BBM

Lonjakan BBM Non Subsidi Bikin Stok SPBU Swasta Menipis

Lonjakan BBM Non Subsidi Bikin Stok SPBU Swasta Menipis
Lonjakan BBM Non Subsidi Bikin Stok SPBU Swasta Menipis

JAKARTA - Kekosongan pasokan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta dalam sepekan terakhir memunculkan tanda tanya besar di masyarakat. Bukan hanya Pertamina, melainkan juga Shell dan BP-AKR yang diketahui mengalami keterbatasan stok. Fenomena ini ternyata bukan sekadar persoalan teknis distribusi, melainkan berkaitan dengan pola konsumsi masyarakat yang mulai berubah.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa perubahan kebiasaan konsumen menjadi salah satu faktor utama yang membuat ketersediaan BBM non subsidi menurun. Hal ini terjadi setelah Pertamina menerapkan kewajiban penggunaan QR Code untuk pembelian BBM bersubsidi di SPBU.

“Kan Pertamina mewajibkan menggunakan QR Code, itu sementara masyarakat karena itu perlu mendaftar, kemudian mereka juga mungkin itu CC kendaraannya tidak sesuai, terjadi shifting yang tadinya dari subsidi Pertalite itu menjadi non subsidi. Jadi ini terjadi peningkatan,” kata Yuliot ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (4/9/2025).

Migrasi Konsumsi Capai 1,4 Juta Kiloliter

Perubahan pola konsumsi tersebut bukan dalam skala kecil. Menurut perhitungan Kementerian ESDM, migrasi masyarakat dari BBM subsidi ke non subsidi mencapai sekitar 1,4 juta kiloliter. Jumlah yang sangat besar ini berpengaruh langsung terhadap ketersediaan stok di SPBU swasta.

“Menurut hitungan kami itu shifting yang terjadi itu sekitar 1,4 juta kiloliter. Yang ini BBM jadi ke non subsidi. Jadi itu yang menyebabkan ada peningkatan permintaan untuk badan besar swasta,” jelas Yuliot.

Lonjakan konsumsi ini menegaskan bahwa masyarakat kini tidak sepenuhnya bergantung pada BBM subsidi. Sebagian besar pengguna kendaraan, terutama dengan kapasitas mesin yang lebih besar, justru memilih beralih ke BBM non subsidi meski harganya lebih tinggi.

Pemerintah Akan Panggil Badan Usaha Swasta

Senada dengan Yuliot, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, juga menegaskan bahwa pergeseran konsumsi BBM masyarakat memang terjadi secara nyata.

“Tadi sudah disampaikan Pak Wamen, ada shifting. Jadi masyarakat kita ternyata saat ini juga tidak selalu menggantungkan diri pada BBM subsidi. Mereka juga shifting ke jenis BBM yang di atas RON 92,” ujar Laode.

Laode menyebutkan bahwa fenomena ini tidak hanya berlangsung di SPBU Pertamina, tetapi juga melibatkan badan usaha swasta lain. Karena itu, pemerintah berencana memanggil para pengelola SPBU swasta untuk membahas persoalan ketersediaan pasokan.

Langkah ini penting agar masyarakat tidak terus-menerus dihadapkan pada kesulitan mendapatkan BBM non subsidi di lapangan. Dengan koordinasi bersama, diharapkan distribusi bisa kembali stabil sesuai kebutuhan.

Momentum Perubahan Konsumsi Energi

Perubahan perilaku konsumsi BBM masyarakat sebenarnya bisa dipandang sebagai sinyal positif. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran untuk tidak selalu mengandalkan subsidi, terutama bagi pengguna kendaraan yang memiliki kemampuan membeli BBM non subsidi.

Namun, di sisi lain, lonjakan mendadak juga membawa konsekuensi serius bagi ketersediaan pasokan. SPBU swasta yang biasanya menyiapkan stok sesuai pola konsumsi lama kini kewalahan memenuhi permintaan baru.

Kondisi ini menjadi pengingat bahwa kebijakan baru dalam distribusi energi harus selalu diikuti dengan perhitungan matang mengenai dampaknya di lapangan. Transisi dari subsidi ke non subsidi memang dibutuhkan untuk keberlanjutan fiskal, tetapi manajemen pasokan juga harus diperkuat agar masyarakat tidak dirugikan.

Dengan begitu, momentum perubahan konsumsi energi bisa menjadi pijakan menuju sistem distribusi BBM yang lebih adil dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index