHI mencapai Rp34,4 triliun, menurun 5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Liabilitas tercatat Rp24,7 triliun atau turun 8% seiring pelunasan sejumlah kewajiban, sementara ekuitas berada di level Rp9,7 triliun. Rasio DER Interest Bearing Debt berada di 0,89x, dan rasio total liabilitas terhadap ekuitas sebesar 2,55x.
Di tengah kondisi yang penuh tekanan ini, ADHI tetap berkomitmen menjaga kepercayaan investor. Salah satunya melalui pelunasan Obligasi Berkelanjutan PUB III Tahap III Tahun 2022 sebesar Rp1,3 triliun yang jatuh tempo pada 24 Mei 2025 lalu.
Kontrak Baru dan Strategi Semester II 2025
Hingga kuartal II/2025, perolehan kontrak baru ADHI mencapai Rp3,5 triliun. Komposisi kontrak baru ini antara lain berasal dari proyek gedung 41%, infrastruktur 26%, engineering & industri 18%, dan sisanya dari sektor lain.
Dari sisi lini bisnis, kontrak masih didominasi 86% oleh segmen engineering & konstruksi, diikuti property & hospitality 9%, investasi & konsesi 4%, dan sisanya manufaktur. Jika dilihat dari sumber pendanaan, mayoritas berasal dari BUMN 58%, pemerintah 22%, serta swasta dan lainnya untuk sisanya.
Menghadapi sisa tahun 2025, manajemen Adhi Karya menyiapkan sejumlah strategi untuk memperbaiki kinerja:
Mempercepat eksekusi proyek on hand agar pencatatan pendapatan lebih optimal.
Mengoptimalkan peluang kontrak baru baik melalui skema KPBU, proyek BUMN, maupun swasta.
Menjalankan operational excellence demi efisiensi dan produktivitas proyek.
Memilih proyek baru secara selektif dan disiplin dalam pengelolaan arus kas demi keberlanjutan bisnis jangka panjang.
Farid menegaskan bahwa fokus utama perusahaan adalah memastikan semua proyek berjalan tepat waktu dan menjaga kepercayaan investor melalui pengelolaan keuangan yang hati-hati.
“ADHI tetap optimistis meski pasar konstruksi menantang. Kami mengedepankan strategi prudent dan efisiensi untuk menjaga keberlanjutan bisnis,” ujarnya.