JAKARTA - Pemerintah resmi memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun pada tahun anggaran 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak 4 Februari 2025.
Perpanjangan insentif PPN ini merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa yang telah diterapkan pada 2023 dan 2024. Pemerintah berharap langkah ini dapat menjaga daya beli masyarakat serta mendukung pertumbuhan sektor properti dan ekonomi nasional.
Insentif PPN Berlaku Bertahap Sepanjang 2025
Melalui PMK-13/2025, pemerintah menetapkan skema insentif dalam dua periode berbeda. Pada tahap pertama, yakni dari 1 Januari hingga 30 Juni 2025, insentif PPN-DTP diberikan 100% untuk bagian harga jual hingga Rp2 miliar, dengan batas harga jual rumah maksimal Rp5 miliar.
Pada tahap kedua, dari 1 Juli hingga 31 Desember 2025, insentif yang diberikan berkurang menjadi 50% untuk bagian harga jual hingga Rp2 miliar, dengan batas harga jual rumah tetap Rp5 miliar.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas pasar properti dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Transaksi di bidang properti merupakan transaksi yang mempunyai multiplier effect yang besar terhadap sektor ekonomi lain. Sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, pemberian insentif PPN ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,” ujar Dwi.
Simulasi Insentif PPN untuk Pembelian Rumah
Untuk memberikan gambaran kepada masyarakat, Dwi menyampaikan simulasi perhitungan insentif PPN yang diberikan:
• Jika seseorang membeli rumah seharga Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, maka seluruh PPN atas pembelian tersebut ditanggung oleh pemerintah.
• Jika pembelian dilakukan pada 15 Februari 2025 dengan harga Rp2,5 miliar, maka insentif hanya berlaku untuk Rp2 miliar pertama, sementara Rp500 juta sisanya dikenakan PPN sebesar 11%, sehingga pembeli tetap harus membayar Rp55 juta untuk pajaknya.
Dwi menegaskan bahwa insentif ini tidak berlaku bagi rumah tapak atau satuan rumah susun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN sebelumnya.
Dukungan terhadap Kepemilikan Rumah dan Pertumbuhan Properti
Pemerintah menilai kebijakan ini dapat membantu masyarakat memperoleh hunian dengan harga yang lebih terjangkau serta mendorong geliat sektor properti. Dengan insentif PPN-DTP, diharapkan permintaan terhadap rumah tapak dan rumah susun tetap tinggi, yang pada akhirnya berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pemerintah berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki rumah sekaligus mendukung geliat ekonomi nasional sektor properti,” pungkas Dwi.
Dengan adanya insentif ini, masyarakat yang berencana membeli rumah pada 2025 diharapkan dapat segera memanfaatkan kebijakan tersebut sebelum masa berlaku insentif berakhir.