Minyak

Harga Minyak Dunia Naik, Dipicu Ketegangan Geopolitik Rusia-Ukraina dan Penolakan Iran atas Kesepakatan Nuklir

Harga Minyak Dunia Naik, Dipicu Ketegangan Geopolitik Rusia-Ukraina dan Penolakan Iran atas Kesepakatan Nuklir
Harga Minyak Dunia Naik, Dipicu Ketegangan Geopolitik Rusia-Ukraina dan Penolakan Iran atas Kesepakatan Nuklir

JAKARTA - Harga minyak dunia mengalami kenaikan signifikan pada Selasa (3/6), didorong oleh meningkatnya ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina serta penolakan Iran terhadap usulan kesepakatan nuklir Amerika Serikat. Kenaikan ini menandai reaksi pasar terhadap risiko geopolitik yang terus meningkat di dua kawasan penting produsen minyak dunia.

Menurut laporan dari Reuters, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2025 naik sebesar US$0,89, atau sekitar 1,4 persen, menjadi US$63,41 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus 2025 melonjak sebesar US$1, atau 1,5 persen, menjadi US$65,63 per barel di London ICE Futures Exchange.

Eskalasi Konflik Rusia-Ukraina Pengaruhi Pasar

Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali meningkat, menyebabkan pasar global bersikap waspada terhadap potensi gangguan pasokan energi dari kawasan Eropa Timur. Pihak Rusia menyampaikan bahwa proses diplomasi dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama lebih dari dua tahun ini menemui jalan buntu.

“Upaya penyelesaian perang dengan Ukraina berlangsung dengan rumit. Dalam waktu dekat, kesepakatan perdamaian bukanlah suatu hal yang mungkin terjadi,” ujar juru bicara pemerintah Rusia seperti dikutip oleh Reuters.

Situasi ini menjadi sorotan penting karena Rusia merupakan anggota utama OPEC+ dan merupakan produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat. Setiap gangguan terhadap stabilitas produksi dan distribusi energi dari Rusia dapat langsung memengaruhi pasokan global dan mendorong lonjakan harga.

Iran Tolak Usulan Kesepakatan Nuklir AS

Tak hanya konflik di Eropa, ketidakpastian geopolitik di kawasan Timur Tengah juga turut mendorong harga minyak naik. Pemerintah Iran dilaporkan menolak proposal terbaru dari Amerika Serikat terkait kesepakatan nuklir, yang sebelumnya diharapkan dapat membuka jalan bagi pelonggaran sanksi dan peningkatan produksi minyak dari negara tersebut.

Penolakan ini memperkuat kekhawatiran pasar bahwa pasokan tambahan dari Iran yang selama ini dinanti-nantikan tidak akan terealisasi dalam waktu dekat. Iran sendiri merupakan produsen minyak terbesar ketiga di antara anggota OPEC, setelah Arab Saudi dan Irak.

Menurut laporan yang sama, ketegangan diplomatik antara Iran dan negara-negara Barat juga membuat investor mengambil posisi lebih hati-hati terhadap instrumen energi, dan mendorong harga naik.

Analis: Pasar Merespons Risiko Ketidakpastian Global

Analis energi global menyatakan bahwa pasar saat ini tengah berfokus pada ancaman risiko geopolitik yang berkelanjutan. Ketidakpastian dari dua kawasan strategis – Eropa Timur dan Timur Tengah – menciptakan tekanan tambahan terhadap pasokan global, terutama ketika permintaan sedang bersiap meningkat menjelang musim panas di belahan bumi utara.

“Selama tidak ada sinyal kuat tentang deeskalasi baik dari Rusia maupun Iran, harga minyak akan tetap berada dalam tren naik,” kata seorang analis pasar energi yang dikutip Reuters.

Kenaikan harga minyak ini juga terjadi menjelang pertemuan berikutnya para anggota OPEC+ yang dijadwalkan berlangsung akhir bulan ini. Pasar menantikan apakah kelompok negara produsen minyak itu akan mempertahankan kebijakan pembatasan produksi untuk menstabilkan pasar atau mulai membuka keran produksi seiring dengan naiknya harga.

Implikasi Global dan Dampak Jangka Pendek

Kenaikan harga minyak ini berpotensi menimbulkan dampak luas terhadap inflasi global, terutama di negara-negara importir energi. Biaya bahan bakar yang lebih tinggi dapat memicu kenaikan harga barang konsumsi lainnya, menambah beban pada ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi dan menghadapi tekanan suku bunga tinggi.

Di sisi lain, negara-negara produsen seperti Arab Saudi dan Rusia kemungkinan akan menikmati peningkatan pendapatan ekspor. Namun, para pengamat menilai kondisi ini tetap rapuh, tergantung pada bagaimana ketegangan geopolitik berkembang dalam beberapa minggu ke depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index