Olahraga

Tarif Pajak 10 Persen Diberlakukan untuk Olahraga Padel di Jakarta

Tarif Pajak 10 Persen Diberlakukan untuk Olahraga Padel di Jakarta
Tarif Pajak 10 Persen Diberlakukan untuk Olahraga Padel di Jakarta

JAKARTA - Penggemar olahraga padel di Jakarta kini menghadapi kebijakan baru: sejak 3 Juli 2025, olahraga padel resmi dikenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dengan tarif 10%. Aturan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025. Penetapan ini memberikan sinyal bahwa padel kini bukan hanya sekadar olahraga, tetapi juga bagian dari strategi pendapatan daerah melalui pengenaan pajak atas layanan dan fasilitas olahraga yang dinilai berkembang pesat.

Berlokasi di Lapangan Padel Parc, MT Haryono, Jakarta Selatan, penerapan pajak ini mencerminkan situasi terkini: padel telah menjadi olahraga favorit baru di kota ini. Kehadiran fasilitas modern dan meningkatnya jumlah pemain mendorong otoritas pajak setempat untuk menjadikan padel sebagai objek pajak. Namun, kebijakan ini juga menyisakan pertanyaan: sejauh mana pajak ini akan mempengaruhi akses masyarakat dan perkembangan infrastruktur olahraga?

1. Pendapatan Daerah dan Pengembangan Infrastruktur

Dengan pemberlakuan pajak 10%, setiap layanan padel—mulai dari sewa lapangan, pelatihan dengan pelatih berbayar, hingga turnamen—akan menyumbang pendapatan baru bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Nominal pajak yang dipungut akan digunakan untuk mendanai pengembangan olahraga, fasilitas umum, maupun program kesehatan dan kepemudaan di wilayah.

Sebagai contoh, pendapatan dari pajak padel diharapkan akan memberikan tambahan anggaran bagi peningkatan fasilitas olahraga di ruang publik, pengadaan peralatan olahraga di sekolah, hingga dukungan bagi atlet non-komersial. Strategi ini sejalan dengan tujuan Pemprov yang berupaya memperluas akses fasilitas olahraga sekaligus memperkuat basis investasi publik di sektor tersebut.

2. Implikasi bagi Pemain dan Pengusaha Lapangan

Bagi pemain padel—terutama mereka yang rutin bermain—tarif pajak ini berarti kenaikan biaya sewa lapangan dan pelatihan sebesar 10%. Biaya ini cukup terasa bagi komunitas yang terbiasa bermain mingguan atau berlatih intensif. Namun, dari sisi lainnya, kepercayaan terhadap legalitas dan profesionalitas olahraga padel pun meningkat, karena statusnya kini resmi menjadi objek pajak dan diakui sebagai sektor formal.

Adapun pemilik lapangan atau pengelola venue menghadapi tantangan dalam menghitung, memungut, dan menyetorkan pajak sesuai peraturan. Meski butuh penyesuaian administrasi, kebijakan ini membuka peluang mereka untuk turut menikmati fasilitas negara, seperti akses pendanaan, insentif pajak usaha kecil, maupun dukungan promosi olahraga lokal oleh pemerintah.

3. Kesempatan untuk Ekosistem Olahraga yang Lebih Terintegrasi

Pajak 10% ini memungkinkan pembangunan ekosistem olahraga yang lebih solid. Selain padel, PBJT dapat diterapkan ke olahraga lain dengan pola serupa—sewa fasilitas, turnamen, dan sistem membership. Ini memberikan sinyal bahwa olahraga tak hanya sarana hiburan, tetapi juga industri kreatif yang bisa dikelola secara modern dan profesional.

Inisiatif semacam ini membuka ruang bagi komunitas olahraga untuk berkolektif dan berkolaborasi, bukan hanya secara bisnis tetapi juga sosial: Pelatihan gratis bagi warga kurang mampu, turnamen komunitas, hingga kolaborasi sekolah dan universitas untuk padel sebagai bagian dari kurikulum olahraga mereka.

4. Tantangan Sosial dan Kebijakan

Meski strategi ini membawa optimalisasi pendapatan dan integrasi ekonomi olahraga, terdapat tantangan di sisi sosial. Kenaikan biaya bisa membatasi akses bagi warga berpenghasilan menengah ke bawah. Supaya tak menciptakan kesenjangan, pemerintah daerah perlu mengimbangi dengan program subsidi atau slot gratis di fasilitas olahraga publik. Kebijakan semacam ini telah diinisiasi di beberapa kota besar dunia yang menerapkan pajak serupa dan terbukti menyeimbangkan pertumbuhan atlet dan akses masyarakat.

Keseimbangan antara Pajak dan Akses

Bapenda DKI Jakarta, melalui keputusan tersebut, menunjukkan komitmennya: olahraga bisa menjadi sumber pendapatan sekaligus sarana kesehatan publik dan pembinaan talenta muda. Namun efektivitasnya akan ditentukan oleh mekanisme redistribusi pendapatan pajak serta integrasi kebijakan olahraga yang adil dan inklusif.

Pajak 10% atas layanan padel menandai era baru bagi olahraga ini di Jakarta: semakin profesional, diakui secara formal, dan memiliki kontribusi ekonomi bagi daerah. Meski ada tantangan dalam akses dan administrasi, potensi penerimaan pajak ini memberikan harapan untuk menciptakan ekosistem olahraga yang lebih sehat, terbuka, dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index