Industri

Industri Sawit Berkelanjutan Butuh Dukungan Penuh Pemerintah

Industri Sawit Berkelanjutan Butuh Dukungan Penuh Pemerintah
Industri Sawit Berkelanjutan Butuh Dukungan Penuh Pemerintah

JAKARTA - Keberlanjutan industri kelapa sawit Indonesia tengah menjadi sorotan besar. Meski menjadi komoditas unggulan nasional, persoalan lingkungan yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan sawit terus menimbulkan kekhawatiran. Hilangnya keragaman hayati, meningkatnya emisi karbon, hingga melemahnya kemampuan hutan dalam menyerap karbon menjadi isu krusial yang tak bisa diabaikan.

Data Satgas PKH mencatat, sekitar 1.177.194,34 hektare sawit ilegal ditemukan berada di kawasan hutan, dan pemerintah berencana mengambil alih lahan-lahan tersebut. Dari angka itu, 1.001.674,14 hektare sudah berhasil dikuasai negara, tersebar di sembilan provinsi, 64 kabupaten, dan melibatkan 369 perusahaan.

Peran Pemerintah dalam Mengawal Sawit Berkelanjutan

Ketua Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Andalas (Unand), Mahdi PhD, menegaskan perlunya langkah serius pemerintah untuk mengawal pengelolaan sawit berkelanjutan. Dalam seminar nasional bertajuk “Pengelolaan Industri Sawit Secara Berkelanjutan” di Padang, Mahdi menyampaikan pentingnya audit dan pengawasan terhadap seluruh pengelolaan perkebunan.

“Pemerintah perlu melakukan audit dan pengawasan yang ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci dalam mengelola sumber daya ini,” ujarnya.

Selain itu, Mahdi menilai dukungan pemerintah melalui regulasi dan insentif sangat dibutuhkan untuk mendorong praktik berkelanjutan. Langkah ini dinilai mampu mengurangi dampak lingkungan sekaligus meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya. Mahdi, yang baru saja terpilih menjadi Ketua BKPSL (Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan) se-Indonesia periode 2025–2027, menekankan bahwa keberlanjutan tidak akan tercapai tanpa komitmen pemerintah sebagai pengarah kebijakan.

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Noer Adi Wardojo, menambahkan bahwa menjaga masa depan lingkungan Indonesia membutuhkan kolaborasi lintas sektor. “Kolaborasi pentahelix adalah kunci, dengan perguruan tinggi menjadi simpul ilmu dan inovasi. Inovasi, etika, dan semangat gotong royong adalah modal utama menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.

Inovasi dan Regulasi Lingkungan Jadi Penentu

Seminar ini juga menghadirkan berbagai narasumber yang membahas inovasi pemanfaatan limbah sawit hingga regulasi lingkungan. Sesi pertama yang dimoderatori Muhammad Nasir MT PhD (Unand) menghadirkan:

Dr Suyud Warno Utomo MSi (Universitas Indonesia) yang memaparkan potensi biodiesel berbasis limbah Palm Sludge Oil (PSO).

Dr Sukmawati SP MP (Universitas Muhammadiyah Parepare) yang menyoroti pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan dalam skema offset karbon melalui proses karbonisasi.

Sesi kedua dimoderatori Prof Dr Indang Dewata MSi (Universitas Negeri Padang) dan membahas tantangan regulasi lingkungan, di antaranya:

Dr Frenadin Adegustara SH MS (Unand) tentang regulasi pengelolaan lingkungan,

Arief Noerhidayat SIKom MSc (Comestoarra) yang memperkenalkan teknologi pengolahan residu biomassa menjadi bahan bakar padat pengganti batu bara,

Rully Yusuf (PT Pegadaian) yang memaparkan pengalaman pengembangan Bank Sampah Nasional,

Dr Dwi Purwantoro Sasongko MSi (Undip) yang mengulas kewajiban Amdal pada budidaya dan pengolahan industri sawit.

Dr Dwi menegaskan bahwa penapisan wajib Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021. Dalam lampiran, dijelaskan bahwa budidaya kelapa sawit dengan luas kebun lebih dari 3.000 hektare wajib memiliki Amdal. Hal yang sama berlaku untuk pengolahan minyak mentah kelapa sawit yang terintegrasi dengan budidaya, serta pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalan lebih dari 10 kilometer.

Rapat kerja nasional BKPSL yang diselenggarakan bersamaan dengan seminar ini juga menetapkan Mahdi SP MSi PhD sebagai Ketua BKPSL se-Indonesia periode 2025–2027. Sementara itu, Prof Dr Aan Asphianto SH MH (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) ditetapkan sebagai Ketua Forpimnas Wilayah Barat di periode yang sama.

Industri sawit berkelanjutan di Indonesia membutuhkan dukungan penuh pemerintah, kolaborasi lintas sektor, dan komitmen untuk meminimalkan dampak lingkungan. Dengan pengawasan ketat, insentif yang tepat, dan penerapan teknologi inovatif, harapan untuk menjaga keseimbangan antara ekonomi dan ekologi bisa tercapai.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index