JAKARTA - Rencana pemerintah meningkatkan ketahanan pangan nasional kembali ditunjukkan dengan alokasi dana besar kepada Perum Bulog. Pada tahun anggaran 2026, perusahaan pelat merah ini akan menerima modal hingga Rp 22,7 triliun untuk melaksanakan tugas menyerap gabah setara beras sebanyak 3 juta ton.
Jumlah ini melonjak signifikan dibandingkan tahun 2025 yang hanya Rp 16,6 triliun untuk target serapan dengan volume yang sama. Kenaikan lebih dari 36 persen ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat cadangan pangan dan mengurangi ketergantungan impor beras.
Dana OIP Jadi Sumber Utama Pendanaan
Menurut Buku Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026, dana tersebut disalurkan melalui mekanisme Operator Investasi Pemerintah (OIP). Skema ini sudah digunakan sejak tahun sebelumnya dan terbukti menjadi instrumen penting untuk menjamin kelancaran penyerapan hasil panen petani.
“Untuk tahun 2026, Perum Bulog menargetkan penyerapan gabah dan beras petani hingga 3 juta ton setara beras, yang pendanaannya sebagian difasilitasi melalui dana OIP pada RAPBN tahun anggaran 2026, dana OIP Perum Bulog direncanakan sebesar Rp 22.734,0 miliar,” demikian bunyi salah satu poin dalam dokumen tersebut.
Melalui suntikan modal ini, Bulog tidak hanya bisa membeli gabah dari petani dalam negeri, khususnya di 26 wilayah dan 8 sentra produksi, tetapi juga menjaga ketersediaan beras di pasar serta menambah stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Fungsi strategis lain dari pendanaan OIP ini adalah stabilisasi harga. Harga gabah dan beras di tingkat petani akan lebih terjamin, sementara konsumen pun tidak terbebani lonjakan harga di pasar.
Dorongan Bagi Kesejahteraan Petani dan Pengendalian Impor
Pemerintah menegaskan bahwa alokasi dana besar untuk Bulog juga diarahkan agar ketahanan pangan nasional semakin kuat. Selama ini, impor beras kerap menjadi pilihan saat stok berkurang. Dengan tambahan modal, Bulog diharapkan mampu menekan ketergantungan tersebut.
“Dengan demikian, dana OIP Perum Bulog ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan pasokan beras, menjaga stabilitas harga beras, serta meningkatkan kesejahteraan petani sesuai dengan tujuan dari program ketahanan pangan nasional,” jelas dokumen Nota Keuangan.
Selain itu, penggunaan dana OIP membuat Bulog tidak terlalu bergantung pada pinjaman bank. Hal ini otomatis mengurangi beban bunga sekaligus menekan risiko penjaminan pemerintah. Efisiensi pembiayaan semacam ini akan berdampak positif bagi kinerja Bulog sekaligus memberi ruang fiskal lebih luas bagi negara.
Catatan Penyerapan di Tahun 2025
Sebagai perbandingan, pada tahun 2025 Bulog juga memperoleh dana OIP untuk menyerap gabah sebanyak 3 juta ton. Dana tersebut ditetapkan melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-38/MK5/2025. Namun di tengah perjalanan, Bulog kembali diberi tambahan tugas menyerap 1 juta ton gabah lagi.
Dengan demikian, total serapan Bulog tahun 2025 mencapai 4 juta ton gabah setara beras. Target yang besar tersebut menjadi ujian bagi kemampuan Bulog dalam mendukung program pemerintah menstabilkan pasokan pangan nasional.
Fokus pada Stok dan Ketersediaan Pasar
Penguatan cadangan pangan memang menjadi agenda prioritas pemerintah. Dengan populasi besar dan kebutuhan beras yang terus meningkat, keberadaan stok yang aman sangat menentukan. Bulog diharapkan mampu memainkan peran sebagai pengendali utama, baik di sisi suplai maupun stabilisasi harga.
Suntikan modal hingga Rp 22,7 triliun untuk tahun 2026 menjadi instrumen kunci agar Bulog bisa bergerak lebih leluasa. Program ini pada akhirnya ditujukan untuk memastikan ketersediaan beras sepanjang tahun, mencegah gejolak harga, serta memberikan kepastian pasar bagi petani.
Dengan landasan kebijakan tersebut, pemerintah menegaskan bahwa ketahanan pangan bukan hanya urusan stok, melainkan juga kesejahteraan petani, keberlangsungan distribusi, dan ketersediaan harga yang terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia.