JAKARTA - Di tengah riuhnya Malioboro, berdiri sebuah benteng tua yang menyimpan jejak perlawanan, penjajahan, hingga perjalanan panjang menuju kemerdekaan. Benteng Vredeburg, yang lokasinya tepat di seberang Istana Negara Gedung Agung, bukan hanya saksi bisu sejarah Yogyakarta, tetapi juga ruang publik yang terus hidup dan relevan bagi generasi masa kini.
Dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, benteng ini awalnya berfungsi sebagai pertahanan. Desainnya berbentuk persegi, lengkap dengan empat bastion di setiap sudut: Jayawisesa (barat laut), Jayapurusa (timur laut), Jayaprakosaning (barat daya), dan Jayaprayitna (tenggara). Penamaan tersebut mencerminkan filosofi Jawa yang melekat pada arsitekturnya.
Dari “Rustenburg” hingga “Vredeburg”
Pada mulanya, benteng ini dikenal dengan nama Rustenburg, yang berarti “benteng peristirahatan” dalam bahasa Belanda. Sesuai namanya, tempat ini tidak difungsikan sebagai pusat operasi militer, melainkan sebagai pos pengawasan strategis di pusat Yogyakarta.
Namun, gempa besar tahun 1867 meruntuhkan banyak bangunan kolonial, termasuk Rustenburg. Setelah pemulihan, benteng dibangun kembali dan diberi nama Vredeburg, atau “benteng perdamaian.” Nama baru ini mencerminkan harapan akan hubungan harmonis antara Kesultanan Yogyakarta dan pemerintah kolonial Belanda. Meski begitu, pengawasan militer tetap ketat di kawasan ini.
Kini, Vredeburg yang beralamat di Jalan Ahmad Yani No. 6 tetap kokoh berdiri. Dinding tebal, selokan pertahanan, dan tata taman asri masih terjaga. Kehadiran pengunjung yang menikmati suasana damai di dalamnya membuat makna “perdamaian” akhirnya benar-benar terasa bukan sekadar nama.
Ruang Sejarah, Seni, dan Dialog Budaya
Fungsi Vredeburg kini melampaui perannya sebagai monumen sejarah. Di dalamnya, terdapat diorama yang menggambarkan peristiwa penting dari masa kolonial hingga perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pengunjung dapat meresapi kisah-kisah itu melalui visual yang tersaji dalam ruangan-ruangan yang rapi dan informatif.
Namun, Vredeburg tidak berhenti pada narasi masa lalu. Beberapa tahun terakhir, bangunan ini kerap menjadi lokasi pameran seni, pertunjukan musik, teater, hingga pemutaran film. Ruang yang dulu digunakan untuk mengontrol pergerakan penduduk kini berubah menjadi wadah pertukaran ide kreatif dan dialog lintas generasi.
Bagi masyarakat Yogyakarta dan wisatawan, Vredeburg adalah ruang hidup yang menyatukan sejarah dan kebudayaan kontemporer. Di sini, masa lalu dikenang, masa kini dirayakan, dan masa depan budaya disemai.