JAKARTA - Harga minyak dunia melonjak tajam lebih dari 5 persen pada perdagangan Jumat pagi waktu Asia setelah Israel melancarkan serangan militer terhadap Iran. Serangan tersebut langsung memicu kekhawatiran serius mengenai stabilitas pasokan energi global, terutama dari kawasan Timur Tengah yang menjadi salah satu sumber utama minyak dunia.
Lonjakan harga minyak ini merupakan yang tertinggi sejak awal April 2025, menandakan ketegangan geopolitik yang sangat berdampak terhadap pasar komoditas global.
Harga Minyak Naik Tajam
Berdasarkan laporan terbaru dari Reuters, harga minyak mentah jenis Brent naik sebesar US$3,91 atau 5,64 persen menjadi US$73,27 per barel, tertinggi sejak 3 April 2025. Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik lebih tinggi lagi, yaitu US$4,09 atau 6,01 persen, dan kini berada di posisi US$72,13 per barel.
Kenaikan ini terjadi dalam hitungan jam setelah munculnya laporan serangan militer Israel terhadap Iran. Ketegangan tersebut langsung memunculkan kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan minyak, khususnya jika konflik semakin meluas ke negara-negara penghasil minyak lain di kawasan tersebut.
Israel Gempur Puluhan Target di Iran
Kementerian Pertahanan Israel dalam pernyataan resminya menyebut bahwa mereka telah melakukan serangan pre-emptive terhadap “puluhan target militer dan nuklir Iran.” Serangan tersebut diklaim sebagai bentuk pencegahan terhadap potensi ancaman dari program nuklir Iran yang semakin berkembang.
Sementara itu, media pemerintah Iran melaporkan adanya ledakan-ledakan besar di ibu kota Teheran. Sistem pertahanan udara Iran juga dilaporkan berada dalam kondisi siaga penuh, memperkuat sinyal bahwa negara tersebut tengah bersiap menghadapi eskalasi lanjutan.
Analis: Risiko Pasokan Minyak Meningkat Drastis
Analis energi senior MST Marquee, Saul Kavonic, menyatakan bahwa perkembangan ini secara langsung meningkatkan premi risiko geopolitik di pasar energi dunia.
“Konflik ini berpotensi menekan pasokan minyak global jika Iran membalas dengan menyerang infrastruktur energi di kawasan, atau menghambat jalur pelayaran di Selat Hormuz,” ujarnya.
Kavonic menambahkan bahwa jika ketegangan berlanjut hingga skenario ekstrem, maka gangguan terhadap pasokan bisa mencapai 20 juta barel per hari, sebuah angka yang sangat signifikan bagi pasar global yang sangat sensitif terhadap isu suplai.
Selat Hormuz Jadi Titik Kritis
Selat Hormuz merupakan jalur vital bagi pengiriman minyak dunia, di mana sekitar 30 persen ekspor minyak global melewati kawasan ini setiap harinya. Ancaman gangguan terhadap jalur pelayaran ini menjadi salah satu penyebab utama melonjaknya harga minyak secara drastis.
Apabila konflik meluas dan Iran memutuskan menutup atau mengganggu aktivitas di Selat Hormuz, harga minyak diperkirakan bisa naik lebih tajam lagi dalam waktu dekat.
Ketegangan Politik dan Diplomasi Gagal Redam Konflik
Ketegangan antara Israel dan Iran meningkat di tengah upaya Amerika Serikat untuk mencapai kesepakatan baru terkait program nuklir Teheran. Namun, perundingan yang dimediasi oleh Oman dalam beberapa hari terakhir dilaporkan mengalami kebuntuan.
Presiden AS Donald Trump menyatakan keprihatinannya terhadap potensi eskalasi di kawasan tersebut. Ia menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir.
“Kawasan ini bisa menjadi tempat yang sangat berbahaya,” ujar Trump dalam konferensi pers singkat di Washington, menambahkan bahwa Washington akan terus memantau situasi dan siap mengambil tindakan jika diperlukan.
Dampak ke Pasar Global
Selain berdampak langsung terhadap harga minyak, situasi geopolitik ini juga mengguncang pasar keuangan global. Bursa saham Asia dilaporkan melemah pada Jumat pagi menyusul kekhawatiran investor terhadap stabilitas politik di kawasan Timur Tengah.
Investor global kini cenderung mengambil posisi defensif dengan mengalihkan portofolio ke aset-aset safe haven seperti emas dan dolar AS. Harga emas dunia juga dilaporkan mengalami kenaikan signifikan, selaras dengan ketegangan yang terjadi.
Lonjakan harga minyak dunia lebih dari 5 persen pada Jumat, 14 Juni 2025, menjadi indikator serius bahwa ketegangan geopolitik di Timur Tengah berdampak langsung terhadap stabilitas pasokan energi global. Serangan Israel ke Iran tidak hanya meningkatkan risiko konflik terbuka, tetapi juga membawa ancaman besar terhadap jalur distribusi minyak dunia, terutama Selat Hormuz.
Dalam waktu dekat, pasar energi global diperkirakan akan tetap bergejolak, sementara pelaku industri dan pemerintah di berbagai negara diimbau untuk memantau perkembangan secara ketat dan menyiapkan langkah mitigasi jika konflik semakin memburuk.