Sri Mulyani

Sri Mulyani Atur Ulang Penyaluran Dana TKD untuk Efisiensi Anggaran

Sri Mulyani Atur Ulang Penyaluran Dana TKD untuk Efisiensi Anggaran
Sri Mulyani Atur Ulang Penyaluran Dana TKD untuk Efisiensi Anggaran

JAKARTA - Pemerintah mengambil langkah strategis dalam pengelolaan Transfer ke Daerah (TKD) di tengah keterbatasan ruang fiskal. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 56/2025 yang mengatur tata cara efisiensi TKD, sebagai bagian dari dukungan terhadap program prioritas Presiden Prabowo Subianto sekaligus penyesuaian atas penerimaan negara yang belum optimal.

Dalam beleid tersebut, khususnya Pasal 17 ayat (1), efisiensi TKD diberlakukan untuk berbagai alokasi, mulai dari dana infrastruktur, dana otonomi khusus (otsus) dan keistimewaan daerah, dana yang belum dirinci per daerah dalam APBN tahun berjalan, hingga alokasi yang tidak diarahkan untuk pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan. Kebijakan ini juga dapat mencakup jenis TKD lain sesuai arahan presiden.

Pasal 17 ayat (4) dan (5) mengatur bahwa hasil efisiensi TKD akan dicadangkan dan tidak langsung disalurkan, kecuali terdapat instruksi lain dari presiden. Dana hasil efisiensi bisa berupa alokasi per daerah maupun alokasi yang belum memiliki rincian. Dana tersebut menjadi acuan penyesuaian rincian alokasi TKD per provinsi, kabupaten, atau kota, maupun per bidang yang kemudian akan diakomodasi dalam APBD daerah masing-masing.

Pasal 19 turut memuat mekanisme pergeseran anggaran TKD yang telah dicadangkan menuju Subbagian Anggaran Bendahara Umum Negara Belanja Lainnya. Proses ini dilakukan tanpa memerlukan reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), namun tetap mempertimbangkan kebutuhan anggaran dan karakteristik setiap jenis TKD.

Pemerintah juga membuka peluang agar dana hasil efisiensi digunakan untuk pembiayaan belanja pegawai, operasional kantor, pelaksanaan tugas dan fungsi dasar, layanan publik, maupun kegiatan prioritas presiden, dengan persetujuan dari menteri keuangan.

Kebijakan tersebut mulai berlaku sejak diundangkan pada 5 Agustus 2025. Sebelumnya, Sri Mulyani menegaskan bahwa efisiensi anggaran akan tetap menjadi agenda pada tahun depan.

Penjelasan Pemerintah Soal Keberlanjutan Efisiensi

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa pihaknya akan memberikan penjelasan lebih lanjut terkait implementasi PMK tersebut. Menurut mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu, efisiensi anggaran merupakan hal yang sudah menjadi keinginan bersama di setiap lembaga.

"Kalau efisiensi kan memang sudah menjadi keinginan kita setiap lembaga. Terus mencari efisiensi dalam anggaran. Jadi lanjut terus aja, dalam pelaksanaan, dalam perencanaan," ujarnya.

Dampak ke Daerah dan Kekhawatiran Pengamat

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai bahwa kebijakan penahanan dana TKD sebagaimana diatur dalam PMK 56/2025 berpotensi mengubah dinamika hubungan fiskal pusat dan daerah. Menurutnya, langkah ini menggeser prinsip desentralisasi fiskal ke arah kontrol pusat yang lebih dominan.

"Prinsip desentralisasi fiskal yang seharusnya memberikan keleluasaan daerah dalam mengelola sumber daya menjadi tereduksi ketika alokasi TKD menjadi instrumen cadangan di pusat," ujarnya.

Rizal mengingatkan, jika pola ini berlanjut tanpa adanya reformasi tata kelola TKD yang berbasis kinerja dan transparansi, maka otonomi fiskal daerah bisa berubah menjadi sekadar fungsi administratif semata, bukan lagi instrumen pembangunan yang mandiri.

Ia juga menyoroti dampak langsung penahanan pencairan dana TKD terhadap keterlambatan proyek infrastruktur daerah, pengurangan belanja modal, serta hilangnya potensi efek pengganda di sektor riil. Menurutnya, daerah dengan tingkat ketergantungan tinggi terhadap TKD terutama daerah tertinggal dan daerah dengan status otonomi khusus akan mengalami kontraksi belanja publik yang signifikan.

"Dalam jangka pendek, ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi regional, memperlambat penciptaan lapangan kerja, dan menurunkan daya beli. Dalam jangka panjang, ketertinggalan infrastruktur dan layanan publik bisa semakin lebar antarwilayah," pungkasnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index