JAKARTA - Kinerja ekspor batubara Indonesia sepanjang paruh pertama 2025 menunjukkan tren melemah. Meski komoditas ini selama bertahun-tahun menjadi andalan devisa, data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan penurunan baik dari sisi nilai maupun volume ekspor, mencerminkan tekanan pasar global yang masih berlangsung.
Nilai ekspor batubara Indonesia pada semester I-2025 tercatat US$ 11,97 miliar, anjlok 21,09% secara tahunan (YoY). Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menegaskan bahwa pelemahan ini tidak hanya dari sisi nilai tetapi juga volume ekspor.
“Nilai ekspor batubara turun 21,09% secara kumulatif,” ujarnya.
Adapun volume ekspor dalam enam bulan pertama mencapai 184,19 juta ton, atau turun 6,33% YoY. Rata-rata harga per ton berada di US$ 64,99, melemah 15,86% dibanding periode sama tahun lalu.
Tekanan Pasar Global dan Perubahan Permintaan
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, menilai penurunan ekspor ini sudah dapat diprediksi sejak awal tahun. Produksi dan ekspor batubara Indonesia 2025 memang diproyeksikan lebih rendah dibanding 2024 karena pasar global tengah menghadapi kelebihan pasokan (oversupply).
“Secara umum, kondisi pasar batubara termal dunia atau global mengalami oversupply. Hal itu sejak 2024 dan diperkirakan kondisi tersebut berlanjut hingga 2026,” jelasnya.
Ia menambahkan, China dan India menjadi faktor kunci karena produksi domestik kedua negara tersebut mencetak rekor tertinggi tahun lalu. Kondisi ini membuat pasar ekspor semakin ketat, sehingga mengalihkan tujuan ekspor ke negara lain bukan hal mudah.
“Pasar batubara termal terbesar saat ini masih China, India, negara-negara Asia Timur, dan Asia Tenggara,” lanjut Hendra.
Perubahan pola permintaan juga menjadi tantangan tersendiri. Ketua Umum Perhapi, Sudirman Widhy, mengungkapkan bahwa saat ini China cenderung memilih batubara kalori tinggi.
“Pembeli China mengalihkan pembeliannya dari batubara kalori rendah ke batubara kalori tinggi, bukan sebaliknya. Dengan harga batubara yang turun, mereka bisa mendapatkan keuntungan lebih besar dari batubara kalori tinggi,” ungkap Sudirman.
Target Ekspor dan Tantangan Hingga Akhir Tahun
Sementara itu, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memproyeksikan ekspor batubara tahun ini hanya 500 juta ton, lebih rendah dibanding realisasi 2024 yang mencapai 555 juta ton.
“Untuk target ekspor tahun ini 500 juta ton atau 67,6% dari produksi. Sedangkan realisasinya hingga Juni 2025 sudah mencapai sekitar 238,64 juta ton atau 47,7% dari target,” jelas Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif APBI, Gita Mahirani.
Mayoritas ekspor Indonesia ke pasar utama seperti China, hampir 60% berupa batubara kalori rendah (3.000–4.200 GAR). Kondisi ini semakin berat karena tren pasar saat ini justru beralih ke kalori tinggi.
Sudirman menegaskan, target ekspor 500 juta ton akan menghadapi tantangan serius jika kebijakan importir besar, terutama China, tidak berubah.
“Target ekspor sebesar 500 juta ton ini akan benar-benar menghadapi tantangan jika situasi di China tetap sama seperti sekarang,” ujarnya.
Dengan melemahnya harga dan volume ekspor di semester pertama, paruh kedua 2025 akan menjadi penentu capaian ekspor batubara Indonesia. Strategi diversifikasi pasar dan penyesuaian produk akan sangat menentukan agar sektor ini tetap kompetitif di tengah kondisi global yang penuh tekanan.