JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali mengumumkan penetapan Harga Batu Bara Acuan (HBA) untuk periode pertama September 2025. Keputusan ini tertuang dalam Kepmen ESDM No.299.K/MB.01/MEM.B/2025, yang menjadi pedoman resmi harga jual batu bara di pasar internasional maupun domestik.
Dalam diktum aturan tersebut disebutkan, “Menetapkan Harga Batu Bara Acuan yang selanjutnya disebut HBA untuk periode September 2025 dengan besaran tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.”
HBA sendiri ditentukan berdasarkan kandungan kalori batu bara, yang dihitung dalam satuan kcal/kg GAR (Gross Air Received). Pada bulan ini, terdapat empat kategori utama yang kembali menjadi acuan harga.
Rincian Harga Batu Bara Acuan
HBA untuk batu bara dengan nilai kalor tertinggi 6.322 kcal/kg GAR pada September 2025 ditetapkan sebesar US$ 105,33 per ton. Angka ini mengalami kenaikan dibanding periode kedua Agustus 2025 yang tercatat US$ 100,69 per ton.
Untuk kategori nilai kalor 5.300 kcal/kg GAR, harga ditetapkan sebesar US$ 66,50 per ton, atau lebih rendah dibandingkan periode Agustus yang mencapai US$ 67,20 per ton.
Selanjutnya, batu bara dengan nilai kalor 4.100 kcal/kg GAR (HBA II) dipatok pada harga US$ 42,30 per ton di bulan September. Angka tersebut turun dari periode Mei yang berada di level US$ 43,70 per ton.
Adapun kategori terakhir, yaitu batu bara dengan nilai kalor 3.400 kcal/kg GAR (HBA III), ditetapkan sebesar US$ 32,32 per ton, turun dari periode kedua Agustus 2025 yang tercatat US$ 34,73 per ton.
Pergerakan harga yang fluktuatif ini menunjukkan bagaimana dinamika pasar energi global memengaruhi harga acuan nasional, baik dari sisi permintaan maupun pasokan.
Penetapan Harga Mineral Acuan (HMA)
Selain batu bara, Kementerian ESDM juga mengumumkan Harga Mineral Acuan (HMA) untuk September 2025. Salah satu yang menjadi perhatian adalah harga nikel yang dipatok sebesar US$ 14.899/dmt, sedikit menurun dari periode kedua Agustus 2025 yang berada di level US$ 15.012/dmt.
Berikut rincian HMA lainnya untuk September 2025:
Kobalt: US$ 32.884/dmt
Timbal: US$ 1.947/dmt
Seng: US$ 2.792/dmt
Aluminium: US$ 2.592/dmt
Tembaga: US$ 9.632/dmt
Emas (mineral ikutan): US$ 3.353/dmt
Perak (mineral ikutan): US$ 37,91/dmt
Mangan: US$ 3,28/dmt
Bijih besi: US$ 1,47/dmt
Bijih krom: US$ 6,37/dmt
Konsentrat timah: US$ 9,47/dmt
Fluktuasi harga mineral ini mencerminkan kondisi pasar global yang tengah menghadapi tantangan dari sisi geopolitik, perubahan permintaan industri, hingga transisi energi.
Dampak dan Prospek ke Depan
Perubahan harga batu bara dan mineral acuan setiap bulan menjadi indikator penting bagi para pelaku industri, baik perusahaan tambang, pembangkit listrik, maupun sektor hilir yang mengandalkan bahan baku tersebut. Kenaikan harga pada kategori batu bara berkalori tinggi bisa memberikan tambahan penerimaan bagi negara melalui royalti, sementara penurunan di kategori lain dapat meringankan biaya produksi bagi pembeli.
Bagi industri mineral, turunnya harga nikel berpotensi memengaruhi daya saing Indonesia sebagai salah satu produsen utama dunia. Namun, stabilitas harga komoditas lain seperti emas, perak, dan tembaga tetap memberikan peluang positif di tengah kebutuhan global yang terus meningkat.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM menegaskan bahwa penetapan HBA dan HMA merupakan instrumen penting dalam menjaga keteraturan pasar sekaligus menjamin transparansi dalam transaksi ekspor maupun domestik. Dengan demikian, setiap fluktuasi harga yang terjadi akan terus dipantau guna memastikan keberlanjutan sektor energi dan mineral di Indonesia.