Asuransi

Regulasi dan Standarisasi Jadi Kunci Perbaikan Sistem Klaim Asuransi Kesehatan di Indonesia

Regulasi dan Standarisasi Jadi Kunci Perbaikan Sistem Klaim Asuransi Kesehatan di Indonesia
Regulasi dan Standarisasi Jadi Kunci Perbaikan Sistem Klaim Asuransi Kesehatan di Indonesia

JAKARTA — Sistem klaim asuransi kesehatan di Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan mendasar yang dinilai dapat membahayakan keberlanjutan industri pembiayaan kesehatan. Mulai dari tingginya rasio klaim, potensi penyalahgunaan atau abuse, hingga tidak adanya standar tarif layanan kesehatan nasional yang mengikat dan konsisten, menjadi sederet masalah yang perlu segera diatasi.

Wakil Ketua I Perhimpunan Dokter Pembiayaan Jaminan Sosial dan Perasuransian Indonesia (PP Perdokjasi), Emira E Oepangat, menegaskan bahwa regulasi yang kuat serta standarisasi layanan menjadi kunci utama dalam menyelesaikan persoalan kompleks ini.

"Tadi sudah disampaikan semua dengan gamblang, dengan agak sakit gitu ya, bahwa klaim rasio tinggi, abuse tinggi, tidak ada standar tarif," ujar Emira dalam webinar Win-win Solution di Kala Inflasi Medis Menanjak.

Ia menilai bahwa sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia tidak dapat berjalan efektif apabila tidak ditopang dengan regulasi dan data utilisasi yang memadai. Ketidakhadiran data yang terintegrasi menyulitkan proses evaluasi klaim, membuat keputusan menjadi tidak objektif, serta membuka ruang penyimpangan.

"Masalah utama kita itu di Indonesia sekarang ini ternyata ada di data. Data utilization itu tidak ada," tegas Emira.

Butuh Sistem Tarif yang Ajeg dan Konsisten

Lebih lanjut, Emira mencontohkan negara Singapura yang telah memiliki regulasi tarif layanan kesehatan secara transparan melalui Kementerian Kesehatan. Menurutnya, para pelaku industri, termasuk rumah sakit dan perusahaan asuransi, siap mengikuti aturan pemerintah selama regulasi tersebut ajeg dan tidak berubah-ubah.

“Di webinar beberapa hari lalu, dari pihak rumah sakit juga bilang, kita mau saja ikut aturannya, tapi tolong regulasinya itu yang ajeg, yang kalau sudah satu jangan ganti-ganti lagi,” ungkapnya.

Kondisi di Indonesia berbeda. Ketidakkonsistenan regulasi kerap menjadi sumber ketidakpastian yang memperparah tingginya klaim. Tak jarang rumah sakit dan perusahaan asuransi kesulitan menyusun strategi jangka panjang karena seringnya perubahan aturan tarif maupun kebijakan operasional.

Rekam Medis Elektronik Didorong Jadi Solusi

Salah satu langkah konkret yang diapresiasi oleh Emira adalah penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 24 Tahun 2022. Regulasi ini mewajibkan seluruh fasilitas layanan kesehatan menggunakan sistem Rekam Medis Elektronik (RME) dan terhubung ke sistem Kementerian Kesehatan (MOH) secara nasional mulai Desember 2024.

Dalam ketentuan tersebut, fasilitas kesehatan diharapkan menerapkan sistem klasifikasi digital seperti SNOMED CT untuk penamaan diagnosis, LOINC untuk data laboratorium, serta menyediakan Application Programming Interface (API) guna memastikan keterbukaan data yang sah dan aman.

“Namanya open fire, itu seperti selang, biar data bisa ngalir sama. Semuanya sekarang diatur, bahkan bahasa pemrograman juga diatur, agar data bisa terbaca bersama,” jelas Emira.

Standarisasi digital ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses klaim, menghindari penyalahgunaan layanan, dan memperkuat transparansi antara rumah sakit, perusahaan asuransi, hingga pengelola program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan.

Peran TPA dalam Utilization Review

Selain regulasi dan digitalisasi, Emira juga menekankan pentingnya keterlibatan pihak ketiga seperti Third Party Administrator (TPA) dalam membantu proses klaim serta melakukan utilization review terhadap peserta asuransi. Kehadiran TPA dinilai dapat membantu menilai kelayakan dan kewajaran suatu layanan medis sebelum proses pembayaran klaim dilakukan.

“Perusahaan asuransi harus, misalnya, bermitra dengan TPA yang bisa melakukan utilization review,” tutup Emira.

Tantangan Sistemik di Tengah Lonjakan Klaim

Isu ini menjadi semakin relevan di tengah tren meningkatnya beban klaim asuransi kesehatan. Berdasarkan laporan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), peningkatan klaim yang tidak sebanding dengan pendapatan premi telah membebani banyak perusahaan asuransi, bahkan menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan bisnis.

Kondisi ini juga diperburuk oleh meningkatnya kasus penyakit katastropik dan inflasi medis yang melesat. Tanpa penyesuaian sistem secara menyeluruh, termasuk reformasi regulasi dan digitalisasi data, industri asuransi kesehatan nasional dikhawatirkan akan terus tertekan dalam beberapa tahun ke depan.

Dorongan Menuju Ekosistem yang Lebih Sehat

Dengan semua tantangan tersebut, Emira menyimpulkan bahwa solusi jangka panjang hanya bisa dicapai apabila seluruh pemangku kepentingan pemerintah, rumah sakit, perusahaan asuransi, hingga penyedia sistem duduk bersama untuk membentuk sebuah ekosistem pembiayaan kesehatan yang efisien, terstandar, dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index