Perbankan

IHSG Melemah Tajam Awal Juni 2025, Saham Properti dan Perbankan Jadi Sorotan Investor

IHSG Melemah Tajam Awal Juni 2025, Saham Properti dan Perbankan Jadi Sorotan Investor
IHSG Melemah Tajam Awal Juni 2025, Saham Properti dan Perbankan Jadi Sorotan Investor

JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka dengan tekanan signifikan di awal bulan Juni 2025. Pada sesi perdagangan Senin, 2 Juni 2025, IHSG terkoreksi hingga 1,61% atau turun sebanyak 115 poin ke level 7.060,00. Koreksi ini memicu kekhawatiran di kalangan investor, khususnya terkait sektor properti dan perbankan yang merupakan tulang punggung pasar saham Indonesia.

Penyebab IHSG Turun Drastis

Menurut analis pasar modal, koreksi IHSG kali ini dipicu oleh beberapa faktor utama. Pertama, ketidakpastian global yang masih tinggi dengan tekanan geopolitik serta kebijakan suku bunga acuan yang terus memanas, memaksa investor asing melakukan aksi tarik dana (capital outflow) dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Selain itu, pelaku pasar melakukan aksi ambil untung (profit taking) setelah reli positif di akhir Mei, sehingga menekan harga saham yang sebelumnya sudah melesat tajam. Kondisi ekonomi domestik yang kurang mendukung juga berkontribusi pada pelemahan, di mana inflasi masih tinggi dan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) stagnan, membatasi prospek konsumsi dan penyaluran kredit.

Dampak pada Saham Properti: Koreksi Tapi Masih Ada Peluang

Sektor properti ikut terdampak tekanan IHSG, namun sejumlah saham di sektor ini justru menarik perhatian investor ritel karena valuasinya yang lebih murah. Misalnya, saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) turun 2,40% ke Rp406 per saham. “Koreksi ini lebih bersifat teknikal. Dengan ekspansi township yang agresif, SMRA masih menarik untuk jangka menengah,” ujar seorang analis pasar saham.

Sementara itu, saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) relatif stagnan di Rp890, mencerminkan sikap wait and see pasar. Meski demikian, fundamental BSDE tetap solid dengan berbagai proyek residensial dan komersial di kawasan Serpong yang terus berjalan.

Peningkatan justru terlihat pada saham PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang naik 3,16% ke Rp98. Lonjakan ini disambut baik sebagai tanda sentimen positif dari pasar terhadap proyek strategis seperti Podomoro Tenjo dan penguatan bisnis properti komersial APLN.

Saham lain di sektor properti seperti ASRI, DILD, dan LPKR juga terkoreksi, tetapi analis menilai valuasi saham-saham ini sudah sangat murah dan menjadi incaran investor yang mencari peluang di saham undervalued.

Saham Perbankan Lesu, Namun Masih Jadi Andalan IHSG

Sektor perbankan yang biasanya menjadi penopang IHSG juga mengalami tekanan, walaupun tidak serata sektor properti. PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) justru mencatat kenaikan harga saham sebesar 1,83% ke Rp4.450. Kinerja positif BBRI didorong oleh prospek kredit mikro yang solid dan kepercayaan investor terhadap fundamental bank yang kuat.

Sedangkan saham PT Bank Mandiri (BMRI) turun tipis 0,46% ke Rp5.375. Meskipun terkoreksi, BMRI tetap menjadi pilihan utama investor institusi karena konsistensi pertumbuhan kredit dan ekspansi digitalnya.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengalami kenaikan kecil 0,53% ke Rp9.500. BBCA dikenal sebagai bank premium yang tahan guncangan pasar berkat basis nasabah ritel dan layanan digital banking yang kuat.

“Meski ada tekanan, sektor perbankan tetap menjadi tulang punggung pasar dan para analis memandang koreksi ini hanya nafas pendek sebelum bank-bank besar kembali menggerakkan IHSG,” kata pengamat pasar modal.

Peluang dan Tips Investasi Awal Juni 2025

Menghadapi koreksi ini, investor disarankan untuk tidak panik dan memanfaatkan momentum sebagai peluang akumulasi saham unggulan, terutama di sektor properti dan perbankan yang fundamentalnya kuat.

Sektor properti menawarkan valuasi menarik dengan kemungkinan stimulus dari kebijakan BI yang diperkirakan mempertahankan suku bunga guna menjaga stabilitas kredit perumahan. Sementara itu, sektor perbankan didukung oleh pengelolaan risiko yang baik, NPL terjaga, dan pengembangan digitalisasi yang meningkatkan efisiensi dan pendapatan non-bunga.

Investor dianjurkan untuk memantau data ekonomi dan sentimen global secara rutin, menggunakan strategi akumulasi bertahap seperti dollar-cost averaging, serta menghindari saham yang berisiko tinggi atau tidak memiliki fundamental jelas.

Koreksi IHSG di awal Juni 2025 memang menimbulkan kekhawatiran, tetapi juga membuka peluang emas bagi investor yang sabar dan cermat. Sektor properti dan perbankan tetap menjadi primadona yang patut diperhatikan dengan risiko yang terkelola. Dengan strategi investasi yang tepat dan pengelolaan risiko yang baik, peluang cuan di tengah koreksi ini masih terbuka lebar.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index