Freeport Indonesia

Freeport Tetap Utamakan Pasar Domestik Meski AS Beri Tarif Nol Persen

Freeport Tetap Utamakan Pasar Domestik Meski AS Beri Tarif Nol Persen
Freeport Tetap Utamakan Pasar Domestik Meski AS Beri Tarif Nol Persen

JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PTFI) menegaskan komitmennya untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan industri dalam negeri, meski Amerika Serikat (AS) telah menetapkan tarif impor nol persen bagi konsentrat dan katoda tembaga asal Indonesia. Keputusan ini menjadi sinyal kuat bahwa Freeport tidak terburu-buru mengalihkan orientasi ekspor meski peluang pasar di AS terbuka lebar.

Vice President Corporate Communications PTFI, Katri Krisnati, mengatakan fokus perusahaan tetap pada pasar domestik. “Prioritas utama perusahaan tetap pada pemenuhan kebutuhan industri dalam negeri,” ujarnya.

Selain itu, Katri menegaskan bahwa produk tembaga Freeport saat ini juga didistribusikan ke beberapa negara di Asia. “Produk PT Freeport Indonesia (PTFI) saat ini dipasarkan di pasar domestik Indonesia dan Asia,” jelasnya.

Tarif Nol Persen dari AS

Pernyataan Freeport ini muncul setelah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan kesepakatan dagang strategis antara Indonesia dan Amerika Serikat. Mulai 7 Agustus 2025, AS akan menerapkan tarif nol persen untuk konsentrat tembaga (copper concentrate) dan katoda tembaga (copper cathode) dari Indonesia.

Airlangga menjelaskan, tarif 19 persen yang diterapkan untuk sejumlah produk Indonesia ke AS merupakan salah satu yang terendah di Asia Tenggara, selain Singapura yang mendapat tarif 10 persen. Namun, untuk produk strategis seperti konsentrat dan katoda tembaga, tarifnya menjadi nol persen.

“Bahkan, untuk copper concentrate, copper cathode di nol (persen) kan. Itu sejalan dengan pembicaraan untuk mineral strategis antara lain copper, dan AS sudah umumkan juga,” kata Airlangga.

Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri hilir pertambangan Indonesia di pasar internasional. Namun, bagi Freeport, prioritas tetap pada distribusi untuk kebutuhan dalam negeri sebelum memenuhi permintaan ekspor baru.

Efisiensi dan Pasar Utama Tetap di Asia

Direktur Utama PTFI, Tony Wenas, sebelumnya menegaskan bahwa belum ada rencana untuk menggeser pasar utama dari Cina ke Amerika Serikat. Menurutnya, faktor efisiensi pengiriman masih menjadi pertimbangan utama.

“Untuk memindahkan pasar? Kalau ke Amerika itu jauh, (butuh waktu pengiriman) 45 hari,” ungkap Tony. “Sementara kalau ke Cina itu cuma 7 hari pengapalan, dan Cina mengonsumsi 50 persen dari copper di dunia ini.”

Dengan jarak yang jauh dan biaya logistik yang tinggi, pengiriman ke AS belum dianggap efisien, meskipun tarif impor nol persen bisa memberikan peluang tambahan. Selama ini, pasar Asia khususnya Cina menjadi konsumen utama tembaga dunia, dan Indonesia masih mengandalkan wilayah ini untuk penjualan ekspor.

Dukungan untuk Hilirisasi

Kebijakan Freeport yang mengutamakan pasar domestik juga sejalan dengan agenda hilirisasi pemerintah. Produk tembaga, baik konsentrat maupun katoda, kini tidak hanya menjadi komoditas ekspor mentah tetapi juga akan mendukung kebutuhan industri nasional seperti pembangunan smelter, kabel listrik, dan bahan baku energi baru terbarukan.

Airlangga menambahkan, arah kebijakan perdagangan ini akan mendorong Indonesia lebih fokus pada pengembangan komoditas bernilai tambah. “Industrial commodities yang menjadi secondary process sesudah ore sudah sejalan dengan apa yang diumumkan oleh AS,” ujarnya.

Langkah Freeport dinilai selaras dengan visi pemerintah untuk memperkuat ekosistem industri mineral strategis dan memastikan ketahanan pasokan untuk pembangunan di dalam negeri.

Dengan posisi Indonesia sebagai salah satu produsen tembaga terbesar dunia, prioritas pada pasar domestik sekaligus membuka ruang ekspor terarah ke Asia menjadi strategi jangka panjang yang realistis. Meski tarif nol persen dari AS menjadi peluang, Freeport memilih untuk menyeimbangkan kepentingan nasional dan efisiensi bisnis.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index