JAKARTA - Di tengah pertumbuhan usaha mikro kecil (UMK) yang signifikan di Indonesia, akses terhadap pembiayaan formal masih menjadi tantangan besar. Profesor Jaenal Effendi, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, menyoroti adanya kesenjangan yang nyata antara sistem perbankan nasional dan kebutuhan pelaku UMK. Untuk mengatasi hal tersebut, Prof Jaenal menawarkan model microbanking syariah sebagai alternatif pembiayaan yang inklusif dan berkeadilan, khususnya dalam mendukung pertumbuhan UMK yang belum tersentuh lembaga keuangan formal.
Model ini tidak hanya berfokus pada aspek finansial, tapi juga menekankan nilai sosial dan spiritual sesuai prinsip maqashid syariah. Pendekatan ini dinilai mampu mendorong pemberdayaan komunitas serta meningkatkan keberlanjutan ekonomi dari akar rumput.
Pilar Utama Microbanking Syariah dan Dukungan Komprehensif
Menurut Prof Jaenal, microbanking syariah dapat berperan sebagai mitra strategis Koperasi Merah Putih—inisiatif yang diinisiasi oleh pemerintah Prabowo-Gibran—untuk menjangkau pelaku UMK yang selama ini sulit mengakses layanan keuangan formal akibat berbagai hambatan, seperti tingginya biaya transaksi dan risiko moral hazard.
Ia memaparkan tiga pilar utama dalam strategi “Bridging the Gap” untuk menguatkan microbanking syariah:
Konektivitas UMK dengan lembaga keuangan syariah, termasuk Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), koperasi syariah, dan pesantren.
Harmonisasi regulasi dan teknologi untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pembiayaan mikro.
Nilai spiritual dan sosial sebagai pondasi keuangan inklusif yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Untuk memperluas jangkauan pembiayaan, Prof Jaenal juga mendorong pemanfaatan digitalisasi, seperti branchless banking, integrasi fintech syariah, dan sistem credit scoring berbasis komunitas. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia lembaga keuangan mikro syariah menjadi fokus penting agar penyaluran pembiayaan lebih efektif dan tepat sasaran.
Ia menekankan bahwa peran kolaboratif pemerintah, otoritas keuangan, lembaga zakat dan wakaf, serta sektor swasta sangat vital dalam menciptakan ekosistem pembiayaan yang inklusif. Dukungan berupa insentif fiskal dan sosial, seperti subsidi margin serta integrasi dana zakat dan wakaf, dianggap mampu memperkuat keberlanjutan microbanking syariah.
Microbanking Syariah: Katalis Transformasi Sosial dan Ekonomi
Prof Jaenal menyatakan bahwa microbanking syariah bukan sekadar lembaga keuangan, melainkan juga menjadi katalis bagi transformasi sosial dan ekonomi. Dengan pendekatan yang sesuai nilai syariah dan mengutamakan keadilan, microbanking syariah dapat menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi dari tingkat komunitas hingga nasional.
Model ini diharapkan mampu menggeser ketergantungan UMK dari pembiayaan informal yang berisiko tinggi seperti rentenir, menuju sistem pembiayaan yang lebih aman, transparan, dan memberdayakan.
Sebagai solusi yang adaptif terhadap karakteristik UMK Indonesia, microbanking syariah menawarkan pembiayaan bebas riba dan berbasis nilai-nilai kolaborasi, sehingga dapat memperkuat daya tahan dan kapabilitas UMK dalam menghadapi tantangan ekonomi masa kini.
Dengan fokus pada inklusivitas, keadilan, dan keberlanjutan, microbanking syariah menjadi harapan baru untuk menjembatani kesenjangan finansial antara pelaku UMK dan sistem keuangan formal di Indonesia.