Petani

Petani Bawang Merah Terapkan Cara Efisien Hadapi Kemarau Basah

Petani Bawang Merah Terapkan Cara Efisien Hadapi Kemarau Basah
Petani Bawang Merah Terapkan Cara Efisien Hadapi Kemarau Basah

JAKARTA - Menghadapi cuaca kemarau yang tak menentu, petani bawang merah di Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, mulai menerapkan langkah-langkah adaptif untuk menjaga hasil panen. Salah satu metode yang digunakan adalah budi daya bawang merah dengan plastik mulsa.

Pada Senin , 21 Juli 2025, sejumlah petani terlihat aktif memupuk tanaman mereka dengan sistem berlapis plastik tersebut. Langkah ini bukan sekadar kebiasaan musiman, tetapi menjadi strategi untuk mengantisipasi efek dari kemarau basah fenomena di mana musim kemarau tetap disertai hujan dalam intensitas ringan hingga sedang yang tidak menentu.

Melalui penggunaan plastik mulsa, petani berharap dapat menekan biaya perawatan secara signifikan. Metode ini terbukti mampu memangkas kebutuhan operasional hingga lima puluh persen.

"Kalau pakai mulsa, gulma jadi jarang tumbuh. Tanaman jadi lebih mudah dirawat dan biaya pupuk juga bisa ditekan," ujar seorang petani setempat.

Kurangi Gulma dan Serangan Hama

Selain mengurangi pengeluaran, teknik ini juga membawa keuntungan lain: meminimalkan serangan hama dan pertumbuhan gulma yang biasanya meningkat ketika kelembaban udara tinggi.

Kemarau basah menciptakan kondisi lahan yang lembab, namun tidak cukup kering untuk membunuh benih gulma. Tanpa penanganan yang tepat, kondisi ini bisa membuat pertumbuhan bawang terganggu dan hasil panen menurun.

Dengan plastik mulsa, permukaan tanah tertutup rapi sehingga mencegah gulma tumbuh subur. Hal ini pun berdampak positif pada penggunaan pestisida, karena tanaman lebih terlindungi dan tak mudah diserang hama.

"Sekarang kalau nyemprot itu jadi jarang. Sekali-kali saja, karena memang hama enggak gampang menyerang," ungkap petani lainnya.

Plastik mulsa juga membantu menjaga suhu tanah tetap stabil, mengurangi penguapan air, dan menjaga kelembaban di sekitar akar tanaman. Kondisi ini sangat ideal bagi bawang merah yang cukup sensitif terhadap perubahan cuaca ekstrem.

Petani Tetap Optimistis di Tengah Cuaca Tak Menentu

Cuaca yang tak bisa diprediksi di wilayah Malang tak menyurutkan semangat para petani untuk tetap bertani dengan produktif. Mereka justru terus beradaptasi dengan teknik-teknik baru yang lebih efisien, sambil tetap mempertahankan hasil panen yang optimal.

Meskipun biaya awal penggunaan plastik mulsa terbilang lebih tinggi dibanding budi daya konvensional, para petani sepakat bahwa metode ini jauh lebih hemat dalam jangka panjang.

Dengan metode ini, mereka bisa lebih fokus pada kualitas hasil dan tidak terlalu repot dengan perawatan harian. Apalagi, dengan kondisi pasar bawang merah yang stabil, hasil panen yang maksimal tetap menjanjikan keuntungan.

"Kalau dihitung-hitung, malah lebih untung. Kerja juga enggak seberat dulu," jelas petani lainnya sambil menunjuk lahan yang rapi tertutup mulsa perak hitam.

Adaptasi Jadi Kunci Bertahan

Kondisi iklim yang terus berubah memaksa sektor pertanian untuk terus melakukan penyesuaian. Salah satu tantangan utama dalam pertanian hortikultura, seperti bawang merah, adalah ketergantungan pada pola musim yang stabil.

Dengan metode adaptif seperti penggunaan plastik mulsa, para petani di Ngantang menunjukkan bahwa ketahanan pangan dimulai dari lapangan. Mereka membuktikan bahwa dengan inovasi sederhana dan semangat kerja keras, hasil tetap bisa diraih meski cuaca tak bersahabat.

Upaya ini juga menjadi contoh bahwa budi daya yang cermat dan ramah lingkungan dapat meningkatkan efisiensi, sekaligus menjaga kesinambungan usaha pertanian dalam jangka panjang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index